79 - takut kehilangan

3.2K 523 102
                                    


Zena mengulurkan tangannya sambil tersenyum yang segera ditepis oleh Lusi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zena mengulurkan tangannya sambil tersenyum yang segera ditepis oleh Lusi.

"Mau ngapain?" tanya Lusi sembari melirik sekitar. Ada guru yang baru saja lewat.

"Ya gandeng tangan lo?" Zena kembali berusaha memegang tangan Lusi. Namun, cewek itu segera berjalan lebih dulu dan membuat Zena hanya bisa menyembunyikan rasa kecewanya dengan kekehan kecil.

Tanpa peduli dengan respons yang diterimanya dari Lusi nanti, Zena dengan santainya merangkul leher Lusi. Lusi menatapnya tajam yang dibalas Zena dengan cuek.

"Kalau misal ada cewek yang berusaha ngerebut gue dari lo gimana?" goda Zena.

"Ya nggak gimana-gimana."

"Yakin?" Zena terkekeh geli melihat ekspresi kesal Lusi. Zena menggenggam tangan Lusi erat setiap kali ada cowok lain yang melirik Lusi terang-terangan. Dia tersenyum kecut. Dia bingung. Dia tidak ingin melepaskan Lusi, tak suka Lusi dekat dengan cowok-cowok lain, tetapi dirinya sendiri tak bisa menjauhi Sere.

Dia tak bisa membuat Sere kecewa karena Sere sudah tahu perasaannya yang sebenarnya. Niatnya untuk menjauhi Sere harus dia urungkan setiap kali melihat Sere bersedih. Zena benci dengan dirinya yang tak bisa mengambil langkah tegas.

"Kalau saran gue sih lo mending di SMA Phoenix aja." Zena berada di dua tangga di atas Lusi. Tangan mereka belum terlepas. Sementara Lusi sibuk menunduk malu menjadi tontonan siswa-siswi lain.

"Biar kita bisa ketemu tiap hari gitu?" tebak Lusi, seperti apa yang Zena katakan lewat telepon semalam. Ya, akhirnya Zena menghubunginya setelah Lusi mulai berpikir bahwa Zena sedang sibuk dengan Sere.

"Baru aja mau gue jawab." Zena berjalan mundur, masih tak mau melepas genggamannya sementara Lusi sibuk menarik-narik diri. "Ya ya ya?"

Lusi hanya menghela napas. Benar-benar bimbang.

"Kalau di Phoenix, gue traktir tiap hari, deh," kata Zena lagi.

Wajah Lusi langsung berubah. "Tawaran yang menarik. Tapi...."

"Tapi?"

"Kejuahan. Terus, gue jadi nggak bisa pulang cepet, dong."

"Gue yang tiap hari jemput dan antar pulang. Kalau mau cepet pulang, yuk bolos bareng aja."

Lusi menahan tawa. "Memang itu tugas lo sebagai pacar gue, kan? Antar jemput ke mana pun gue mau."

"Jadi, tugas gue cuma sebatas tukang ojek lo, nih?" Zena pura-pura kecewa. Lusi tertawa melihat ekspresi Zena yang jika orang lain lihat akan malas melihatnya. Lusi tak akan bosan melihat raut wajah itu. "Gimana kalau sekali antar dibayar dengan satu ciuman di pi—AW! SIAL!"

Zena refleks melepaskan genggamannya dari Lusi saat mendapat tendangan keras di tulang keringnya. Siswa-siswi yang melihat itu sontak terkejut. Kaget melihat seseorang yang pernah di-bully oleh Zena tiba-tiba membuat Zena melompat-lompat kesakitan.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang