42 - flashback

4.4K 664 35
                                    

SEASON 2 DELUSI: FRAGMEN

Beberapa bulan sebelumnya.

Lusi membaca ulang kalimat demi kalimat yang sudah dia ketik untuk dia kirimkan ke Zena. Tak terasa air matanya mengalir di pipi hingga jatuh ke tangan. Sejak tadi hatinya tidak tenang. Rasanya tak rela untuk pergi sementara intuisinya sendiri tak yakin untuk bisa kembali ke Indonesia. Dia akan pergi ke negara di mana papanya bersembunyi. Dia akan hidup bersama buronan polisi, pembunuh orang yang dia sayangi. Dia akan tinggal dengan papanya, orang yang paling tidak ingin dia temui di dunia ini sampai kapan pun itu. Lusi tak tahu semua akan berakhir seperti ini. Pada akhirnya, sejauh apa pun dia akan bersembunyi, dia tetap akan ketahuan oleh papanya.

Setelah menekan tombol kirim, Lusi segera menghapus pesan itu dan mengembalikannya kepada pria di depan. Lusi membuka pintu mobil dan turun dari sana bersama tangan kanan papanya. Para pengawal itu berdiri mengawasinya di sepanjang dia berjalan menuju pintu gudang.

Di depan gudang ada pengawal lain. Lusi pikir itu adalah pengawal Rama yang dimaksud Luna. Seorang pengawal Rama melarang pengawal papanya Lusi untuk ikut masuk. Pengawal Rama berbincang dengan tangan kanan papa. Lusi hanya dengar bahwa pengawal Rama melarang orang-orang papa untuk masuk. Hanya Lusi yang dibiarkan untuk masuk.

Tangan kanan papa menatap Lusi dengan lirikan penuh ancaman hingga membuat Lusi merasa takut. Lusi memalingkan wajahnya ke pintu.

"Baik. Hanya sepuluh menit. Kalau Lusi tidak keluar, kami akan menerobos untuk masuk."

Setelah itu, Lusi melihat pengawal Rama mengangguk dan segera menghampirinya. Lusi bisa melihat tatapan penuh ancaman pria yang merupakan tangan kanan papanya itu. Lusi sadar dialah yang mendatangi nenek dan mengancam nenek hingga nenek menginginkannya untuk pergi.

"Ayo masuk," ajak pengawal Rama. Lusi segera beralih ke pintu yang terbuka setengah. Dia masuk sendirian dan pintu langsung ditutup rapat. Penjagaan benar-benar ketat. Rama benar-benar menjaga Luna dan membuat Luna tak pernah ketahuan selama ini.

Lusi melangkah pelan menatap ke sekelilingnya. Hanya ada beberapa pengawal lain, selain itu tak ada siapa-siapa. Di sana penuh dengan barang-barang. Seseorang datang menghampirinya dan mengajaknya pergi ke suatu tempat.

Tiba di sebuah ruangan yang pintunya tertutup, langkah Lusi berhenti. Dia tidak siap untuk bertemu dengan seseorang yang selama belasan tahun tidak pernah bertemu dengannya. Mungkin hanya saat mereka dalam kandungan.

"Luna ada di dalam."

Pengawal membuka pintu dan menyingkir. Lusi mulai melangkah kaku. Hingga pintu itu kembali tertutup, memberikan privasi di antara dirinya dan seseorang yang sedang dia pandangi sekarang.

Di sana, di jarak yang kurang dari tiga meter, seseorang yang sangat mirip dengannya berdiri menatapnya juga. Lusi menatap Luna tanpa berkedip. Matanya berkaca-kaca. Pun dengan Luna yang sudah mengeluarkan air mata.

"Ka—kamu ... Luna?" Lusi terbata. Lidahnya kelu. Tatapannya tak lepas dari mata cokelat terang milik seseorang yang dia pandangi.

Luna mengangguk. Senyuman terbit di wajahnya bersamaan dengan langkah pelan menuju ke arah Lusi.

"Aku nggak pernah lihat kamu sedekat ini," kata Luna pelan. Dia masih sempat tersenyum disaat air matanya terus mengucur deras.

"Aku juga...," balas Lusi kaku. Dia terus mengamati wajah Luna setiap incinya. Dia seperti bercermin. Tak ada pembeda, semuanya terlihat sama. Iris mata, rambut. Semuanya sama.

"Aku boleh meluk?" tanya Lusi pelan.

Tanpa anggukan, Luna berjalan mendekatinya. Memeluknya erat dan menangis kencang. Lusi ikut menangis saat kedua tangannya melingkar. Hatinya terasa sesak dengan beberapa hal yang terpikirkan di benaknya.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang