49. Dibunuh Tanpa Disentuh

193 47 91
                                    

Jangan lupa vote dan komen nya

And

Happy Reading

****

Dari setiap perkataan, perbuatan, tindakan pasti memiliki suatu akibat.
Jagalah setiap perkataan, perbuatan dan tindakan, agar tidak menjadi senjata pembalik dalam kehidupan.

“Ada apa Del?” tanya Ayah nya.

“Tidak apa-apa kok pah, aku hanya menguap saja,” ucap Adela sambil terkekeh.

“Mamah sama papah pulang saja ke rumah, biar aku, kak Frans dan Zara yang nemenin kak Lisa,” ucap Adela sambil tersenyum.

“Iya betul. Tante sama Om istirahat saja di rumah, biar kami yang menjaga Lisa,” lanjut kak Frans.

“Ya sudah, Om dan tante percayakan Lisa kepada kamu Frans, jaga mereka mereka bertiga yah.” pinta Ayah Lisa.

“Iya siap Om laksanakan,” ucap kak Frans.

Kedua orang tua Lisa pulang ke rumah dengan menggunakan jasa angkutan umum yang telah dipesan oleh Adela, perlahan langkah kaki mereka menjauh dari depan kamar Lisa, dan mereka menuju ke arah lobby depan rumah sakit itu, tidak lama kemudian mobil pesanan datang dan kedua orang tua Lisa pun pamit pulang.

Setelah Adela kembali dari mengantarkan orang tua nya ke dari lobby depan. Mereka bertiga memulai membicarakan ‘vision’ dari Adela, dimana ketika Adela memegang rambut tante Yani, rahasia itu pun akhirnya terbongkar, dan memang benar tante Yani dan paman Heru lah pelaku sebenarnya yang menyebabkan Lisa seperti itu.

“Jadi sekarang kita harus bagaimana nih kak?” tanya Adela.

“Kita hanya bisa menunggu kedatangan paman Sigit dulu, nanti selanjutnya kita serahkan kepada paman Sigit,” ujar kak Frans.

“Iya aku setuju kak, daripada kita bertindah gegabah, mending kita rundingkan dulu dengan paman Sigit, aku yakin, paman Sigit juga bisa membantu menangani masalah ini,” ujar Zara.

Kegelapan malam yang perlahan menyebar, membuat hawa dinginnya malam mulai terasa menusuk ke setiap tulang rusuk, suhu tubuh yang tadinya terasa hangat malah sekarang menjadi sangat dingin, sampai-sampai ketika mereka bertiga berbicara terlihat uap kecil yang keluar dari mulut mereka bertiga.

“Ini di gunung apa di rumah sakit sih, dingin amat malam ini,” celetuk Adela.

“Memang benar sih dingin sekali. Nanti aku tanyakan deh, masalah pendingin ruangan nya,” ujar kak Frans.

“Kalau aku sih udah biasa hidup di tengah kedinginan begini,” ucap Zara.

“Kakak tinggal nya di kulkas yah,” ledek Adela.

“Emang nya kakak ini ikan beku apa?” ujar Zara sambil tersenyum.

“Emang ikan kan,” celetuk kak Frans sambil tertawa.

Mereka membuat pembicaraan guyonan itu, agar rasa ngantuk tidak bisa mengalahkan dirinya, dan baru kali ini mereka ingin kehadiran insomnia menggapainya, tidak untuk selamanya tetapi untuk malam ini saja.

Jam pun sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi. Selang beberapa jam, mereka sudah melalui malam penuh dengan kedinginan, sebari menunggu kedatangan dari paman Sigit, mereka melakukan sembahyang terlebih dahulu dan membeli sarapan pagi.

Tidak terasa matahari sudah memunculkan senyuman yang indah nya, dengan melihat kan cahaya nya yang membuat semua orang hangat ketika cahaya itu masuk ke dalam setiap bagian tubuh. Memang lah cahaya matahari merupakan obat penyembuh sekaligus penyemangat.

Upnormal ✔Where stories live. Discover now