Bab 23

10.7K 971 52
                                    

Egalita

Satu demi satu momentum bersejarah dalam hidupku kulalui bersama-sama dengan keluaraga dan teman-teman dekat yang kumiliki. Ketika hari kelulusan sekolah tiba, kami berfoto bersama sekeluarga. Yang dimaksud dengan 'sekeluarga' di sini tentunya tiga kali sesi yang dilakukan secara terpisah. Karena yah, mau bagaimana lagi... keluargaku memang unik.

Sesi pertama dan favoritku tentu ketika aku mengenakan kebaya untuk kedua kalinya dalam dua tahun terakhir, menghadiri acara kelulusan dan berfoto bersama Theodore, Dina dan Abel. Theo datang dalam kapasitasnya sebagai wali murid karena baik itu papa tiriku, ibu dan ayah kandungku tidak bisa menghadirinya. Om Henri seperti biasa sedang menjalani perjalanan dinas ke luar negeri, sedangkan ibuku harus shooting untuk film barunya di luar kota. Ayah kandungku tentu harus menghadiri wisuda putri kandungnya yang satu lagi yang diselenggarakan pada saat bersamaan. Absennya tiga orang dewasa dalam hidupku itu mengharuskan Theo bolos kuliah sehari untuk datang ke sekolah.

Hari itu menjadi salah satu hari favorit penuh memori. Kami berempat berangkat bersama ke sekolah, lalu berfoto bersama Valdy dan kawan-kawanku yang lain. Karena Valdy adalah murid paling berprestasi dan cemerlang tahun itu, ia diminta untuk menjadi valedictorian, atau siswa yang menyampaikan pidato perpisahan. Aku sangat, sangat, sangat bangga untuknya. Ketika kami pulang ke rumah, Yanis dan Galih memberi kejutan dengan menyiapkan studio portabel di rumah sehingga aku bisa berfoto ala wayang, bersama keluargaku, teman-teman bahkan Mbok Mini dan Pak Saleh juga ikutan. Setelah itu kami makan bakso bersama di rumah. Satu kata: menyenangkan.

Sesi kedua foto bersama terkait kelulusan, kulakukan bersama-sama dengan ibu setelah ia kembali dari shootingnya. Kami berdandan dengan seragam kembar dan berfoto di studio. Ia memintaku menyembunyikan ini dari Dina, entah apa sebabnya. Ibu tidak ingin berfoto dengan yang lain, hanya denganku saja.

Sesi ketiga berlangsung sebulan kemudian bersama dengan ayahku dan keluarga barunya. Nuansanya sedikit dipaksakan, kami berfoto bersama di studio dan siangnya ayah memberiku uang jajan yang jumlahnya cukup banyak. Aku bertanya-tanya apakah uang itu adalah caranya untuk memupus rasa bersalah karena telah absen selama ini. Melihat kedekatan Nichole, anak gadis Manar itu dengan ayah kami membuatku mau tidak mau terpengaruh. Betapa menyenangkannya jika bisa bertemu dengan ayah, menghabiskan waktu dan disayang olehnya. Namun aku berusaha untuk tidak menunjukkannya pada siapapun.

Setelah kelulusan, aku harus mengakui kalau kehidupan SMA luar biasa mengasyikkan. Lagi-lagi aku satu sekolah dengan Valdy meskipun sekarang kami ditempatkan di kelas yang berbeda. Berkat nasihat Theo dulu dan Valdy yang terus menyemangati, aku memutuskan kembali masuk ke kelompok ekstrakurikuler debat Bahasa Inggris dan menikmati setiap waktu yang kuhabiskan untuk latihan dan mempersiapkan perlombaan. Hanya satu kegiatan ekstrakurikuler saja sudah sibuk bukan main. Ah rasanya tidak percaya kalau sekarang aku sudah jadi anak SMA dan sebentar lagi hari ulang tahunku yang ke-17. Kalau di luar negeri, anak-anak yang telah mencapai usia 17 atau 18 tahun biasanya telah dianggap dewasa. Rasanya tidak sabar ingin melihat pencapaian seperti apa yang aku raih ketika umurku 20 tahun atau 30 tahun nanti. Apakah aku akhirnya bisa menemukan tujuan hidupku ini ketika aku sudah dewasa kelak?

Orang tuaku, baik tiri maupun kandung masih absen, namun kakak, adik dan teman-temanku selalu ada dan membuat segalanya menjadi lebih mudah dan terasa normal.

Life is good...

Kalau ada sedikit ganjalan sampai sekarang... tentunya peristiwa yang terjadi di malam tahun baru itu. Ciumanku dengan kakak yang sampai sekarang masih belum terpecahkan apa sebab musababnya. Theo jelas berkali-kali menunjukkan keinginannya mendatangiku dan menjelaskan... mungkin dari versinya. Namun rasanya terlalu canggung dan memalukan. Entah mengapa ciuman kami itu justru membuatku merasa malu. Rasanya seperti mengkhianati Om Henri, ibu, dua adik kembarku yang telah mempercayaiku. Di keluarga kami yang disfungsional ini, mereka mengandalkanku untuk menjadi sosok dewasa yang bisa mendukung Theo.

[Tamat] False Idol, A Stepbrother Dark Romance (Season 1)Where stories live. Discover now