42. Another Attack

66 10 13
                                    

Sudah dua hari sejak inspeksi. Aaron beruntung dia punya insting yang kuat, jadi aksi teror yang ia terima soal rokok di loker itu tidak terciduk saat inspeksi dadakan kemarin lusa. Anak lelaki itu sudah berjanji pada dirinya untuk memikirkan cara agar bisa lepas dari situasi rumit ini, namun rupanya memikirkan semua itu sendirian tak membuahkan banyak hasil.

Jadi di sinilah Aaron sekarang. Duduk di salah satu meja kantin saat jam istirahat ke dua. Berhadapan dengan Genta. Mereka berdua bisa mengobrol intens dengan leluasa tanpa eksistensi Mita kali ini. Itu karena Mita sedang istirahat di UKS lantaran tak kuat menahan sakit dari kram perut yang menyerangnya.

"Apaan lagi kali ini?" tanya Genta setelah dia menjebloskan tiga buah gummy bear langsung ke dalam mulutnya. Sambil mengunyah, dia mendengarkan Aaron bicara banyak soal aksi teror yang ternyata masih ia dapati—setelah belakangan ini sempat berhenti.

Genta buru-buru meminum es jeruknya waktu ia baru dengar poin Aaron yang intinya ada yang menaruh rokok di loker anak lelaki itu. "Dih, kenapa lo?" tanya Aaron waktu ia melihat Genta berkali-kali menelan air ludah.

Bukannya langsung menjawab, Genta malah menggeleng kecil. Ia membanting pelan punggungnya ke sandaran kursi. Pikiran anak lelaki itu mengeruh seketika. Ini jelas-jelas bukan sebuah kebetulan. Maksud Genta, itu soal menaruh rokok di loker Aaron, juga merupakan salah satu hal yang ia tulis dalam rencana balas dendamnya.

Dengan adanya kejadian ini, Genta semakin yakin kalau kertas yang hilang itu ditemukan oleh seseorang dan orang itu melakukan semua aksi dan rencana yang ia tulis di sana. Pikiran Genta melayang. Otaknya berpacu untuk menerka-nerka tentang kemungkinan soal siapa yang sekiranya menemukan dan berani mewujudkan semua niat balas dendamnya.

"Kayaknya ada yang dendam besar ke lo, deh, Ron." Genta akhirnya mengeluarkan suara. Hanya itu yang dapat dia katakan karena jujur saja setelah banyak berpikir tadi, otaknya tak menghasilkan jawaban apapun.

"Lo ngerasa pernah ada masalah gak sama anak sini? Maksudnya kayak yang sampe bisa tu orang murka dan neror lo kayak gini?" tanya Genta lagi

Aaron menggeleng. Bukan menggeleng untuk mengelak, tapi lebih ke karena dia tak yakin betul. Seingatnya, dia tak pernah punya masalah dengan siapa pun. Itu lain perkara lagi kalau ternyata ada orang yang punya dendam atas kelakuan atau perbuatannya yang tidak ia sadari menyakiti orang lain.

"Gue nggak tahu. Tapi, kayaknya gue enggak pernah cari gara-gara sama siapapun. Buat apa juga? Nggak ada waktu."

Genta diam saja waktu Aaron selesai bicara. Dua anak lelaki itu hanya saling pandang tanpa berucap apapun. Mereka bahkan tak sadar kalau sudah banyak kubu siswa yang memerhatikan dan bisik-bisik soal visual mereka yang hampir mirip.

Aaron memijat keningnya pelan waktu bisik-bisik para siswa berubah jadi begitu keras menusuk gendang telinganya. Bukan terganggu atas anak-anak lain yang sudah berspekulasi macam-macam tentang dia dan Genta yang sepertinya sudah kelihatan damai—selepas ia putus dengan Mita dan Mita diisukan pacaran dengan Genta, Aaron tak punya banyak waktu untuk memikirkan omongan orang dan asumsi liar mereka. Dia memijat keningnya karena sesuatu di dalam sana terasa begitu berat dan membebani kepalanya.

Satu sisi besar di dalam diri Aaron sudah merasa sangat tenang karena belakangan ini dia tak lagi menerima pesan ancaman. Di dalam sisi besar itu, ia juga bersyukur karena ia dapat menghindari hukuman perihal rokok yang kemarin lusa tahu-tahu ada di lokernya. Tapi, semua hal itu tak membuat Aaron sepenuhnya merasa lega. Sisi besar lain yang ada di dalam dirinya khawatir kalau aksinya yang menghindari teror itu akan membawanya kepada satu konsekuensi yang lebih besar.

"Woy! Aaaron!" dipanggil lumayan keras, Aaron agak tersentak. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali sampai sepenuhnya sadar kalau kantin mulai lengang serta kenampakan Genta yang tengah melambaikan tangan di depan wajahnya.

EvanescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang