18 - mulai cemburu

6.2K 746 38
                                    

Suara mobil terdengar di luar sekolah membuat langkah Lusi berhenti. Dia berbalik bersama Zena yang ikut melihat jeep tadi mulai meninggalkan area depan sekolah.

Jantung Lusi masih terasa berdegup kencang. Dia bernapas lega setela dan kembali berbalik tanpa mengatakan apa-apa.

Dan masih tak menyadari bahwa tadi tangannya digenggam oleh Zena. Bahkan hingga detik ini.

"Lusi!"

Lusi hanya menoleh sebentar ke belakang dan melihat Gayatri dan Hera datang bersamaan di satu motor. Dua sahabatnya itu berhenti di depan tak jauh darinya. Gayatri yang dibonceng oleh Hera segera turun menghampiri Lusi dan Zena yang bergeming. Sementara Hera hanya bisa mengembuskan napas panjang melihat kelakuan ajaib Gayatri, yang senang sekali menjodoh-jodohkan Lusi dengan cowok yang—semua orang juga tahu—tabiatnya seperti apa.

Gayatri berjingkrak sembari bertepuk tangan hingga helm yang kebesaran di kepalanya itu jatuh menutupi sedikit matanya. Dia memperbaikinya cepat, tak menghilangkan senyuman senang di wajahnya.

"Lusi ih nyebelin banget sih nggak bilang-bilang kalau udah jadian sama Kak Zena."

Lusi menatap Gayatri heran. "Hah...?"

Lusi kemudian membisu saat mulai menyadari ada sesuatu yang dipegangnya sekarang. Tangan dinginnya terasa hangat di dalam sana. Lusi mengerjap ketika menyadari itu dan langsung menarik tangannya tanpa menoleh sedikit pun ke arah Zena.

"Aduh, ya ampun nggak usah malu-malu. Gue tahu kok tadi sekolah sepi makanya gandegan. Nggak usah malu sama gue dan Hera! Kita kan temen." Gayatri menoleh ke Hera. "Ya nggak, Her?"

Wajah Lusi memerah. Tatapannya mengarah ke lain arah dengan tak tenang. "Ini nggak kayak yang lo pikirin. Udah, ah."

Dia melangkah cepat dan tak peduli dengan tiga orang yang ditinggalkannya di belakang.

"Kak Zen, pacaran sama Lusi, ya?" tanya Gayatri pada Zena yang belum juga beranjak.

Lusi berdecak kesal karena sahabatnya itu dengan enteng bertanya hal yang tidak-tidak.

"Enggak, kok, tapi soon," balas Zena.

Lusi mempercepat langkah saat mendengar jawaban itu. "Jantung gue kenapa, sih...."

***

Sebelum pacar Gabrian mengintrogasinya terlalu dalam mengenai tragedi gandengan tangan, Zena langsung menjauh dan memilih jalan lain dari koridor kelas XI.

Dia tiba di dekat sebuah bangunan berloteng dan memandang ke atas. Sebuah tempat persembunyian baru untuk melarikan diri dari malasnya di kelas. Dia cukup berada di tengah-tengah, maka tak ada yang akan melihatnya di sana.

Setelah memikirkan semua kemungkinan itu, dia memanjat tembok yang tingginya hampir sama dengan tubuhnya sebelum akhirnya dia memanjat lagi untuk naik ke loteng tersebut hingga tiba di atas sana.

Seluruh bangunan Adi Bakti terlihat jelas dari tempatnya berdiri. Tatapannya tak sengaja tertuju ke seseorang yang tidak memakai seragam. Orang itu memakai tudung di kepala dari jaket yang dipakainya dan sedang berdiri di belakang kelas X-A, di bawah jendela. Orang itu sesekali menatap lewat jendela, seperti takut ketahuan oleh seseorang yang ada di dalam kelas itu.

Zena sontak menunduk. Satu lututnya bertumpu pada loteng. Dia mengernyit bingung ketika melihat orang itu mulai pergi dari sana. Dia menatap kepergian orang itu, lalu mengarahkan pandangannya ke satu titik di mana orang tadi berada.

"Kelas Lusi?" gumamnya.

***

Meski SMA Adi Bakti terkenal dengan siswa-siswinya yang datang pukul 9 dan pulang pukul 10, tetapi masih ada beberapa yang—sedikit—teladan di sana jika persoalan datang tepat waktu. Hanya saja, persoalan gosip-menggosip itu sama saja dengan sekolah lain. Bahkan lebih parah.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang