Chapter XLIX Tolong, Kembalilah

1.1K 71 4
                                    

Pemahaman terjemahan di tempat ini menggunakan alat penerjemah online serta bantuan pencarian google untuk informasi tambahan. Jika pemilihan kata, maksud cerita tidak sesuai, atau pemberian informasi kurang tepat dari bahasa aslinya. Bisa berikan saran atau masukan dengan baik-baik pada penerjemah abal-abal ini. Terima kasih (=')

++++++++++++++++++++++++++++++++++++

".... Aku tidak pernah ingin berpisah dari Phi!!!"

Jika Thara mendengar kalimat ini setahun yang lalu, dia pasti akan sangat bahagia, bahkan sangking bahagianya dia bisa berdansa. Karena pada akhirnya mereka bisa bersatu kembali, setelah itu menarik tubuhnya ke dalam dada sambil mengelus-elus kepala, memaafkan segala kesalahan yang telah diperbuatnya. Tapi kondisi sekarang bukan setahun lalu. Dia yang sekarang telah memiliki orang lain di dalam kehidupannya. Jadi Tharn hanya menatap anak yang ada dihadapannya dengan tatapan menyesal...

"Apa yang sedang Tar pikirkan, datang sekarang dengan mengatakan semua ini, apa yang baru saja kamu bicarakan?"

Bukan masalah mengapa mengatakannya sekarang, tapi kenapa baru sekarang mulai mendiskusikan masalah ini ?

Pertanyaan ini membuat anak yang tidak pernah berniat untuk mengakhiri hubungannya hanya menunduk, kedua tangannya meremas gelas minuman dingin sampai dia sadar, ternyata pria bertubuh jenjang di hadapannya masih duduk di tempatnya, sedang menatap ke arahnya. Pria itu memastikan dirinya tidak akan berubah menjadi lemah dan hanya ingin memperjelas segalanya, tidak lebih.

Kedua bahu anak berseragam itu gemetaran, melihat ini Tharn hanya bisa menghela nafas panjang.

"Ugh"

Pada akhirnya, anak yang bersikeras mengangkat topik pembicaraan ini kembali terdiam. Kedua mata tajam Tharn hanya menatap ke arah mantannya yang sekarang sudah menunduk semakin dalam dan menangis. Meskipun di dalam hati terus menerus mengatakan untuk segera berpaling dan pergi dari semua ini, tapi pada akhirnya pria ini tidak tahan untuk mengulurkan tangan, mengelus kepalanya lalu bicara;

"Tar... Jangan menangis"

Sentuhan lembut ini membuat anak berseragam itu mengangkat kepala, memperlihatkan pandangan mata penuh harapan, dan tentu saja membuat Tharn sadar bahwa dia harus segera menarik tangannya. Karena dia ingat betapa lembut rambutnya, dan tentu dapat membuat hatinya yang lemah itu berkobar. Thara kembali merasa marah pada dirinya, karena merasa seperti ini.

"Phi Tharn, aku... Aku tidak ingin berpisah dari Phi. Tidak ingin, tidak ingin berpisah"

Tar masih terus mengatakan kalimatnya ini dengan suara bergetar. Tangan yang baru saja terulur di atas kepala telah berpindah ke meja, hanya saja Tharn harus bersusah payah untuk menarik tangannya yang enggan pergi itu untuk kembali berada di atas pahanya, mengatakan pada dirinya untuk jangan pernah ingin menyentuhnya. Ini bukan karena merasa tidak suka, tapi Thara takut dia tidak bisa menahan dirinya.

Tar merupakan seseorang yang pernah dicintainya, dan orang yang paling dicintainya. Dia masih ingat hari-hari dimana Tar menyatakan cinta padanya. Meskipun terlihat kikuk, malu-malu, tapi pandangan mata yang menatapnya itu, merupakan pandangan mata yang tidak pernah didapat dari siapapun.

Saat itu, Tharn sadar bahwa dirinya begitu bersyukur karena dia merasa begitu frustasi dengan menjalani banyak sekali cerita cinta, setelah itu teralihkan oleh kebiasaan cinta satu malam. Ketika rasa cinta mulai bersemi di dalam dadanya lagi, kemudian merasakan rasa jatuh cinta dengan seorang anak laki-laki yang ingin berjuang dengannya, seketika dia menyetujuinya.

Tar yang pertama sangat menyukainya, meskipun begitu, Tharn tidak merasa ingin mati ketika bersamanya, Tar-lah yang terlihat jelas menyukainya, dan cintanya baru bertambah setiap hari. Usaha yang dikeluarkan untuknya ini membuat Tharn ingin mengembalikan usaha yang sama seperti apa yang dilakukan olehnya. Setelah itu Tharn sadar bahwa telah benar-benar jatuh cinta, sama seperti hari dimana anak itu menyatakan perasaan cinta kepadanya.

🆃🅰🅼🅰🆃 Sangat Membenci Menjadi Sangat MencintaiWhere stories live. Discover now