11 - khawatir

6.8K 843 26
                                    


"Rangrang itu kan semut merah! Rangrang pirang berarti semut merah pirang, dooong?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rangrang itu kan semut merah! Rangrang pirang berarti semut merah pirang, dooong?"

Lusi memutar bola matanya mendengar celutukan Gayatri yang Lusi yakin sahabatnya itu masih malas-malasan di rumahnya. Lusi menyesal telah menceritakan bagaimana Zena mengirimkan sebuah pesan kepadanya tadi malam. Pesan yang tidak akan pernah Lusi balas sampai kapan pun itu.

Lusi menyentakkan kakinya di atas aspal. "Nah, itu makanya. Bego, kan dia?"

Lusi membelok ke ujung jalan menuju sekolahnya yang sudah terlihat di depan mata.

Terdengar decakan berkali-kali dari Gayatri. "Awas lo, Lus. Awas. AWAS!" kata Gayatri diakhiri dengan teriakan dan membuat Lusi segera menjauhkan ponselnya sebelum kembali menempelkannya di telinga.

"Awas kenapa, deh?" tanya Lusi bingung.

"Awas aja."

"Nggak jelas lo."

Gayatri terkekeh. "Awas aja lo bakalan jatuh cinta sama Kak Zena."

"Apaan, sih! Udah, deh. Daripada lo mikirin hal yang mustahil, mending lo cepetan gih berangkat ke sekolah. Bentar lagi bel. Nanti kalau lo malas ke sekolah, kata-kata Bu Retno waktu itu bisa kejadian. Lo bisa aja nggak naik kelas. Gue udah kelas XI dan lo masih tetep aja jadi junior."

"Prettt. Iya, iya. Ini mau berangkat," kata Gayatri yang suaranya terdengar makin jauh. Tak lama Gayatri kembali berbicara dengan suara keras karena teriakan. "By the way, nih, ya. Gue jujur, nih. Jujur banget. Kak Zena nitip salam semalam buat lo. Katanya juga, Lusi udah sehat nggak? Udah baikan belom? Kenapa Lusi nggak balas chat gue? Nomornya salah, ya? Dia orangnya ngambekan nggak sih? Dia emang sering sakit? Menurut lo, Lusi itu kayak gimana?Lusi udah punya pacar? Dia punya mantan nggak? Dan lain-lain. Dan lain-lain. Udah itu aja. "

"Ap—"

Belum menyelesaikan satu kata, Gayatri sudah mematikan sambungan teleponnya. Lusi berdecak dan memasukkan ponselnya ke dalam saku sweter dengan gemas. Perkataan panjang Gayatri tak bisa dia potong karena sahabatnya itu terlalu cepat berbicara.

Saat mendongak kembali untuk fokus pada langkahnya, Lusi justru berhenti mendadak.

Puluhan meter dari tempatnya berdiri, sebuah jeep cokelat terparkir tak jauh dari sekolah. Dua pria berbadan besar dan berotot berpakaian preman berdiri di samping jeep itu. Pandangan pria botak mengamati SMA Adi Bakti dari luar. Satu pria lainnya yang berkacamata hitam memandangi tiap siswi yang lewat.

Lusi mundur tanpa sadar. Jantungnya berdetak sangat kencang. Lusi segera memakai tudung sweternya dan mencoba melangkah dengan santai meski itu sedikit gagal. Dia berjalan dan menundukkan pandangannya sembari memasukkan kedua tangannya di saku sweter.

Dalam hati, Lusi berharap orang-orang itu bukan seperti apa yang muncul di pikirannya saat ini.

***

Pelajaran pertama berjalan, tetapi saat pelajaran kedua tak ada proses belajar mengajar di X-A. Setelah bel istirahat, kelas juga sudah kosong kecuali dirinya sendiri dan dua sahabatnya yang saat ini memasang wajah bosan. Apalagi Gayatri yang tak bisa diam berjalan ke sana kemari dan terus-terusan mengajak Hera dan Lusi ke kantin. Sesekali Gayatri naik ke atas meja, ikut diam atau dia sibuk berbicara sendiri lalu bernyanyi dengan suaranya yang pas-pasan.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang