Bab 2

47.2K 2.4K 146
                                    

Egalita

Kakak tiri sekaligus objek mimpi burukku itu kini ada di dekatku.

Theo masih terlihat sama seperti tiga tahun lalu, tidak ada yang berbeda kecuali tubuhnya yang tampak semakin kekar dan kulitnya yang lebih pucat. Langkah kakinya tegap dan percaya diri, membuatku teringat kembali pada sosok abang yang selalu bisa diandalkan. Theo yang menyayangi Abel dan Dina, merawat dan membesarkan mereka. Theo yang menyayangiku dan menganggapku seperti saudara kandungnya sendiri. Theo yang selalu menjadi panutan kami.

Sampai laki-laki itu berubah...

Theo memasukkan koperku yang ukurannya tidak terlalu besar ke dalam bagasi mobil SUV besar yang mungkin dibeli mereka baru-baru ini karena aku belum pernah melihat sebelumnya. Aku sibuk mengancingkan sabuk, sementara kakak tiriku masuk ke kursi pengemudi, mengancingkan sabuknya sendiri dan menyalakan mesin mobil.

Sensasi klaustrofobik aneh muncul dan menyergap tanpa bisa dicegah, berada sedekat ini dengan Theo, terkungkung oleh rangka mobil.

"Aku ikut berduka cita Theo," bisikku memulai pembicaraan.

Sejauh ini, semuanya terlihat baik-baik saja. Asalkan kami ada di tempat umum, di tempat yang terlihat oleh orang lain maka aku akan baik-baik saja. Lagipula Theo masih belum mengatakan apapun soal kejadian di masa lalu. Mungkinkah kepergianku akhirnya menyadarkannya betapa keliru perbuatannya dulu? Mungkin kini kakak tiriku sudah berubah dan kembali waras?

"Hm. Makasih," jawab Theo pelan, mengendarai mobil kami keluar pelataran bandara dan bergabung dengan keramaian jalan raya. "Dari dulu kita semua tahu kalau cepat atau lambat, sedikit saja meleng, mama bakal berhasil menjalankan rencananya."

Firda meninggal karena overdosis obat tidur. Sempat tinggal cukup lama di pusat rehabilitasi mental, aku mendengar kabar dari ibuku bahwa keadaan Firda jauh lebih membaik, membuatnya bisa keluar beberapa lama dari tempat itu sekitar setahun lalu. Kemarin Dina memberitahuku kalau ibunya mendapat akses atas botol berisi obat tidur dan meminum semua isinya, menyebabkannya meninggal karena overdosis.

Sejak lama Firda didiagnosis akan depresi akut dan berulang kali melakukan percobaan bunuh diri. Masa kecil Theo diisinya dengan usaha-usahanya menjadi kepala keluarga, menjaga Abel dan Dina juga Firda yang sering relaps. Papa mereka yang juga ayah tiriku, Henri Rahardian, berprofesi sebagai diplomat, menyebabkannya selalu dikirim ke berbagai negara untuk jangka waktu lama, jarang ada di rumah. Theo adalah kepala keluarga kami.

"Maaf Theo..."

"Nggak apa."

"Ini bukan salahmu," ujarku, diikuti oleh rasa kaget karena kebiasaan lama sulit hilang. Egalita yang lama selalu berusaha menghibur Theo, ingin meringankan beban lelaki itu walau sedikit. Egalita yang selalu tahu diri dan tidak ingin menjadi tambahan beban pikiran Theo. Kenapa di dekat laki-laki itu kini aku seolah menjadi remaja lagi?

"Aku tahu."

Kami terdiam beberapa lama, karena keheningan di dekat Theo selalu membuatku gugup, aku mencari-cari tombol mencoba menyalakan radio. Begitu suara musik terdengar, aku menaikkan volumenya, berniat mendengarkan musik dan berpura-pura kalau pria di sampingku itu tidak ada.

Hanya beberapa detik, jari pria itu memencet tombolnya mematikan radio, praktis membuat suasana di dalam mobil terasa hening. Hiruk pikuk lalu lintas di luar tertahan oleh kedap suara mobil, terdengar jauh.

Mobilnya, aturannya.

Lenganku terlipat defensif, aku bersandar dan memandang ke luar jendela. Ingin memejamkan mata, namun di dekat predator ini aku tidak boleh lengah.

[Tamat] False Idol, A Stepbrother Dark Romance (Season 1)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin