38 - di atas tempat yang tinggi

4.3K 611 39
                                    

Zena tak tahu lagi kenapa dirinya bersikap seperti itu di depan Gabrian. Harusnya dia biasa saja, toh dia pun dan sahabat-sahabatnya yang lain pun tahu bagaimana Gabrian sangat menyayangi Gayatri.

Dirinya cemburu pada Gabrian? Zena mendengkus. Kenyataannya, saat melihat Lusi dekat dengan cowok lain dia tidak terima. Malam ini pun dia kembali ingin bertemu Lusi dengan alasan ingin belajar, padahal Zena hanya ingin bertemu karena merindukan cewek itu.

Malam ini, dia ingin mengajak Lusi pergi ke suatu tempat. Tempat yang bahkan tidak pernah Sere pijaki.

Zena mengambil jaketnya dan segera turun dari kamar. Di tangga itu dia berpapasan dengan Rama. Zena tidak mau melihat, pun dengan Rama yang seolah-olah sedang berjalan sendirian.

***

Ketuka pintu dari luar membuat Lusi yang tadinya duduk di kursi segera menuju ke pintu. Dia membuka pintu rumahnya dan tersenyum melihat kedatangan Zena. Dia membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakan Zena untuk segera masuk.

Belum duduk di kursi, Zena langsung bicara. "Malam ini nggak usah belajar, ya."

"Kenapa?" Tatapan Lusi beralih ke Zena. "Bukannya malam ini lo harus belajar?"

"Kali ini aja." Zena menatapnya lembut. "Kita keluar. Gue mau nunjukin lo sesuatu dan ngobrol banyak hal."

"Ke mana?"

"Ada. Cepetan ganti baju. Gue tunggu."

Lusi mengangguk. Meski dia tidak tahu Zena akan membawanya ke mana, tetapi dia tetap berlari kecil ke kamarnya untuk ganti baju. Ada rasa senang saat Zena akan mengajaknya pergi berdua. Dia berharap kali ini mereka benar-benar berdua, tanpa ada pengganggu. Sungguh. Lusi masih kesal dengan kedatangan Sere malam itu.

Setelah selesai memasang sweter dan bersiap untuk keluar dari kamar, Lusi teringat tentang surat dari L yang belum dia baca. Lusi melangkah kembali ke mejanya dan mengambil sebuah surat yang terselip dari buku.

Lusi ingin membacanya sebentar saja. Dia membukanya dan terkejut karena apa yang tertulis di sana.

Hai.

Aku senang kamu punya pacar. Dengan begitu, aku nggak perlu khawatir karena ada yang bisa menjagamu walaupun nggak menjagamu 24 jam. Setidaknya, ada.

Aku senang cowok itu adalah Zena. Orang yang selama ini aku harap bisa menjagamu.

Mungkin sekarang kamu bingung, tapi suatu saat aku akan ceritakan semuanya. Aku cuma takut kalau aku jujur sekarang tentang siapa diriku, kamu justru makin bingung dan akan mencariku karena kita nggak pernah bertemu hingga detik ini. Aku rasa ini yang terbaik.

Lusi, jangan pendam sendiri mengenai surat-surat ini. Ceritakan ke orang lain. Ceritakan ke seseorang yang telah merawat kamu selama ini. Atau ceritakan ke Zena.

Hidup kamu sudah terlalu berat untuk memikulnya sendirian.

L.

"Dari mana dia tahu?"

Tangan Lusi lemas setelah membaca semuanya. Di menurunkan tangannya ke meja dan melepaskan surat itu di sana. "Dia siapa, sih?" tanyanya.

Semuanya tak akan langsung terjawab sekarang. Lusi mencoba menenangkan diri dan segera meninggalkan kertas itu untuk keluar dari kamarnya menuju Zena yang telah menunggu.

***

Di sepanjang perjalanan menuju ke tempat yang Zena tuju, Lusi diharuskan menutup mata. Dia hanya mendengar suara kendaraan-kendaraan yang lalu lalang. Hingga motor itu memasuki sebuah tempat yang Lusi tak tahu di mana. Lusi hanya menutup matanya. Tak ingin ingkar seperti janjinya kepada Zena.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang