91 - perintah

2.9K 462 40
                                    

Seseorang duduk di kursi roda yang menghadap langsung ke monitor-monitor. Setiap monitor memperlihatkan sebuah ruangan yang dipasangi kamera tersembunyi. Salah satu monitor mempertontonkan Lusi yang sedang meringkuk di atas tempat tidur. Dia pasti menangis, pikir pria itu. Namun, pria itu yakin Lusi tidak akan mudah cepat menyerah untuk bisa keluar dari sana.

Suara sepatu hak tinggi beradu dengan lantai sebuah ruangan. "Bryan sudah datang, Tuan."

"Suruh dia masuk." Mata pria itu masih tak lepas dari apa yang dipandanginya sejak tadi saat Bryan memasuki ruangannya. Suara pintu ditutup. Bryan berdiri di sampingnya sambil menunduk sopan.

"Semuanya berjalan lancar, Bos," kata Bryan.

Pria itu mengangguk. Tatapannya berpindah pada monitor yang memperlihatkan Tobias memasuki vila sambil membawa barang-barang belanjaan.

***

Meski sejak tadi Lusi meringkuk seperti bayi dengan mata tertutup, tetapi dia tidak tertidur. Dia terus terjaga berharap laki-laki mirip Zena itu segera datang. Di sini sangat sunyi dan Lusi jujur dia takut.

Bunyi dering telepon rumah buru-buru menerima telepon itu. Sejak tadi telepon rumah itu tak bisa dia pakai. Beberapa saat setelah seseorang mengakhiri panggilan itu, Lusi sama sekali tak bisa memakai telepon itu lagi.

Lusi menerimanya dengan tangan gemetar.

Ini benar-benar menakutkan.

"Ha... halo?" gumamnya.

"Lusi, dengar perintah saya. Jika kamu ingin selamat, maka jangan pernah menyebut Tobias adalah Zena."

"Lo siapa, sih?" Lusi berusaha menahan amarah dan takut yang bercampur. "Apa maksud dari ini semua?"

"Karena kalau kamu sampai membahas Zena di depan Tobias lagi, maka bukan hanya kamu yang akan kena getahnya, tapi juga Zena."

Lusi gemetar. "Zena? Apa maksud lo bawa-bawa nama Zena lagi, Berengsek!"

Seseorang di seberang sana terdiam. Lusi frustrasi dan berteriak tertahan oleh suaranya yang tersendat. "Jawab!"

"Karena Tobias memanglah Zena. Jadi, ikuti kata saya atau kalian berdua akan berakhir membusuk di vila itu sebelum Zena tahu siapa diri dia sebenarnya."

***

Lusi terdiam kaku di ujung tempat tidur. Dia duduk menghadap pintu yang masih terkunci dari luar. Perasaannya sedang kacau. Suara berisik dari laki-laki yang katanya adalah Zena tak lagi membuat Lusi ketakutan karena sendirian. Apa yang dilakukan laki-laki itu sekarang? Beberapa benda jatuh diiringi umpatan-umpatan kasar dari laki-laki itu membuat Lusi mengingat lagi kejadian-kejadian lalu.

Zena benget, batinnya.

Suara kunci digerakkan, gagang pintu tertarik ke bawah, lalu pintu itu terbuka lebar. Hal pertama yang tak lepas dari penglihatan Lusi adalah kaki Zena lah yang mendorong pintu itu agar terbuka. Kedua tangan Zena penuh. Di tangan kanan Zena ada nampan yang di atasnya terdapat sepiring makanan dan botol mineral kecil yang sudah jatuh. Di tangan kiri terdapat satu kantong besar makanan ringan.

Lusi memandang nanar. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Di sini, mereka diawasi.

"Ada gitu ya penculik yang jadi pelayan sekaligus buat sanderanya?" tanya Zena, menarik kursi dengan kakinya kemudian dia duduk di sana. Nampan itu dia simpan di samping Lusi sebelum dia duduk di kursi yang sengaja dia arahkan di ambang pintu. "Makan."

Lusi menoleh ke samping. Hanya ada nasi dan telur goreng. "Telurnya nggak asin, kan?"

Zena memasukkan makanan ringan rasa kentang ke mulutnya sambil menaikan alis. "Harusnya lo nggak perlu mempertanyakan itu. Kalau gue mau racunin lo udah dari tadi."

Pandangan Lusi tak lepas dari sesuatu yang dipegang Zena. Lusi meneguk ludah. Lusi sadar Zena menyadari tatapannya. Kemudian, laki-laki itu tersenyum penuh arti.

"Enak banget." Bunyi krauk krauk, begitu gurih sampai ke telinga Lusi. "Tapi ini punya gue."

Lusi lapar, tapi perutnya belum keroncongan ditambah dia yang sedang tidak nafsu makan. "Nama lo siapa?" tanya Lusi, mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Kenapa lo nanya nama orang yang nyulik lo?" Zena menyandarkan punggung di sandaran kursi. Kedua kakinya bertumpu dan tertahan di atas gagangp pintu. "Oh, lo mau ingat nama penculik lo. Biar kalau lo berhasil kabur, lo bisa ngelaporin gue ke polisi?"

"Nama lo siapa." Sekali lagi Lusi bertanya dan pertanyaan itu membangunkan Zena dari kursinya. Dia tampak marah. Lusi jujur takut. Meskipun seseorang yang berdiri di hadapannya adalah benar-benar Zena, tetapi di satu waktu dia terlihat bukan Zena melainkan sosok yang menyeramkan.

"Apa kita pernah ketemu sebelumnya sampai lo terus-terusan nanya nama gue?"

Lusi berpaling. "Enggak."

"Ya, terus?"

"Gue cuma pengin tahu nama lo." Lusi tersenyum, lalu mendongak. Melihat Zena yang sedang berdiri. "Kalau gue nggak tahu nama lo, nanti gue tinggal panggil Berengsek. Hai, Berengsek. Gue pengin makan roti."

Zena mendengkus lalu diam. "Makan. Kalau nggak lo habisin gue nggak bakalan ngasih lo makan tiga hari ke depan." Setelah berkata demikian, Zena mengambil barang-barangnya dan keluar dari kamar itu. Mengunci Lusi sendirian di dalam sana.

***

Zena bingung harus melakukan apa. Maka, dia hanya berbaring di sofa, mengganti-ganti siaran televisi, memakan makanan ringan yang kulitnya sudah berhamburan di mana-mana, beberapa botol minuman keras pun siap menemaninya sepanjang malam di atas meja, beberapa bungkus rokok, pematik. Semua itu adalah surga. Akan tetapi, satu yang tiba-tiba terpikirkan.

Apa tujuan Bryan menyewanya untuk menculik perempuan bernama Lusi?

Zena agak terganggu dengan itu. Dia menghubungi Bryan dan hanya ada suara operator yang mengatakan nomor itu sedang tidak aktif. Ini adalah kali kedua nomor Bryan tidak bisa dia hubungi.

Dering telepon mengganggu konsentrasi Zena menonton film. Dia mendongak malas. Telepon rumah berbunyi di meja dekat dinding, agak jauh dari posisinya berbaring. Mau tak mau dia segera berdiri. Dia teringat dengan Bryan, lalu buru-buru menerima panggilan telepon itu.

"Halo?" sapa Zena, tetapi tak ada suara. "Halo?"

Zena berdecak. "Mau mati, ya?"

Panggilan itu diakhiri oleh seseorang yang entah siapa. Yang jelas, membuat Zena emosi.

***


thanks for reading!

love,

northaonie

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang