by northaonie
part of zhkansas
...
Luna melambaikan tangan. Dia tersenyum lama sampai Shaq menghilang dari pandangannya. Luna berbalik menuju lobi dan terus menuju lift sambil memikirkan setengah hari ini bersama Shaq. Sehabis belajar, dia diajak untuk ke bioskop. Apa yang terjadi hari ini terkesan seperti pendekatan, tetapi Luna tidak mengartikan pertemuan mereka seperti itu. Luna masih ingat Rama, pacarnya.
Lagipula, Luna bukan tipe cewek yang memacari banyak cowok. Lupakan soal Zena yang selalu saja menganggapnya sebagai pacar dan mau dianggap sebagai pacar kedua. Terserah apa kata Zena karena Luna tak akan peduli soal status mereka berdua.
Luna berhenti di lift. Sebelum pintu lift itu tertutup, Luna terkejut saat melihat Zena yang menerobos pintu lift hingga cowok itu berhasil masuk dan berdiri di sampingnya. Luna berdiri tegang. Apa yang Zena lakukan di sini? Menunggunya? Mengikutinya sejak tadi? Atau apa?
Dipegangnya dengan erat tasnya untuk meredakan rasa gugup itu. Namun, dia tidak berhasil karena tak lama setelah itu dia berteriak nyaring ketika Zena mendorongnya ke dinding lift.
"Minggir!" Luna menahan napas dan memejamkan mata saat merasakan napas Zena terasa di depan wajahnya.
"Udah," kata Zena. Suaranya terasa jauh. Luna membuka matanya perlahan dan melihat Zena sudah menjaga jarak dengannya. Zena tersenyum geli.
"Lo pikir gue mau ngapain lo? Nyium lo dan jadi tontonan petugas CCTV?" Zena mendengkus. "Enakan di dia. Ruginya di kita."
"Maksud kamu?" Luna masih merapatkan diri di dinding lift saat bertanya. Kalimat terakhir Zena membuatnya merasa takut. Zena hanya mengangkat bahu tanpa menjawab dengan kata-kata.
"Kamu ngapain ngikutin aku!" bentak Luna lagi, memancing tawa Zena kembali.
"Benar-benar udah berani, ya, lo? Sekarang udah jago bentak-bentak," kata Zena tanpa memandangi Luna sedikit pun. "Gue mau ke unit gue. Emang cuma lo doang yang tinggal di sini?"
Luna terdiam. Jadi, Zena sudah tahu dia tinggal di sini? Luna berjalan ke samping dan berhenti di dinding lift untuk menyandarkan punggungnya di sana. Dia menunduk dan menghela napasnya. Benar. Dia lupa Zena juga tinggal di sini, seperti kata Rama waktu itu yang menyuruhnya untuk hati-hati karena meski Zena jarang tinggal di apartemen, Zena tetap harus dia waspadai agar tidak sampai berpapasan.
"Jadi, lo waktu itu sengaja gue turunin di tempat lain?"
Luna tidak memedulikan pertanyaan Zena. Pintu lift sudah terbuka setelah sekian lama mereka saling diam di dalam sana. Luna segera melangkah. Dia tidak menyadari kehadiran Zena di belakangnya, yang dia pedulikan hanya bagaimana cara agar dia cepat sampai di kamarnya dan segera mengunci pintu.
Dia baru sadar bahwa Zena mengikutinya ketika mendengar langkah sepatu yang semakin mendekat. Tepat saat Luna selesai menekan password, dia berbalik dan melihat Zena sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Ngapain kamu ngikutin aku?" Luna bertanya dengan suara pelan.
"Mau ngapel," balas Zena cepat.
"Pergi nggak."
"Nggak. Gue bilang gue mau ngapel," balas Zena lagi dengan tampang menyebalkannya. Wajah itu berhasil membuat Luna menggeram kesal. Zena tersenyum puas.
"Pacarku bakalan datang malam ini. Jadi, aku mohon kamu pergi!" bentak Luna lagi.
"Pacar?" Zena menaikkan alis. Raut wajahnya tiba-tiba berubah. "Malam ini?"

KAMU SEDANG MEMBACA
DELUSI
RomansaSELESAI ✔️ Lusi menghapus air matanya segera dan menyesali keasyikannya yang larut dalam tangis, lupa dengan siapa dia berada di ruangan yang tengah terkunci ini. Masih duduk menekuk lutut, perlahan kepalanya tertoleh ke kiri dan menemukan cowok yan...