Chap 8 | KEIRANDRA

12K 1K 36
                                    

Aku benci kata gak apa-apa

___________

[Keano Pramudya Andreas]

[Keano Pramudya Andreas]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lanjut

_____________

Pagi ini meski kondisinya belum sembuh total, Kiran memaksakan pergi ke sekolah. Saat ia akan memakai sepatunya, Nova memperhatikannya dengan sangat intens.

"Kenapa, Ma?" tanya Kiran membuat Nova dengan cepat memalingkan wajahnya.

Kiran menggeleng pelan, "Aku berangkat, Ma. Assalamua—"

"Nih uang jajan selama dua hari sama hari kemarin lusa," potong Nova dengan tangan yang memberikan lima lembar uang sepuluh ribuan.

Kiran menarik sudut bibirnya, ternyata Mama nya masih peduli padanya.

"Makasih, Ma. Aku sayang Mam—"

"Cepat pergi," titah Nova tanpa melirik Kiran

Senyum kecut tercetak di bibir Kiran, "Assalamualaikum," pamitnya

Saat Kiran sudah jauh dari pandangannya, Nova baru menjawab salam dari anaknya itu.

"Waalaikumsalam."

Di jalan, Kiran menoleh kanan kiri untuk menemukan ojek pangkalan. Tapi nihil, yang ada hanya angkot. Dia tidak pernah menggunakan angkot jika bukan dengan temannya, akhirnya ia memutuskan untuk berjalan kaki sekitar sepuluh meter lagi kedepan. Mungkin di sana ada ojek yang bersedia mengantarnya ke sekolah.

Ia melirik ponselnya yang menampilkan pukul 06.06, dengan iseng Kiran membuka pencarian untuk menemukan arti jam kembar itu. Tapi ia mengurungkan niatnya karena teringat dengan fakta bahwa dirinya tidak memiliki kuota.

"Ngenes banget enggak punya kuota," keluhnya.

Dengan sedikit kelelahan akhirnya gadis itu sampai di pangkalan ojek, untung saja ada beberapa ojek disana yang bisa ia bayar untuk mengantarkan ke sekolahnya. Kiran menyesal karena ia tidak membawa jaket maupun sweter, padahal udara pagi ini sangat menusuk tulangnya.

Setelah memakan waktu beberapa menit untuk menempuh perjalanan ke sekolah, akhirnya sampai dengan selamat meskipun kulitnya sedikit membiru karena kedinginan. Kiran memberikan tarif yang harus dibayar serta tidak lupa mengucapkan terimakasih.

Pekarangan Cendikia Bakti sudah terpapar dengan jelas, sudah banyak siswa berlalu lalang di depannya. Kiran memasang wajah berserinya, entah kenapa hari ini dirinya sangat semangat untuk ke sekolah.

KEIRANDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang