Bab 61

4.4K 515 335
                                    

GUYS YOU ARE ALL THE BEST!!

MAKASIH SPAM KOMENNYA, MAKASIH VOTESNYA... <3 SO SO HAPPY

MAKASIH BANGET YAHHHH

HAPPY READING!


Target next chapter ga banyak: 100 comments dan 300 votes saja :)


+++++

Egalita

"Cuma bentar aja kan," rajukku di telepon.

"Nggak."

"Theo kan lagi nggak ada di sini," rengekku.

"Justru karena aku lagi nggak ada di sana."

Alasan macam apa itu, ingin aku meneriakkan sedikit akal sehat padanya, tapi semarah apapun aku tidak berani menaikkan suaraku lebih dari ini karena Dina ada di rumah dan kapan saja bisa mendengar pembicaraan kami. Sisi gila Theo ini belum pernah dilihat oleh Dina ataupun orang lain sebelumnya dan berpeluang menimbulkan pertanyaan. Rahasia kami bukanlah sesuatu yang boleh mereka ketahui, bahkan kalau aku harus mendedikasikan seumur hidup buat menjaganya.

"Tunggu aku pulang, nanti kita pergi bareng."

"Theo..." serasa berbicara dengan batu, menghadapi kakak tiriku ini. "Konsernya itu malam minggu ini, kamu kan pulangnya masih minggu depan."

"Nanti kita tonton konser yang lain sama-sama." Suara Theo terdengar semakin dingin. "Setelah aku pulang," tambahnya penuh tekanan.

"Ega maunya nonton yang ini sama teman-teman."

"Ega..." ujar Theo pelan, akan tetapi aku tahu kalau kesabaran bukanlah sifat alami kakak tiriku. Untuk banyak hal, ia adalah sosok kakak penyayang dan yang paling sabar pada adik-adiknya, orang-orang di sekitar yang senantiasa mencobainya. Bukti-bukti yang kulihat belakangan menunjukkan kalau terhadapku sumbunya sedikit terlalu pendek. "Konser itu banyak orang mabuknya, banyak juga yang ngobat. Selesainya dini hari, aku nggak suka kamu ngelayap sendirian."

"Nggak sendirian—"

"Cukup Ega," potong Theo. "Sama aja kamu sendirian atau enggak, karena nggak ada aku yang bisa mastiin semuanya aman—"

"Dulu Dina kakak izinin," gantian aku yang memotong perkataan Theo. "Inget nggak? Pas ada group band Jepang manggung dulu..."

"Mulainya jam empat sore, selesainya jam enam," tangkis Theo cepat. "Lagian grup musik Jepang dan Korea nggak bisa dibandingkan sama metalhead. Salah sendiri kamu suka musik-musik cadas kayak gitu."

Terdiam, aku berusaha mengatur napas, bersabar. Kalau aku mengira perilaku mengekang Theodore akhir-akhir ini sudah mencapai puncaknya, sepertinya aku telah keliru. Perlahan tapi pasti, kakak mengekang dan memberi batasan pada segala sesuatu yang dulunya kuanggap biasa. Semakin lama pagar pembatasnya makin tinggi, membuatku sesak, terpenjara di dalam.

Hal sesederhana menonton konser saja bisa menjadi sumber pertengkaran. Tiba-tiba suara kecil di dalam kepalaku yang akhir-akhir ini hobi membangkang, menertawakan kemarahanku yang seperti membuang-buang tenaga saja. Asalkan Theo tidak tahu, tentunya tidak akan menjadi masalah kan? Seperti kamu tidak pernah bohong saja, gadis bodoh. Apa yang akan Theo katakan padaku seandainya dia tahu segala kenakalan yang kulakukan akhir-akhir ini tanpa sepengetahuannya? Seperti misalnya, mengapa kini aku menemukan tempat yang nyaman di antara teman-teman baruku, mengabaikan upaya Valdy untuk bergaul dan berkumpul seperti dulu? Juga, mengabaikan lagi dan lagi desakan Abel agar aku menemui terapis seperti janjiku padanya ketika kami ada di Palembang?

[Tamat] False Idol, A Stepbrother Dark Romance (Season 1)Where stories live. Discover now