12 - iblis pengganggu

6.5K 819 36
                                    

Kesal. Lusi tak tahu lagi apa yang ada di otak Zena. Seandainya Lusi tak sampai berpikir jauh, maka sejak tadi Lusi sudah melampiskan kekesalannya dengan memukul cowok itu. Dia berharap bisa menginjak-injak wajah Zena saat ini juga.

Lusi meneruskan langkahnya menuju kantin. Tingkah laku siswa-siswi Adi Bakti di kantin itu membuat Lusi ingin memutar balik seandainya bukan kaena paksaan Gayatri yang lagi-lagi mengirimkan pesan bertubi-tubi kepadanya. Siswi yang memakai rok dengan potongan pendek memperlihatkan setengah dari paha adalah salah satu hal yang menganggu, tapi Lusi ingin bersikap masa bodo. Hanya saja satu hal yang tidak bisa dia tolerir lagi yaitu cowok-cowok yang duduk di sudut kantin dan asyik mengisap rokok. Rokok itu mengotori ruangan kantin Adi Bakti yang kecil.

Lusi kembali mencoba masa bodo dengan semua yang ada. Perutnya lapar dan ingin diisi meski hanya sepotong roti dan segelas air mineral. Pandangannya menyipit tatkala melihat sosok yang paling tidak ingin dia temui muncul bersama dengan seorang cewek berseragam ketat di rangkulannya.

Cewek yang berbeda dari yang Lusi lihat di kelas.

Dasar playboy, kesal Lusi dalam hati.

Dia melihat Zena menatapnya dari luar kantin dan cowok itu melemparkan senyum meremehkan. Lusi segera memalingkan muka dan melangkah cepat menuju teman-temannya berada.

"Sumpah? Kak Zena ngerangkul cewek yang beda?" tanya Gayatri terkejut. Mulutnya terbuka lebar saat ingin memasukkan gorengan ke mulut bertepatan dengan munculnya pemandangan mengejutkan itu.

Lusi mencoba untuk tidak peduli. Dia mengambil satu gorengan di piring Gayatri dan memakannya dalam diam.

"Cewek-cewek yang dekat dengan Kak Zena tuh nggak ada yang baik." Gayatri memulai gosipnya.

Hera melirik Gayatri, lalu memutar bola mata. "Bedanya mereka sama lo tuh apa? Sama aja. Penampilan diseksi-seksiin. Tapi otak kosong."

Gayatri menatap sahabatnya tak terima. "Jahat banget, sih."

"Bener, kan, gue? Dulu aja lo bilang lo rela tampil kayak senior-senior di Adi Bakti supaya bisa dilirik Kak Gabrian. Pakai rok pendek ketat. Kemeja sekolah dikecilin. Kaos kaki pendeknya semata kaki. Ingat lo pernah ngomong gitu?"

"Bilang aja lo iri sama gue! Karena cantikan gue dari pada lo!"

Hera memutar bola matanya kembali. "Pret."

"Semua orang juga langsung tahu kali cantikan gue," balas Gayatri lagi sembari menyugar rambutnya ke belakang.

Lusi menatap dua sahabatnya bergantian dan kembali menggigit ujung gorengan. Hera aslinya pendiam, tapi jika sudah berurusan dengan Gayatri maka dia bisa lebih cerewet dibanding Gayatri. Sekali saja Hera mengeluarkan unek-uneknya, apalagi jika ungkapan itu dari hati yang paling dalam, maka itu akan terdengar pedas di telinga.

"Tapi, beneran deh. Serius? Itu Kak Zena ngerangkul cewek yang lain?" Gayatri masih tak habis pikir.

"Emang muka-muka playboy, sih," balas Hera.

"Tapi lihat deh, iyuh!" Gayatri menatap cewek yang dirangkul Zena di bangku kantin. "Itu cewek dempulnya tebel amat. Masa sih tipe Kak Zena yang modelan emak-emak gitu?"

Hera menunduk dan berusaha menahan tawa. Lusi mencoba tak peduli. Dia sudah melihat dengan sekilas cewek tadi.

Saat tak sengaja mengedarkan pandangan, Lusi malah melihat pemandangan yang tak ingin dia lihat.

Akan tetapi, entah kenapa untuk kali ini Lusi penasaran untuk memperhatikan dengan seksama. Dia melihat Zena dan teman-temannya mengobrol satu sama lain. Cowok itu masih merangkul cewek tadi dan mereka terlihat tertawa bersama.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang