15 - penculikan

5.6K 809 16
                                    

Di antara meja makan itu, Lusi dan Nenek makan dalam keheningan. Biasanya Lusi akan membahas sesuatu bersama neneknya. Malam ini tak seperti biasanya dan Nenek memperhatikan kejanggalan dari Lusi sejak tadi tanpa dia sadari.

Selama satu hari ini, Lusi selalu gusar. Di kepalanya selalu terbayang akan SMA Phoenix dan rencana pengurusan kepindahannya. Meski belum pasti, tapi pindah ke Phoenix sebelum memasuki semester genap kelas X adalah rencananya. Sebuah rencana yang tak terpikirkan sebelumnya. Di sisi lain, dia bingung apa harus meninggalkan Hera, Gayatri, dan SMA Adi Bakti.

Hingga makan malam itu berakhir, Lusi tetap lebih banyak bungkam. Dia mengangkat piring kotor dari meja dan segera mencucinya. Di balik itu, Nenek tetap di sana dan memperhatikan Lusi, mencoba mempelajari apa yang terjadi pada gadis remaja itu.

Setelah selesai dengan urusan dapur, Lusi melangkah menuju Nenek dan mulai mendorong kursi rodanya.

"Lusi," panggil Nenek lembut.

Lusi memelankan kursi roda dan menunduk sedikit. "Kenapa, Nek?"

Sekilas, Nenek tersenyum saat mendongak ke atas, menatapnya. "Harusnya Nenek yang tanya kenapa?"

Lusi ikut tersenyum. Selalu seperti itu; Nenek akan paham bahwa Lusi sedang memikirkan sesuatu atau Lusi sedang tidak baik-baik saja.

Lusi menghentikan kursi roda dan memutarinya. Dia berjongkok di depan kursi itu dan memegang kedua tangan Nenek. "Soal sekolah aku."

"Kenapa dengan sekolah kamu?"

"Sepertinya aku mau ngurus kepindahan. Rencananya aku pengin pindah dari Adi Bakti. Itu nggak apa-apa, Nek? Sekolahku nanti makin jauh. Dulunya aku pikir, dengan sekolah di Adi Bakti akan mengurangkan sedikit beban karena deket dari rumah. Tapi...." Lusi tak tahu lagi harus mengatakan apa. Dia menggigit bibirnya.

Nenek mengelus rambut pirang Lusi dengan penuh sayang. "Nenek pernah bilang, kalau kamu nggak niat di Adi Bakti jangan sekolah di sana. Sesuatu yang diawali tanpa niat, ujungnya nanti akan membuat kamu menyesal, gelisah."

Lusi menghela napas panjang. "Menurut Nenek gimana? Aku pindah ke Phoenix. Aku belum tentu diterima di sana, sih. Tapi, kalau rencana pindah ke sana jadi, aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk masuk ke sana."

"Kamu pernah bilang, salah satu impian yang ingin kamu capai itu, kamu ingin sekolah di SMA Phoenix."

Lusi kembali mengingat masa-masa SMP. Di mana dia mendengar SMA Phoenix pertama kali dan bermimpi untuk menjadi salah satu siswi di sekolah itu suatu hari nanti.

"Banget, Nek," balas Lusi saat dia berdiri. Dia melanjutkan jalannya.

Nenek memegang tangannya. "Apa pun yang terjadi, semoga itu yang terbaik."

Apa pun yang terjadi, semoga itu yang terbaik.

Kalimat yang selalu Nenek ucapkan saat pikiran Lusi sedang kalut.

Lusi hanya bisa tersenyum. Setibanya di kamar, dia menuntun Nenek berdiri hingga menidurkannya di atas ranjang. Sebelum keluar dari kamar itu, Lusi menyelimutinya, mencium keningnya sembari tersenyum dan berkata, "Tidur yang nyenyak, Nek."

Dia menuju kamarnya untuk mengambil sweter putih favorit yang menggantung di belakang pintu. Malam ini dia akan ke toko.

***

"Iya, gue serius! Percaya deh, dia itu ada ketertarikan sama lo. Gue tuh tahu tipe-tipe kayak Kak Zena."

Satu sudut bibir Lusi terangkat karena mendengar kata-kata Gayatri. Belasan menit yang lalu Lusi menelepon Gayatri. Niatnya agar ada yang menemaninya bicara. Namun, yang terjadi selanjutnya malah sahabatnya itu langsung menyerocos, membahas segalah hal tentang Zena.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang