36 - cemburu buta

4.4K 613 50
                                    

Istirahat ini Lusi memutuskan untuk langsung ke perpustakaan karena Zena tidak datang ke kelasnya. Biasanya Zena akan ada di luar kelas Lusi sebelum kelas Lusi selesai. Dia selalu berdiri dan bersandar pada pilar. Namun, tadi Lusi tak melihat kehadiran cowok itu sama sekali.

Entah kenapa, Lusi hanya merasa bahwa Zena sedikit berubah dan ... menjauh.

Lusi menggeleng pelan. Dia mencoba berpikir positif bahwa itu hanya pemikiran yang muncul tiba-tiba karena kecemburuannya kepada teman Zena yang bernama Sere.

Bagaimana pun, dia merasa tak ada apa-apanya dibanding Serena yang seorang model. Sekolahnya juga ternama. Dia juga pintar dan sepertinya berasal dari keluarga terpandang. Lusi membuang pikirannya tentang Sere dan fokus pada apa yang dia lakukan saat ini.

Hanya ada dia satu-satunya siswi di perpustakaan itu. Dia berjalan dari rak ke rak untuk mengembalikan buku pinjaman ke tempat semula. Tinggal satu buku lagi. Lusi berhenti di rak yang tinggi. Dia mendongak sembari berjinjit. Tangannya naik ke atas berusaha menaruh buku, tetapi dia kembali menurunkan tumitnya karena tak sampai.

"Sini gue yang simpan," kata seseorang.

Belum sempat Lusi menatap cowok itu, buku di tangannya sudah berpindah ke rak teratas. Lusi menoleh dan tersenyum tipis saat menyadari siapa.

"Makasih, Kak. Kak Gabrian kok bisa di sini?" tanya Lusi bingung. Setahunya, Gabrian sama saja dengan Zena. Tak suka belajar.

"Nyariin lo," balas Gabrian sambil menatapnya tanpa ekspresi.

Lusi malah bingung dengan jawaban itu.

"Tumben nggak bareng Zena." Gabrian berujar lagi.

Lusi mengalihkan tatapannya ke lain arah. "Kak, Zena emangnya di mana?" tanya Lusi pelan.

"Lo kan pacarnya. Masa nggak tahu."

"Ya, itu. Handphone gue kan udah rusak. Jadi, nggak bisa tahu Zena di mana." Lusi mengangkat kedua bahunya. "Dan bagaimana," katanya lagi dengan suara pelan. Lusi dengan cepat menghadap Gabrian saat teringat sesuatu. "Oh, iya. Tadi kenapa Kak nyariin gue?"

"Lo bisa kan pake kamera?"

"Bisa."

"Ada acara teater yang diadain klub seni sepupu gue. Lo tahu kan Hera udah lama gabung di sana dan bentar lagi ada pentas teater? Dia bareng timnya bakalan jadi pembuka untuk tarian."

"Tahu." Lusi mengangguk. Tiba-tiba dia merasa antusias mendengar apa yang akan Zena katakan selanjutnya. "Jangan-jangan gue mau direkrut juga?"

Gabrian mengangguk. "Lo bisa untuk dokumentasi. Siap?"

"Siap! Ya ampun!" Lusi tak sadar berjingkrak karena terlalu senang. Tersadar bahwa Gabrian sejak tadi hanya memandangnya tanpa senyuman, Lusi segera bersikap biasa saja.

Gabrian mengisyaratkannya untuk segera keluar dari perpustakaan itu. Gabrian mulai berjalan dan Lusi mencoba menyejajarkan langkah mereka. Lusi bahkan tak tahu Gabrian ingin ke mana. Dia hanya mengikut saja.

"Gayatri gimana? Dia ikutan juga?" tanya Lusi saat mereka sama-sama keluar dari perpustakaan.

"Dia mana mau ikutan kayak gituan. Katanya mending jalan-jalan," balas Gabrian pelan. Jika bicara soal Gayatri, pasti Gabrian selalu tersenyum.

Mereka berbincang kembali sampai tak sadar ternyata Gabrian berjalan menuju kelas Lusi. Di sepanjang koridor itu Gabrian juga membahas sebuah tempat bimbingan belajar milik keluarganya dan dia berencana untuk membantu Lusi mengajar di sana meski Lusi masih seorang siswi SMA. Semua itu juga atas saran Gayatri yang ingin membantu Lusi.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang