Puisi: Tentang Badai Matahari

147 6 0
                                    

Konon, 2.679 tahun yang lalu sang surya pernah mengamuk, menerjang, menggampar bumi dengan sadisnya.
Tak kusangka ia yang selalu dielu-elukan,
Ternyata mengguncang hebat batin pertiwi.
Ledakan plasma serta radiasi elektromagnetiknya diramal mampu melumpuhkan tubuh sang bumi,
Bila saja ia datang 'tuk kedua kalinya.

Sayang, partikel radioaktif itu bersembunyi dan bersemayam di bawah lapisan es Greenland.
Dingin, membekukan.
Layaknya sikapmu yang cenderung membuatku terserang Hipotermia.

Adakah kau sadari, baru saja ia datang kembali, terhitung duapuluhempat jam yang lalu.
Kedatangannya mengganggu magnetosfer bumi.
Walau tak separah yang pernah terjadi,
Namun angin sang surya itu pun kembali berdebat dengan medan magnet bumi.

Kuharap hawa panasnya tak sesadis prominensamu yang sering terpancar,
Lewat hangatnya tatapan yang kau beri,
Namun mampu menggersangkan sang Aster, bila lama beradu denganmu.
Oh, kuharap aku adalah Edelweiss,
Yang nampak gersang, namun kuat menatapmu.

Kudengar, badai surya itu lumrah adanya,
Sekali-kali iapun butuh amarah, daripada hanya menjadi sosok yang hangat.
Nyatanya pelontaran massa koronanya berhasil memengaruhi sang orbit,
Walau (mungkin) takkan pernah lagi memeluk sang bumi.

Kota Hujan, 18 Mei 2019

Antologi Cerpen Dan PuisiOn viuen les histories. Descobreix ara