Bab 9

17.4K 1.2K 46
                                    

Theo

Sebulan menjelang pernikahan papa dan Tante Rhea, kami berempat anak-anaknya, berkumpul untuk merayakan hari ulang tahunku di Pizza Hat. Kalau disuruh memilih antara pizza atau nasi uduk, lidah Indonesiaku tahu mana yang lebih enak buat disantap. Makanan siap saji jelas bukan menu favoritku, namun seperti biasa Dina dan Abel menuntut agar kami merayakannya di tempat ini. Bukan sembarang cabang, tapi satu restoran yang menjadi saksi banyak momen perayaan kami.

Dalam suatu momen langka ketika keluarga Rahardian menjadi keluarga yang utuh nan bahagia, papa dan mama membawa kami semua anak-anaknya keluar untuk nonton film animasi tentang kisah lucu seorang chef di bioskop di dalam bangunan mall ini. Selesai nonton, karena terinspirasi oleh cerita di dalam film itu, Abel yang usianya baru 7 tahun merengek meminta ditraktir makan makanan Italia. Restoran siap saji penyedia pizzaria itu ada di lantai bawah bioskop dan menjadi tempat tujuan pertama kami.

Papa, mama, Dina, Abel dan aku duduk berkeliling seperti keluarga normal lainnya, bercerita tentang kesan masing-masing soal film yang baru kami tonton, lalu memesan makanan yang jumlahnya lebih banyak dari yang bisa kami habiskan (kalau masih ada sisa bisa dibungkus), Dina dan Abel masing-masing mendapatkan balon yang dilipat sedemikian rupa menjadi berbentuk anjing puddle (untuk Dina) dan bola sepak (untuk Abel).

Hari itu adalah hari yang langka, karena papa ada di rumah dan bukannya melakukan entah tugas diplomasi apa lagi dan mama terlihat normal setelah sekian lama naik-turun kondisinya. Bagi Dina dan Abel, hari itu akan selalu terpatri di dalam benak kanak-kanak mereka sampai kapanpun sebagai hari paling indah dalam sejarah keluarga kami. Akibatnya, mereka kini mengasosiasikan restoran siap saji itu sebagai tempat yang bisa memberikan kebahagiaan. Kalaupun papa dan mama tidak ada lagi ada bersama kami di momen-momen itu, Dina dan Abel selalu meminta acara kumpul-kumpul keluarga inti kami yang sifatnya merayakan sesuatu untuk dilakukan di sana. Ritual tradisi ini berlangsung terus menerus bahkan kalau aku menentangnya karena bosan dengan menu yang tersedia. Bahkan seandainya franchise yang sama tapi di mall lain mungkin lebih baik. Tapi jelas bukan makanan atau minuman yang disajikan yang menjadi daya tarik utama tempat ini.

Nostalgia.

Nostalgia adalah pembohong seduktif yang seringkali membuat perspektif kami terganggu. Meski hampir selalu merayakannya bertiga saja, Dina dan Abel (dan kuakui akupun kadang juga terpengaruh olehnya) seolah lumpuh oleh keinginan diam-diam kami untuk merekonstruksi momen paling indah dalam keluarga kami.

Ulang tahun, kelulusan, menang perlombaan, hampir semua momen itu selalu dirayakan di restoran yang sama, di mall yang sama, di tempat duduk yang sama.

"—Jadi gitu ceritanya Ga. Bukan sembarang Pizza Hat, tapi —the Pizza Hat!" celoteh Dina di kursi belakang pada Ega yang ikut kami.

Seperti biasa, Egalita mendengarkan segala omongan Dina saksama, lalu mengangguk antusias. Aku melirik ke arahnya dari kaca spion.

"Kalau ada yang nempati tempat duduknya gimana? Aku udah laper loh ya, sekali-sekali bisa nggak kita ke restoran seafood atau makanan Indonesia? Kan ini ulang tahunku. Masa aku nggak boleh milih, sih?" ujarku main-main sambil menghentikan mobil di parkiran basement mall.

Mall ini konon kabarnya berdiri sekitar tahun 50-an, bangunannya sudah cukup tua. Orang-orang yang datang ke pusat perbelanjaan ini biasanya orang-orang tua yang memiliki ikatan batin dengan pertokoan di dalamnya, terbiasa berbelanja dan bahkan mengenal pemiliknya secara turun temurun. Selain itu juga mungkin didatangi oleh orang-orang yang tinggal di dekat sini, karena memang lokasinya cukup gampang diakses. Namun jelas bukan mall tujuan nongkrong anak-anak muda karena imejnya yang kini letih dan tua.

Kalau boleh memilih, aku bakal lebih senang seandainya adik-adikku membawa kami semua ke mall trendi dengan lebih banyak pilihan food stall dan lebih nyaman untuk nongkrong. Mobil yang terparkir pun tidak terlalu banyak, sepertinya suasana di dalam tidak akan terlalu ramai.

[Tamat] False Idol, A Stepbrother Dark Romance (Season 1)Where stories live. Discover now