73 - sakit hati

3.1K 495 48
                                    


Lusi tak kuasa untuk tidak menangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lusi tak kuasa untuk tidak menangis. Untung saja tangisnya tak pecah saat berhadapan dengan Shaq. Kata-kata Hera sangat menohok hatinya. Salahnya yang berbohong sedari awal. Sekarang, dia baru sadar bagaimana sakitnya menjadi Hera atau Gayatri. Dibohongi oleh sahabat sendiri untuk sebuah masalah yang jalan keluarnya ada yang lebih baik dibanding terus berpura-pura.

Jika Hera dan Gayatri ternyata sekecewa itu, lalu bagaimana dengan Zena?

Dia sudah berdiri di antara banyaknya tamu undangan Sere. Di antara tamu-tamu Sere yang hadir, hanya dia satu-satunya yang asing di sini. Dia tidak akrab dengan Sere. Mereka kenal karena Zena.

Dia datang bersama Shaq. Saat tiba di ruangan itu, Lusi sudah mendapati Zena mengobrol dengan Sere. Mereka mengobrol dan menjadi perhatian orang-orang sejak.

Lusi cemburu. Dia sudah tahu Sere menyukai Zena. Wajar bila saat ini dia sedang khawatir.

"Nggak baik-baik aja?" tanya Shaq.

Lusi tak begitu fokus. Dia segera menatap tempat Zena berdiri. Pandangan mereka bertemu beberapa saat. Itu adalah yang pertama kali saat Lusi memasuki rumah ini. Lusi memalingkan wajah dan menghela napas. Dia tidak salah lihat. Ada sorot marah di wajah Zena.

"Dia bakalan lagi nonjok gue andaikan nggak lagi ramai," kata Shaq. Lusi hanya menatapnya bingung. "Ingat tanding one bye one dengan Zena di lapagan indoor?"

Lusi hanya diam.

"Itu. Gue nawarin kesepakatan. Yang kalah bakalan ngejauh dari lo. Gue pura-pura bilang suka sama lo dan dia nggak percaya. Dia juga nggak mau nerima penawaran gue. Saat gue bilang gue bakalan nyatain perasaan ke elo kalau dia nggak mau tanding, dia langsung nerima penawaran dari gue." Shaq tertawa kecil. "Saking takutnya gue nyatain perasaan ke elo. Ujung-ujungnya dia kalah dan tetep nggak ngejalanin kesepakatan."

Lusi menggeleng. "Kok gue nggak tahu apa-apa?"

"Sori gue ngelakuin ini tiba-tiba. Habis, setelah lo jujur soal siapa lo sebenarnya, gue jadi pengin ngelihat secara langsung. Cemburunya itu sebenarnya karena Luna atau sebenarnya ... Lusi?" Shaq menaikkan alisnya serius.

Lusi tak bisa mengatakan apa pun. Dia hanya memikirkan setiap kata dari Shaq yang masih dia ingat, lalu dia tertawa setelah mencerna semuanya. Diliriknya Zena sekali lagi, tetapi yang dia cari tak ada di tempatnya berdiri tadi. Lusi memandang sekeliling dan tak menemukan cowok itu di mana pun.

"Bentar. Gue ke temen-temen gue dulu, ya. Mau ikut?" ajak Shaq. Lusi sontak menggeleng.

"Di sini aja, Kak."

Lusi benar-benar merasa asing saat duduk sendirian di kursi—yang untungnya—hanya ada dua orang lain di sana. Sementara yang lain tak ada yang sendirian. Semuanya memiliki pasangan mengobrol. Lusi melihat ke arah Zena dengan harapan Zena akan melihat seberapa jenuhnya Lusi yang sendirian. Namun, Zena tak sekali pun menatap ke arahnya. Cowok itu malah asyik mengobrol dengan Sere.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang