51. Disclosure

10 4 0
                                    

Jam istirahat ke-dua hari ini adalah hal yang paling Aaron tunggu, tapi juga hal yang paling dia takutkan kedatangannya. Oh, tak hanya bagi Aaron, hal serupa berlaku juga untuk seluruh siswa yang akhir semester lalu mengikuti tes rekruitmen. Itu karena pengumuman nama-nama siswa yang lolos akan diunggah di halaman resmi sekolah siang ini.

Suara riuh sorak-sorai para siswa yang lolos rekruitmen sudah memenuhi isi kelas Aaron. Sementara dia sendiri masih agak ragu mau memuat ulang halaman resmi sekolah lewat ponsel yang hampir saja lolos dari genggamannya—telapak tangannya basah karena gugup.

Aaron memejamkan matanya sebentar sambil menghela napas panjang. Tak lama setelahnya dia memuat ulang halaman dan mengabaikan dentum jantungnya yang berdetak dengan sangat tidak santai di dalam rongga dada sana. Dia melirik Arya di sampingnya yang sudah mentransfer suntikan tenaga lewat sorot mata. Mereka kompak mengangguk kecil dan Aaron segera mengecek unggahan terbaru di halaman resmi sekolah.

Sungguh tidak membutuhkan banyak tenaga untuk menelusuri kolom dan baris yang ada di sana. Itu karena nama Aaron adalah nama pertama yang terkonfirmasi kalau dia lolos ujian rekruitmen untuk training dan memiliki kesempatan untuk mendapat kontrak kerja di salah satu perusahaan manufaktur ternama di Jerman.

"Gimana?" tanya Arya yang aslinya juga terbawa gugup. Dia bertanya begitu karena sudah lebih dari sepuluh detik Aaron hanya diam memandangi layar, tidak menggulirnya sama-sekali.

"Gue... lolos, Ar..."

"HAH YA IYALAH MASA ORANG KAYAK LO GAK LOLOS?!!!" jerit Arya heboh yang langsung disambut gelak tawa dan haru bahagia dari Aaron. Mereka lantas bertukar peluk erat. Di sela-sela itu, tak lupa Arya melontarkan banyak sekali ucapan selamat atas keberhasilan Aaron.

Keduanya sama-sama menarik diri begitu terdengar suara resepsionis dari pengeras suara yang ada di kelas. "Panggilan kepada Suryakanta Aaron Pratama kelas XII Teknik Mesin-2. Dimohon kehadirannya segera di ruang Bimbingan Konseling."

Begitu resepsionis telah selesai mengulang kalimat yang sama persis, hampir seluruh pasang mata yang ada di kelas terpaku pada eksistensi Aaron. Apa yang baru saja mereka dengar adalah hal yang sangat mengejutkan. Sudah bukan hal baru untuk mendengar hal sejenis. Hampir seluruh siswa Antares tahu kalau panggilan—ke ruang kesiswaan atau BK—yang dilakukan lewat resepsionis adalah panggilan yang ditujukan kepada anak-anak problematik—yang kenakalan atau pelanggarannya baru saja ketahuan.

Seisi gedung sekolah kejuruan Antares tentu tertinggal dalam kebingungan dan keheranan total sekarang. Bagaimana tidak? Yang baru saja dipanggil lewat pengeras suara untuk disuruh ke ruang BK adalah Aaron. Aaron Pratama, mantan ketua OSIS dan siswa yang dua tahun berturut-turut menyandang status sebagai siswa terbaik sekolah kejuruan Antares.

Memutuskan untuk tidak terlalu peduli pada tatapan siswa lain—yang sampai sekarang masih terpaku pada dirinya, Aaron beranjak dari duduknya. Anak lelaki itu melangkah menuju ruang BK sambil berusaha mengendalikan pikiran dan kerja jantungnya yang sudah berubah jadi berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Gapapa, Ron. Bukan apa-apa," gumam Aaron untuk dirinya sendiri. "Paling cuma buat konsultasi soal training karena lo lulus tes rekruitmen. Iya, cuma itu aja."

Aaron tahu dia sedang menipu dirinya sendiri hanya demi mendapatkan sedikit ketenangan hati. Dari dasar pikirannya, dia tahu kalau apa yang menantinya di ruang BK adalah sesuatu yang buruk. Dia hanya sibuk mengais-ngais sisa kemungkinan tentang bisa saja kalau yang menantinya adalah sebuah hal baik.

Banyak berpikir membuat Aaron tidak sempat memedulikan tatapan siswa yang berpapasan dengannya. Anak lelaki itu menelan air ludah ketika dia sudah di depan pintu ruang BK. Dia mengetuk pintu sebelum akhirnya melangkah masuk.

EvanescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang