Bab 33 (Mature)

28.4K 1.1K 177
                                    

Soundtrack: The Neighbourhood - Daddy's Girl

Egalita

Setelah tiga minggu meninggalkan rumah kami, akhirnya aku pulang. Alasannya tentu selain karena terus-terusan bersembunyi itu bukan jalan keluar yang baik, sebentar lagi semester baru akan dimulai dan liburan sekolah hampir berakhir. Yang kudengar dari Dina, sumber kekhawatiranku itu saat ini sedang ada di Bandung. Sepanjang kepergianku, Theo dan aku beberapa kali berkirim sms, namun intinya hanya menanyakan kabar, tidak sedikitpun kakak tiriku itu membahas soal kami berdua.

Rumah sedang sepi, sejak dua minggu lalu Om Henri pergi lagi entah kali ini untuk tujuan apa, klub sepakbola Abel sedang ada pertandingan di luar kota, sementara Theo kata Dina di telepon tadi sudah dua minggu belakangan ini ada di Bandung. Hanya ada Dina, Mbok Mini dan Pak Saleh di rumah. Ini jelas waktu yang baik untuk pulang ke rumah. Semoga setelah tiga minggu berlalu, kepala Theo kian dingin dan bisa berpikir secara logis.

"Aku pulang," seruku.

Dina langsung berlari dari ruang tengah dan merangkulku erat. "Kangeeeen," jeritnya.

Ia berjalan masuk sambil membawakan tas gym-ku ke kamar, membuntutiku ke mana saja. Ganti pakaian, makan siang bersama, lalu mengobrol tentang apa saja yang kami alami selama tiga minggu belakangan.

"Kesepian ga ada kamu Ga," keluhnya sedih.

"Sama, aku juga."

"Kemarin diajak off air Tante Rhea ke mana aja?" tanya Dina, mendengarkan ceritaku seksama.

"Macem-macem, karena konsepnya kayak tur, kan. Yang paling lama di Bali. Sampai empat malam show di live music klub musik-musik lawas gitu. Sempet ke Yogya juga sih, Malang, Jember... "

Show di Bali itu juga menandai ciuman pertamaku dengan laki-laki selain Theodore, tapi aku sengaja tidak menceritakannya pada Dina. Malam itu, sebuah pesta sweet seventeen dadakan diselenggarakan atas ide ibuku. Selesai pertunjukan live music pamungkasnya, rombongan kru dibawa ke salah satu kafe yang disewa khusus untuk merayakan ulang tahunku.

Ini khas ibu... Pada situasi yang normal, biasanya Rhea Manar terlalu sibuk untuk merayakan ulang tahun putrinya bersama-sama. Namun karena ada beberapa media infotainment yang datang meliput hari terakhir show-nya di Bali, ibu menggunakan kesempatan itu untuk mengundang mereka ke pesta ulang tahun ketujuh belas putri semata wayangnya, meskipun secara teknis, ulang tahunku masih dua minggu lagi.

Diam-diam, di sepanjang show ibu, aku berteman dengan salah satu penyanyi latarnya. Cowok itu umurnya sembilan belas tahun, namanya Mika. Ia mahasiswa di jurusan seni rupa universitas ternama di Jakarta. Menjadi penyanyi latar adalah hobi yang menghasilkan uang untuknya. Lewat show-show off air ini, ia sekalian ingin berlatih karena bercita-cita mengikuti audisi acara Idol yang sedang booming di televisi. Orangnya manis dan kalau suatu hari ia menjadi selebriti, aku bisa lihat dengan jelas daya tariknya.

Selama tur, Mika dan aku runtang-runtung berdua, kami menghabiskan banyak waktu mengobrol dan menjadi dekat. Soal musik, film, makanan, dan keseharian. Di malam pesta ulang tahunku itu, di sela-sela hingar-bingar musik disko dan orang-orang yang mengobrol dan minum, setelah aku memotong kuenya demi ambisi ibuku mendapatkan liputan khusus soal ulang tahun ini, diam-diam Mika dan aku keluar dari klub, bersembunyi di gang belakang gedung klub. Di sana ia membawakan dua buah kaleng bir, memberikan satu kalengnya untukku. 'Kamu kan udah tujuh-belas, udah boleh minum,' katanya.

[Tamat] False Idol, A Stepbrother Dark Romance (Season 1)Onde histórias criam vida. Descubra agora