54 - shaquille cakrawangsa

3.1K 505 32
                                    

Setelah keluar dari toilet bersama Jihan, Luna memutuskan untuk ke ruangan lain selain kelas. Mereka berpisah saat Jihan naik ke lantai 2 sementara Luna berjalan menyusuri lorong. Hanya UKS satu-satunya tempat yang terpikirkan saat ini di benaknya. Di tengah perjalanan dia melihat Shaq.

Luna mempercepat langkah. Shaq berjalan pergi dari tengah koridor yang sepi. Sekarang masih proses belajar mengajar dan semua pintu kelas tertutup. Luna melihat Shaq memasuki sebuah ruangan yang tertulis Ruang Musik.

Niat Luna yang tadinya ingin segera mengucap terima kasih menjadi urung karena menganggap saat ini bukanlah waktu yang tepat. Pintu ruangan itu segera tertutup saat Shaq menutupnya dari dalam. Luna berbalik dan kembali menuju ke tujuan awalnya yaitu ruang UKS. Namun, saat mendengar suara pintu terbuka, Luna langsung menatap ke belakangnya dan melihat Shaq berdiri di depan pintu ruang musik sambil memegang sebuah gitar.

Shaq memandangnya dari sana dalam diam. Cowok itu entah kenapa tak juga melangkah dan hanya menatap Luna dengan bingung. Luna memainkan jemarinya sembari melangkah ke hadapan Shaq yang masih tak berpindah tempat.

Saat Luna berhenti tepat di hadapan Shaq, Luna memberikan seulas senyum tipis. "Terima kasih, Kak."

"Terima kasih buat?"

Luna sama sekali tidak menatap Shaq. "Seragam yang aku pakai sekarang."

Tak ada suara. Luna mendongak dan melihat Shaq yang mengangguk. "Sama-sama. Gue duluan."

Luna mengangguk ketika Shaq melewatinya. Dia berbalik menatap punggung cowok itu. Sebelum Shaq menjauh, Luna segera berteriak. "Kak!"

Shaq menghentikan langkah dan berbalik. "Ya?"

"Kakak tahu nggak apa ruang musik ini bakalan digunain murid lain nanti?" tanya Luna, harap-harap cemas.

"Gue nggak tahu, sih. Memangnya kenapa?"

"Enggak, kok." Luna menggeleng. "Permisi, Kak." Luna berbalik, memilih jalan yang berlawanan arah dengan Shaq.

"Mau nebeng di dalam? Ke sana aja. Palingan ruang musik dipakai kalau nggak jam belajar."

Ucapan Shaq membuat Luna berhenti melangkah. Dia tersenyum senang. Ada harapan untuk menghindar dari Zena. Dia sudah meminta Jihan untuk menyimpan tasnya di loker miliknya ketika pulang.

"Nggak dikunci, kan?" tanya Luna sembari melangkah ke arah Shaq. Yang ditanya langsung menggeleng.

"Enggak."

"Terima kasih sekali lagi, Kak." Luna menunduk dan segera membuka pintu ruang musik. Pemandangan menakjubkan ruang musik membuatnya merasa senang. Ada beberapa alat musik di dalam sana yang membuatnya sangat ingin menyentuhnya satu per satu. Terutama piano yang ada di sudut ruangan. Mengingatkannya dengan pioano di apartemennya yang sudah satu bulan ini tidak dia sentuh.

Luna mendengar suara di belakangnya. Dia pun menoleh dan melihat Shaq berdiri di ambang pintu.

"Lo ... keberatan nggak kalau gue gabung?" tanya Shaq.

"Gabung?"

Shaq mengangguk. "Bareng lo. Gue sebenarnya males ke kelas."

Luna menggaruk tengkuknya. Dia akhirnya mengangguk dan Shaq langsung menutup pintu setelah masuk ke ruangan itu.

Awalnya, mereka sama-sama diam. Luna berjalan menuju piano, lalu duduk di kursi dan jemarinya langsung bermain di atas tuts piano. Shaq yang tadi mulai memetik gitar dengan asal karena bosan, akhirnya berhenti. Luna juga langsung berhenti karena mendengar suara gitar yang sudah pasti dimainkan oleh Shaq.

Shaq mendengkus. "Lanjutin aja. Lo bisa main piono? Bisa sambil nyanyiin lagu?"

"Ah, aku nggak terlalu bisa, sih." Luna tertawa kikuk. "Aku paling cuma tahu chord dari lagu Twinkle Twinkle Little Star."

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang