57 - pasti cemburu

3.1K 453 108
                                    

Saat guru keluar dari kelas, Luna langsung berlari meninggalkan kelasnya. Jihan mengerti mengapa dia pergi terlalu cepat dari biasanya karena Luna sudah menceritakan apa yang akan dia lakukan hari ini, yaitu pulang bersama Shaq. Satu-satunya orang yang paling tepat membantunya selain karena Shaq mengerti tentangnya juga karena Shaq adalah orang terdekat Zena.

Saat melewati loker, Luna berhenti melihat ke tempat itu. Lantas mengingat surat yang dia terima beberapa hari. Awalnya, Luna ingin segera menuju Shaq saja. Namun, dia memutuskan untuk memastikan isi lokernya yang tak sempat dia buka.

Tepat saat loker itu terbuka, Luna melihat ada dua surat berwarna merah. Dengan buru-buru dia mengambil surat itu dan memasukkannya ke dalam tas sebelum Zena tiba-tiba muncul. Dia berlari ke parkiran di mana Shaq menunggunya di sana.

Luna berhenti dan menunggu di luar parkiran motor siswa saat dilihatnya Shaq sudah naik di atas motor putihnya. Tak lama kemudian, Shaq berhenti di hadapannya dan menyuruhnya untuk segera naik sebelum Zena muncul.

Ketika Shaq meninggalkan pelataran sekolah, Luna meringis dalam hati. Dia berhasil kabur untuk hari ini agar tidak pulang dengan Zena.

Shaq menghentikan motornya di depan lobi apartemen. Luna segera turun dan menatap cowok itu dengan canggung. "Makasih, Kak."

"Sama-sama," balas Shaq saat menaikkan kaca helm. "Lo ... ada janji hari ini?"

Baru saja Luna ingin berbalik, ucapan Shaq menghentikan niatnya. "Paling aku di kamar aja. Kenapa, Kak?"

"Mau jalan bareng gue nggak?"

"Jalan?" Luna mengerjap. "Ke mana?"

"Di dekat sini banyak tempat yang bisa dikunjungi. Mentok nonton, ngafe. Ngobrol biasa, sih."

"Mau." Luna kemudian menyengir dan merasa bodoh dengan tampang seperti itu di depan Shaq. "Aku masuk dulu, ya?"

"Nanti gue jemput, ya?" Shaq menaikkan alis. Luna mengangguk cepat dan melambaikan tangan.

"Bye, Kak...," kata Luna canggung. Dia pun masuk ke lobi dan Shaq meninggalkan tempat itu.

***

Perlahan-lahan sekolah ditinggalkan oleh para murid dan Zena masih bergeming di depan sebuah kelas yang kosong.

"Sial. Ke mana, sih, dia?" kesalnya. Dia menurunkan ponsel yang sejak tadi berusaha menghubungi nomor Luna sementara tak satupun panggilan darinya diterima oleh cewek itu.

Zena menghela napas. Dia berjalan kembali ke parkiran. Di sepanjang koridor, dia memikirkan perlakuannya pagi tadi kepada Luna.

"Dia marah banget nggak, sih?" gumamnya. "Yang tadi emang keterlaluan banget, tapi... ah, sial. Ngapain gue ngomong sendiri?" umpatnya.

Zena berhenti di parkiran yang sepi. Dia melihat Valdo masih setia duduk di atas motor, menunggunya.

"Lo nyari cewek itu dari tadi?" tanya Valdo.

"Emang siapa lagi kalau bukan dia?" Zena membuka mobilnya dengan kasar.

"Gue pikir lo ada urusan apa gitu tahunya cari cewek itu. Bukannya dia pulang bareng Shaq, ya?"

Zena berhenti. Sambil memegang pintu mobil, dia memandangi Valdo dengan alis bertaut. "Maksud lo?"

"Si Luna, bukannya dia pulang bareng Shaq? Tadi gue nggak sengaja lihat pas gue mau balik ke kelas. Luna naik ke motor Shaq dan apalagi itu kalau bukan pulang bareng?"

Zena terdiam.

Dan merasakan sesuatu yang mengoyak di balik dadanya.

***

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang