Bab 53

5.4K 483 95
                                    

Yay double update! Bab 54 , 55, dan 56 up kalau total votenya 35K atau masing-masing bab minimal 400 votes. Triple update kalau bisa meet targetnya. ^^

Egalita

"Satu...

"dua...

"tiga..." suara berhitung Theo perlahan memelan, dengan semakin bertambahnya jarak yang kuambil ketika aku berlari menjauhi kakak tiriku. Berpikir cepat, aku melintasi dapur, berbelok ke pintu samping dan tembus hingga halaman belakang. Cahaya matahari telah redup, rumput gajah yang memenuhi lahan sedikit basah karena alat penyiram otomatis. Bertelanjang kaki, aku menyeberanginya dengan langkah-langkah panjang, melintasi halaman belakang, menuju ke arah rimbun tanaman hias, palem-paleman yang ditanam dan tumbuh subur.

Melihat sekeliling, aku buru-buru berjongkok, menyembunyikan tubuhku dari pandangan di balik rimbun palem dan tanaman hias.

"—ready or not, here I come~" nyanyi Theo di kejauhan, mengirimkan desir aneh ke dadaku. Ritme degup jantungku perlahan meningkat. Diam-diam aku menyesal karena memilih tempat ini sebagai persembunyian. Theo itu pandai, mungkin terlalu mudah baginya untuk mendapatiku sembunyi di sini. Kata strategi perang zaman dulu, "tempat paling berbahaya adalah tempat yang paling aman". Mungkinkah seandainya aku bersembunyi di dekat Theo akan lebih sulit baginya menemukanku, karena mengira aku bakal lari ke halaman belakang?

Ah terserahlah, lagipula sudah terlambat sekarang.

Theo sudah menghentikan hitungannya, suasana rumah kami kembali senyap, hanya sekali-sekali dengkur suara tekukur dan ayam hias peliharaan Om Henri terdengar di telingaku. Gemerisik daun dan ranting patah yang kuinjak membuat bulu kudukku berdiri. Di balik batang-batang palem dan helai daun-daun aku mengintip ke arah beranda dalam rumah.

"Egalita," panggil Theo merdu. "Where are you~" lagu suaranya merayu, seolah-olah dengan suka rela aku akan menyerahkan diriku begitu saja padanya. Mimpi saja sana.

Perlahan bentuk fisik kakak mewujud, kuamati dari tempat persembunyianku, mata awas kakak mengamati ke kiri, lalu ke kanan. Ia menunduk melongok ke balik taplak di bawah meja, lalu membuka satu persatu pintu. Tiap kali tidak membuahkan hasil karena Theo tidak berhasil menjumpai yang dimauinya.

"Egaa~" panggil Theo lagi sambil mendorong pintu kamar mandi belakang hingga terbuka lebar, lagi-lagi terlihat gemas ketika tidak menjumpai siapapun di dalam kamar mandi yang biasa dipakai oleh Si Mbok itu. "Anak nakal, kamu sembunyi di mana? Jangan sampai kakak nemuin kamu yah..." Tawa terkikik Theo lagi-lagi mengirimkan desir aneh yang membuatku bergerak-gerak tak nyaman.

"Ega tahu kan, kamu nggak akan pernah bisa lari dari kakak?" beritahu Theo dengan suaranya yang lantang. Nada suaranya terdengar santai, tetapi dari tempatku bersembunyi aku bisa melihat kalau Theo terlihat awas dan waspada. Matanya terus menjelajah, langkahnya hati-hati. Kadang ia melongok ke atas, lalu ke bawah, jelas dipenuhi oleh hasratnya untuk menemukanku.

Kali ini kami memang belum terlalu lama berpisah, belum juga sampai seminggu. Kalau terlalu lama, biasanya Theo bakal terlalu terlangsang untuk sekedar bermain-main seperti ini. Namun kali ini, sepertinya kakak masih terpuaskan oleh servis yang kuberikan kemarin malam lewat panggilan video kami, suasana hatinya cukup ringan untuk sekadar bermain-main dahulu sebelum kami masuk ke menu utama.

"Semalam Ega berani loh padahal... nakal dan mesum sama kakak di telepon," ujarnya mengingatkan. Kepalaku langsung terasa ringan, pipi dan leherku memanas karena dipaksa ingat akan perbuatan tak senonoh yang kami lakukan di panggilan video itu. "Mainin meki kepunyaanku, ngocok sendiri punyamu nggak pakai nungguin kakak..." Theo beralih menyibak taplak meja, mendapatinya kosong lalu meneruskan langkah kakinya.

[Tamat] False Idol, A Stepbrother Dark Romance (Season 1)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora