51 - kemunculan seseorang

3.4K 530 63
                                    

Taman SMA Phoenix yang luas, penuh pepohonan, dan selalu dijadikan sebagai area belajar kelompok selalu ramai saat istirahat maupun hari-hari biasa. Namun, karena baru saja waktunya pulang, hanya ada beberapa siswa maupun siswi yang terlihat duduk di bawah pohon sambil bercengkerama.

Zena dan Luna berakhir di sini. Setelah berpisah di kantin, Zena menghubungi Luna lagi dan menyuruh Luna untuk menemuinya di taman. Luna sudah siap dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Namun, setibanya di sana, dia hanya duduk diam sementara Zena tak mengajaknya bicara. Cowok itu bahkan sibuk dengan dunianya sendiri setelah menyuruh Luna untuk tidak ke mana-mana selain duduk di bangku taman saja. Tak lama kemudian Zena menyuruh Luna untuk mengikutinya berjalan mengelilingi taman. Lagi. Hanya saling diam.

"Apa masih lama? Aku harus pulang cepat karena ada janji jam 3 sore."

Zena menatap Luna di belakangnya. "Janji ketemuan sama pacar lo yang satunya?" tanya Zena.

Luna terlihat bungkam. Tak lama cewek itu menjawab dengan suara pelan. "Bukan yang satunya, tapi satu-satunya."

"Dua." Zena mengangkat dua jarinya dan berbalik untuk berhadapan langsung dengan Luna. "Gue yang kedua."

"Terserah." Luna menggerakkan mulutnya tanpa suara. Zena bisa tahu kata itu lewat bibir.

Mereka terus berkeliling tak tentu arah. Zena juga tak kunjung berhenti untuk sekadar beristirahat di bangku taman. Zena menghentikan langkahnya untuk melihat wajah kelelahan Luna.

"Capek?" Ditatapnya Luna dengan seringaian puas.

Luna tak menggubrisnya. Cewek itu hanya menolehkan kepala ke samping dengan raut datar.

"Lo mulai kelihatan nggak ada takutnya ya sama gue? Nggak kayak di awal-awal kita ketemu." Zena menaikkan alis. "Apa karena lo udah terbiasa?" Zena melipat kedua tangannya di dada. "Hari ini gue emang nggak begitu sadis, sih. Jadi, untuk pertemuan selanjutnya lo mesti nyiapin diri buat berhadapan sama gue lagi."

Zena menatap Luna dengan tatapan tajamnya. Pandangannya tertuju ke leher Luna dan melihat ada rantai kalung yang tak asing baginya. Zena kembali menatap Luna yang kepanasan karena sinar matahari. Saat akan mengatakan sesuatu, Zena harus mengurungkan niat itu karena ponselnya di dalam tas bergetar lama. Ada sebuah panggilan masuk. Dia mengambil ponselnya dan melihat nama yang tertera di layar.

Gabrian Esmond

Zena menerima panggilan itu. "Halo?"

"Jadi kumpul? Yang lain pada nanyain."

"Gue lupa. Di sini ada hal yang terlalu menarik sampai gue lupa yang lain. Seperti yang hari itu gue bahas bareng yang lain." Zena berkata dengan pelan, lalu melirik Luna yang masih diam. Dia sedikit menjauh dan kembali bicara. "Soal kumpul bareng anak Adi Bakti udah pasti bakalan jadi. Rudy dan Daffa udah pasti ikut?"

"Pasti. Cewek gue dan temennya juga ikut."

"Gayatri dan siapa tuh temennya? Hera? Here? Pokoknya itu lah."

"Iya, Hera."

"Oh, oke." Zena menoleh dan menangkap basah Luna sedang memperhatikannya. Kemudian Luna langsung berpaling ke arah lain. Zena menyipitkan matanya ke arah cewek itu dan mendengkus.

"Jadi, udah tahu bakalan kumpul di mana?" tanya Zena, kembali fokus pada pembicaraannya dengan Gabrian.

"Rumah Gayatri."

"Rumahnya cewek lo itu? Nggak jadi di rumah lo, ya?"

"Iya. Gayatri yang minta."

"Oke. Fix, di rumah Gayatri. Nanti malam. Jam delapan."

"Oke." Setelah itu, baik Gabrian maupun Zena mengakhiri panggilan. Zena berjalan menuju Luna yang sudah lama menunggu.

Dia melewati Luna. "Ayo pulang."

***

Zena tiba di rumah Gayatri tepat pukul 08.30 malam. Dia harus keliling mencari alamat rumah Gayatri yang ternyata salah karena posisi maps yang berbeda. Saat turun dari motor, Gayatri muncul di pintu dan berteriak memanggil namanya.

"Kak Zena! Lewat pintu masuk ya, nggak usah lewat samping. Semuanya pada kumpul di samping rumah soalnya." Gayatri membuka pintunya lebar-lebar.

Zena melangkah masuk ke dalam dan langsung menemui Gabrian, Rudy, dan juga Daffa yang belakangan ini jarang bertemu dengannya.

Ada meja panjang yang sengaja dikeluarkan di halaman itu beserta enam kursi yang siap mereka duduki. Gayatri masih mengipas daging di pemanggang sembari mengobrol panjang lebar dengan Gabrian yang membantunya.

Zena hanya duduk diam mengamati semua di sekelilingnya. Dia kemudian berdiri dan memilih untuk menyendiri di sisi halaman.

"Gue tahu apa yang ngebuat lo sedih ngelihat ini semua." Gabrian maju selangkah. Hingga dia dan Zena saling bersisian. "Rasanya baru kemarin Gayatri nggak bisa berhenti nangis karena Lusi."

"Iya, nggak terasa udah setengah tahun." Zena menghela napas saat menatap langit. "Rasanya bener-bener seperti baru kemarin. Waktu berjalan secepat itu."

Mereka kemudian sama-sama diam. Sampai Zena melihat ada sesuatu yang tidak beres di luar halaman rumah Gayatri. Zena berjalan pelan untuk memastikan dan melihat seseorang yang memakai sweter hitam bertudung sedang mengintip ke dalam halaman.

"Sepertinya ada yang lagi mantau dari luar." Zena berbalik menatap Gabrian.

Gabrian mengangkat alisnya. "Pencuri maksud lo?"

Zena mengangkat bahunya. "Biar gue yang urus." Lalu Zena melangkah cepat untuk memastikan siapa yang ada di sana. Namun, seseorang bersweter hitam itu langsung berbalik badan dan berlari. Zena tak tinggal diam. Dia menaiki pembatas halaman, lalu melompat keluar dari kawasan rumah Gayatri hingga mendarat di rumput. Zena berlari kencang dan tak butuh waktu lama dia bisa ada tepat di belakang orang bertudung itu.

Zena menarik bahu orang itu dengan kencang. Orang itu kewalahan dan membuat Zena secepat mungkin menarik tangannya. Zena memaksa orang itu untuk berbalik menghadapnya. Tangan Zena yang lain segera membuka tudung sweter dari kepala orang asing itu dengan paksa.

Setelah melihat wajah orang itu, Zena termenung.

"Lo...?"

***


thanks for reading!

love,

northaonie

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang