47 - sengsara

3.4K 553 62
                                    


Luna menunduk sejak turun dari mobil yang mengantarnya sampai di depan SMA Phoenix

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luna menunduk sejak turun dari mobil yang mengantarnya sampai di depan SMA Phoenix. Dari gerbang hingga melewati koridor-koridor, Luna tetap menundukkan wajahnya dan berusaha tak peduli dengan tatapan dari orang-orang. Luna tahu. Berita tentang cewek pirang si anak baru sudah tersebar sejak kemarin. Hari ini adalah hari kedua Luna di sana dan tentu makin banyak yang penasaran pada satu-satunya murid yang punya warna rambut berbeda di sekolah itu.

Luna memegang erat tali tasnya. Dia berjalan dengan langkah cepat agar segera tiba di kelas.

"Luna!" panggil seseorang. Luna mengerjap dan berhenti melangkah. Seseorang yang baru saja memanggilnya sudah tiba tepat di sampingnya. Luna melihat itu dan terkejut dengan kehadiran Sere yang tak disangka-sangka.

"Luna, kan, nama lo?" tanya Sere sembari tersenyum manis. Luna yang melihat senyum itu segera membuang jauh-jauh kekhawatiran yang sempat terbersit di benaknya.

"Iya...," balas Luna pendek. "Kak...," lanjutnya dengan suara yang sangat pelan.

Lewat ekor mata Luna, dia melihat Sere kembali tersenyum ramah. "Sebelumnya sori..., kemarin gue denger pembicaraan lo dengan Zena. Gue tahu Zena orangnya kayak gimana karena dia dan gue temenan udah lama." Sere menepuk pundak Luna pelan. "Kalau ada apa-apa atau kalau lo butuh bantuan, gue siap bantu, kok."

Luna tersenyum kaku. "Makasih, Kak."

"Gue bakalan berusaha ngebuat Zena berhenti gangguin lo." Sere menepuk-nepuk pundak Luna lagi. "Gue ke kelas dulu, ya. Ingat buat jangan sungkan-sungkan minta tolong ke gue, oke?"

Luna tersenyum melihat Sere yang mulai melangkah menjauhinya.

"Kenapa kamu mau bantu aku?" tanya Luna tiba-tiba.

Sere pun berhenti, lalu berbalik beberapa saat kemudian. Senyum manisnya mengembang. Ada tawa pelan yang terdengar keluar dari bibirnya. "Karena Zena temen gue dan gue nggak mungkin ngebiarin dia macem-macem ke anak baik kayak lo. Zena udah cerita apa permasalahannya dan dengan alasan balas dendam dia berniat gangguin lo, kan?"

Luna membenarkan.

"Terkadang, dia terlalu membesarkan masalah yang nggak seharusnya dibesar-besarin dan lagipula," Sere menggantungkan kalimatnya, "lo nggak mungkin salah. Zena cuma lagi dikuasai amarah."

Sere kembali berbalik ke depannya. "Duluan, Luna."

Luna mengangguk-angguk dan tanpa sadar dia melambaikan tangan pada Sere yang sudah tak melihatnya. Senyum Luna terbit saat itu juga. Dia tak menyangka bahwa Sere seramah itu.

Rupanya, Luna salah. Sere bahkan dengan senang hati mengulurkan tangan untuknya.

***

Luna baru keluar dari kelas setelah lima belas menit berlalu. Saat melangkah di koridor, dia sudah menyangka ada orang lain yang sejak tadi mengikutinya dari belakang. Dia segera berhenti dan berbalik.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang