Bab 31

11.3K 1K 145
                                    

SURPRISE UPDATE!

Thanks for the support... yang ikut kompetisi... I see you ;-) <3

WARNING

Manipulative, abusive, disturbing behavior!! Jangan ditiru!

------------------

Egalita

Terbiasa menghadapi drama di masa lalu, pengakuan Theo membuatku buru-buru membuka kompartemen di dalam otakku dan membagi-baginya menjadi beberapa bagian. Kompartemen pertama, tentu berisi tugas yang sudah menunggu di depan mata: membeli obat untuk Tante Firda. Aku bergegas masuk ke dalam apotek, menghindari tatapan ingin tahu tukang parkir yang duduk-duduk di sudut.

Setidaknya mereka tidak tahu kalau kami berdua ini saudara kan?

Sesampainya di dalam, aku berusaha menghindari tatapan mata Theo, langsung berjalan menuju ke konter menebus resep yang dituliskan dokter dan bisa ditebus hingga beberapa kali karena kondisi kronis mama Theo. Sambil menunggu, aku berjalan menuju ke lorong, mengambil beberapa botol minyak kayu putih karena persediaan kami sudah habis. Catatan di dalam otakku menyebutkan beberapa barang lagi yang harus kubeli mumpung kami sedang berada di apotek.

Aku merasakan Theo membayangi langkahku, mengikutiku dari dekat. Serta merta ia meraih keranjang belanjaan dari lenganku, membawakannya. Sementara sebelah tangannya lagi luwes menggamit tanganku. Sekali kucoba kutarik lepas, namun tanpa suara Theo meraihnya lagi. Yang kedua kali dilakukannya dengan tenaga yang jauh lebih kuat, mencegahku berontak. Takut membuat keributan di dalam apotek yang lengang, aku diam saja membiarkannya melakukan apa yang dimauinya.

Kami saling bergandengan tangan, sementara dengan satu tangan aku memilih barang yang hendak dibeli lalu memasukkannya ke dalam keranjang yang dibawa oleh Theo. Syukurlah Theo tidak memulai pertengkaran kami lagi dan cukup puas dengan gandengan tangan kami berdua, diam mengikutiku mengelilingi rak demi rak sampai akhirnya nama Tante Firda dipanggil oleh kasir. Karena usiaku masih di bawah umur, maka Theo harus menunjukkan kartu tanda pengenalnya untuk dapat menebus obat keras itu.

Kakak tiriku membayar semua belanjaan, sementara aku menerima tasnya dan berlalu begitu saja, berjalan lebih dulu menuju mobil kami. Dari pintu kaca aku melihat Theo sampai berbalik melihat dua kali ke arahku, namun tertahan di kasir untuk menyelesaikan pembayaran. Biar saja. Aku tidak mau tanganku digandeng olehnya lagi.

Tugas di kompartemen satu sudah selesai, mau tidak mau kini aku harus menghadapi kenyataan.

...Semua karena kamu, Ga. Karena aku ingin deket sama kamu... pengen ngelakuin yang kita lakuin itu, lebih sering lagi... Lebih jauh lagi...

Apa maksud kata-kata Theo itu? Jadi dia lebih sering pulang ke Jakarta karena aku?

Sesaat, bulu kudukku serasa berdiri, memikirkan implikasi perkataannya itu. Bibirku yang digigit Theo masih terasa perih, mengingatkanku pada intensitas perbuatan kami yang semakin lama semakin sulit untuk dianggap lalu.

Awalnya, kukira semua ini hanyalah sebuah fase sementara. Aku membiarkan semua terjadi karena... ini Theo... Theodore Rahardian. Orang yang telah menyelamatkan aku dengan kasih sayangnya dan memasukkanku ke dalam kawanannya. Ketika ibu kandungku sendiri terlalu sibuk dengan urusannya, ayah kandungku menjadikanku prioritas kesekian dalam hidupnya, Theo adalah figur yang menyelamatkan aku dari kesendirian.

Hadiah terbesar yang telah diberikan oleh Theo padaku adalah penerimaan keluarga kami... Karena Theo, aku menjadi bagian dari sebuah keluarga yang utuh.

Karena itu bahkan ketika Theo melakukan hal-hal yang memperumit hubungan kami, aku tidak bisa menolak, apalagi membencinya.

Awalnya, aku mengira kalau semua ini hanyalah sebuah fase yang akan dilewatinya dan kami akan tiba pada suatu titik di mana Theo dan aku akan menutup buku dan tidak akan pernah lagi menoleh ke belakang.

[Tamat] False Idol, A Stepbrother Dark Romance (Season 1)Where stories live. Discover now