Bab 29

10.9K 1.1K 125
                                    

WARNING

Karakter melakukan hal-hal yang sifatnya abusif dan manipulatif. Jangan ditiru!

-----------------------------

Egalita

Apa ini perasaanku saja, atau memang akhir-akhir ini Theo lebih sering berada di rumah ketimbang di Bandung?

Di sepanjang semester pertama, seperti halnya tahun lalu, Theo hanya pulang ke rumah saat akhir pekan saja. Namun memasuki semester kedua, perlahan-lahan rutinitas itu berubah. Mula-mula Theo hanya beberapa kali pulang ke rumah di tengah minggu, menginap barang semalam atau dua malam. Lama kelamaan frekuensinya menjadi lebih sering.

Sementara itu, hubungan kami perlahan berkembang menjadi sesuatu yang tidak bisa kudefinisikan dengan jelas. Sebagai pendebat yang terbiasa mendefinisikan segala sesuatu, hal ini cukup menggangguku. Di usiaku yang baru 16 tahun ini, tidak pernah sekalipun aku menyimpan ketertarikan berlebihan pada lawan jenis. Selama ini duniaku hanya berisi kegiatan ekstrakurikuler, sekolah, juga keluargaku. Tidak ada ruang dan waktu untuk hubungan percintaan. Kekasih imajinasiku adalah sosok filsuf Karl Marx dan segala pemikiran briliannya tentang sosialisme. Sementara di dunia nyata, anak-anak seumuran hanyalah teman, sementara hubungan dengan senior di sekolah terlalu rumit dan menyita waktu.

Theo adalah orang pertama yang masuk ke dalam ranah ini... ke dalam ruang hatiku yang belum pernah dimasuki oleh siapapun sebelumnya. Namun seberapa keraspun aku mencoba berpikir, sangat sulit untu menyematkan label tertentu pada hubungan kami.

Kakak-beradik yang sesekali bermesraan? Siblings with benefit?

Selama beberapa bulan terakhir, rutinitas kami selalu sama.

"Belum tidur?" tanya Theo sambil menyelinap ke dalam kamarku, menutup pintunya pelan.

Pertanyaannya terdengar seperti kalimat basa-basi. Seharusnya Theo sudah tahu kalau aku selalu menunggunya untuk menyelinap masuk ke dalam kamarku malam-malam saat ia sedang ada di Jakarta. Mata kami bertemu, kakak tersenyum padaku.

"Belum."

Setiap kali Theo pulang ke rumah dan ada kesempatan, malam harinya ketika semua orang sudah tidur, kakakku akan masuk ke kamar dan melakukan hal-hal nakal itu lagi. Sekarang pun tak jauh berbeda.

Tangannya meraih lampu, mematikan sakelarnya hingga cahaya lampu tidur di meja belajarku yang tersisa. Duduk di tempat tidur, Theo menarik kursiku hingga menggelinding, mendekat padanya. Kami berhadapan, Theo menyunggingkan senyum miring. Kerutan di matanya membuat wajahnya terlihat baik hati.

Akhir-akhir ini, kegiatan kami membuatku menyadari lebih banyak hal tentang Theo. Seperti wajahnya yang selalu berubah lebih rileks, lebih lepas ketika kami sedang berduaan seperti ini. Tawa kecil Theo setiap kali mendapatiku kehabisan napas selesai diciuminya. Hal ini membuatku merasa spesial, seolah aku adalah satu-satunya orang yang berbagi rahasia kecil ini dengannya.

Theo melepas kacamata yang kupakai lalu diletakkannya hati-hati ke atas meja.

Seperti biasa, tanpa kata-kata Theo meraih wajahku mendekat. Bibirnya menyunggingkan senyum manis, mengingatkanku bahwa... Biarpun kami melakukan hal-hal seperti ini, Theo masih tetap kakakku kan? Jantungku berdegup kencang, ketika dikecupnya pipiku...

"Lagi apa?"

Sepertinya malam ini suasana hati Theo ingin main-main sedikit? Biasanya Theo selalu menciumku tanpa suara dan baru setelah puas melakukannya, kami mulai mengobrol seolah tak terjadi apa-apa.

"... belajar?" jawabku ragu. Buku di tanganku sudah terlupakan. Sejak masuk ke dalam kamar tadi, hanya Theo yang kupikirkan dan apakah malam ini ia masih akan mendatangiku.

[Tamat] False Idol, A Stepbrother Dark Romance (Season 1)Where stories live. Discover now