29 - musuh baru

4.4K 626 36
                                    


Zena dan ketiga temannya kembali menghabiskan waktu mereka di kelas tak berpenghuni sejak mata pelajaran pertama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zena dan ketiga temannya kembali menghabiskan waktu mereka di kelas tak berpenghuni sejak mata pelajaran pertama.

Ada yang menjadi tanda tanya di benak beberapa murid. Siswa-siswi di Adi Bakti heran melihat kadatangan dua murid yang pernah tidak akur. Sekarang malah sebaliknya. Bukan hanya sekadar seperti teman, mereka justru terlihat seperti dua orang yang baru saja pacaran.

Awalnya, kedatangan Zena yang merangkul Lusi dilihat oleh beberapa siswi yang sedang bergosip di koridor. Berita datangnya Zena dan Lusi untuk yang kedua kalinya menyebar dan membuat Rudy penasaran akan sesuatu.

"Gue jadi penasaran. Apa Lusi termasuk satu cewek yang lo jadikan mainan? Atau justru enggak?"

Rudy bertanya tiba-tiba. Perbincangan tentang senior di Adi Bakti yang memukul Daffa dan Gabrian kemarin sore akhirnya teralihkan. Daffa ikut melirik Zena setelah diberi pertanyaan seperti itu oleh Rudy.

Pertemanan mereka memang baru. Namun, mereka sudah mengenal satu sama lain. Zena memang pernah mengatakan bahwa selama ini, siapa pun cewek yang dia dekati alurnya akan tetap sama: dia mendekatinya, dia mengajaknya pacaran, kemudian memutuskannya secara sepihak.

Karena bagi Zena, mematahkan hati setiap perempuan yang diinginkannya akan membuatnya puas. Ada sensasi kesenangan tersendiri. Rasanya seperti bisa menyelesaikan permainan sebuah game jika semua berakhir dengan kata putus.

Mendengar pertanyaan itu, Zena mendengkus. Dia kembali mengingat awal pertemuannya dengan Lusi.

Lusi adalah mainan baru. Itu yang Zena tekankan di pikirannya sejak awal dia tahu siapa itu Lusi. Hanya seorang adik kelas menyebalkan yang entah kenapa, semakin hari semakin membuat Zena merasa terjebak oleh permainannya sendiri.

"Menurut lo gimana emangnya? Apa gue kelihatan ngedekatin dia buat main-main?" tanya Zena setelah jeda yang begitu lama.

"Menurut gue?" Rudy yang duduk di atas meja mengangkat alis. "Iya, kelihatan banget lo anggap dia mainan. Cara lo ke dia sama aja ke cewek yang lalu-lalu lo deketin. Cuma bedanya, Lusi emang kelihatan agak susah dibuat luluh sama cowok. Apalagi cowok kayak lo."

Zena tersenyum miring memandang plafon kelas yang terlihat bergaris karena bekas hujan. "Iya, dia emang agak susah dibuat luluh. Tinggal tunggu waktu aja dia jatuh ke pelukan gue."

"Jadi, beneran lo anggap dia mainan?" tanya Rudy lagi. Dia terlihat benar-benar penasaran.

Zena bangun dari deretan kursi yang dia jadikan sebagai tempat tidur. Tatapannya tertuju kepada Rudy. "Kapan gue bilang iya? Gue cuma bilang dia emang agak susah dibuat luluh."

"Jadi, intinya lo anggap dia mainan apa enggak?"

Zena mengangkat bahu. Rautnya terlihat tak suka ditanya-tanya. Berbeda dengan dulu setiap ditanya pertanyaan yang sama mengenai cewek, pasti dia akan menjawab dengan senang hati.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang