Bab 27

11.4K 1K 170
                                    

Egalita

Secara pribadi, menurutku orang-orang yang hobi menonton film horor itu adalah mereka yang masokis dan senang menyiksa diri sendiri. Apanya sih yang menyenangkan dari menakuti diri dengan adegan-adegan dan plot cerita seram? Kalau dipaksa, mungkin aku masih bisa menonton film horor Indonesia yang kadang lebih banyak adegan 'panas' daripada penampakannya. Ibuku sempat membintangi film serupa akhir-akhir ini, jadi kadang aku diajak menyaksikan pertunjukan premiernya (hidup dengan ibuku yang dramatis membuatku terbiasa dengan peran-perannya yang seringkali terlalu berlebihan). Tapi film horor yang sedang kutonton bersama Theo ini produksi Jepang yang memang terkenal dengan film-film horor mereka yang menakutkan. Jalan ceritanya seram, aktor pemerannya seram, semua hantu di dalamnya juga sudah pasti mampu memberikan mimpi buruk.

Baru di sepuluh menit awal saja sudah ada adegan wanita dengan rambut hitam terurai merayap di pohon dan merangkak masuk ke dalam rumah tokoh utamanya. Ketika wajahnya yang mengerikan ditunjukkan secara mengejutkan di layar berukuran standar IMAX, refleks aku membuang muka ke samping, menenggelamkan wajahku ke lengan Theo mencari perlindungan.

Beberapa menit aku diam, menunggu sampai jerit ketakutan orang-orang mereda dan musik seramnya berganti. Tawa kecil terdengar dari arah tempat kakakku duduk. Ketika aku mendongak, kudapati Theo menatap lurus ke layar, tersenyum-senyum sendiri sambil menyedot cola.

"Hei, itu cola-ku," bisikku memprotes.

"Haus," balas Theo berbisik, tanpa rasa bersalah, kembali menyedot isinya.

Perlahan aku melepaskan pegangan di lengannya, beringsut ke samping, ke kursiku sendiri. Namun setelah kejutan seram tadi rasanya enggan melihat ke layar lagi, karena itu aku melihat ke dinding seberang, mengamati kepala orang-orang yang memenuhi tempat duduk di dalam ruang bioskop. Kurasakan seseorang melihatku, lagi-lagi aku mendapati Theo menahan senyum kembali melihat ke arah layar. Sial, kakak tahu semuanya soal aku, termasuk ketakutan berlebihanku pada film horor. Sekarang ia malah menertawakan tingkahku yang tidak bisa duduk tenang saking tegangnya.

Kesal, aku meluruskan duduk, menghirup napas dalam dan berusaha menguatkan diri. Adegan di film itu kini tidak terlalu menakutkan, akupun sudah ketinggalan plotnya jadi tidak terlalu menyeramkan seperti tadi. Karena itu aku mencoba kembali menenggelamkan diri menyaksikan cerita di layar. Sambil lalu tanganku terulur hendak menyarup popcorn di pangkuanku, namun tanpa sengaja aku menyentuh tangan Theo yang sudah nangkring di dalam. Buru-buru aku mengangkat tanganku lagi seperti tersengat listrik. Santai, Theo menarik tangannya yang menggenggam popcorn kembali, lalu menyuapi dirinya dengan popcorn satu persatu hingga habis. Setelah itu Theo tidak mengambil popcorn lagi dan tangannya beristirahat di pangkuannya sendiri.

Untung saja... sepertinya Theo tidak menyadari tingkahku yang canggung. Sejak ciuman pertamaku diambil oleh Theo, kedekatan fisik kami selalu membuatku gugup. Kalau sebelum peristiwa di villa aku selalu melihat tubuh maupun kedekatan fisik kami sebagai hal biasa seperti kalau aku memeluk Dina dan Abel, kini penutup mataku seperti dibuka paksa dengan pengetahuan bahwa Theo bukan kakak kandungku dan pada saat yang sama, dia adalah seorang laki-laki dewasa. Setiap kali tangan kami tanpa sengaja bersentuhan, atau pelukan dengannya berlangsung terlalu lama, tanpa bisa dicegah alarm itu berbunyi, mengingatkanku pada kedekatan kami, napasnya yang hangat, lidah dan bibirnya yang dingin mengusap bibirku.

Karena itu, kali ini aku memastikan tidak ada tangan di dalam kantung sebelum kembali mengambil popcorn-nya.

Sedikit tenang karena kini Theo tidak lagi melakukan apapun, aku berusaha memusatkan kembali perhatian ke arah layar di hadapanku. Akhirnya kutemukan cara ampuh untuk melewati penyiksaan di dalam ruangan gelap ini. Kalau mataku terpejam, maka aku tidak akan perlu melihat apa yang ada di layar bioskop. Meskipun demikian, suara-suara sound systemnya yang terdengar jelas masih sanggup membuatku merinding. Tapi masih mending daripada harus melihat imaji-imaji menyeramkan. Kalau aku beruntung, mungkin bisa sekalian tidur...

[Tamat] False Idol, A Stepbrother Dark Romance (Season 1)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin