27. Like That Sun

119 21 70
                                    

Dua minggu berlalu dengan cepat, dan hari ini, hari Jumat terakhir di bulan April ini, juga adalah akhir dari praktek kerja industri anak-anak Antares.

Dua minggu juga sudah berlalu sejak Genta menyatakan dengan jelas permintaan hatinya untuk memiliki Mita. Sampai detik ini, mereka belum mengungkit kembali perihal masalah itu. Kendati demikian, ia sama sekali tak merasa terbebani lantaran tak ada yang berubah dari Mita.

Anak perempuan itu masih sama menyebalkan dan menggemaskan seperti yang terakhir kali ia ingat. Dengan itu, Genta sangat mensyukurinya karena ia tak perlu melewati fase canggung berkepanjangan setelah menyatakan perasaan seperti yang banyak terjadi pada kasus orang lain.

Genta melebarkan matanya selepas mematikan alarm ponsel yang menyala. Bibirnya langsung mengembangkan senyum mengingat hari sudah kembali pagi dan itu artinya ia akan bertemu dengan Mita sebentar lagi.

Anak lelaki itu hanya butuh waktu empat puluh lima menit untuk benar-benar siap kemudian berangkat menggunakan motor kesayangannya. Dan hanya dengan dua puluh lima menit ban motornya membelah jalanan aspal, ia sudah sampai di kantor pajak.

"DOOOORRRRR!"

Seruan mengagetkan itu Genta dapatkan waktu ia hendak berbalik setelah memarkir motor. Tubuhnya terjingkat sedikit, tapi tidak teriak. Tolong ingat, dia bukan Joe yang gampang terkejut.

Begitu mendapati siapa yang mengagetinya barusan, Genta tersenyum lebar sampai bibirnya terpisah sedikit dan menampilkan deretan giginya yang bersih. Yah, itu Mita. Siapa lagi memangnya.

Gemas, Genta mengangkat tangannya untuk mengungkung leher Mita lalu menyeret langkah masuk ke gedung kantor. Anak perempuan itu tentu protes dengan cara memekik dan juga memukuli perut Genta, tapi hasilnya nihil. Genta malah senang dan tambah mengeratkan lingkaran lengannya di leher Mita.

"Uhukk.. Uhukkk sakit bego!"

Protes itu Mita keluarkan sambil mengelus lehernya yang habis tercekik. Ia memberikan tatapan jengkel kepada Genta yang malah dibalas dengan cengiran idiot. Sialnya, meski idiot begitu, Genta terlihat tampan di mata Mita.

Masih nyengir kuda, yang ada di dalam pikiran Genta hanyalah potret Mita di depan matanya yang sangat ekstatik. Jangankan saat bertingkah manis, Mita yang sedang dalam mode menyeramkan begini saja mampu bembuatnya jatuh lagi dan lagi. Dasar lebay.

"Agi, woy!" teriak Mita sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Genta

Sadar, anak lelaki itu mengangkat alisnya sambil mengeluarkan gumaman tanya,"Hm?"

"Lo kenapa deh? Serem anjir muka lo kalo gitu. Kayak om-om cabul."

Genta berdecih sebelum tertawa kecil. Ia kemudian menjepit wajah Mita menggunakan dua telapak tangannya.

"Gemes banget nyeeetttt."

Bingung, alis Mita mengerut.

"Tuh kan, duh. Cium juga nih."

Mendengar itu, Mita langsung menarik diri. Ia melempar pandangnya ke ujung sepatu, lalu kikuk sendiri. Genta yang melihat itu jadi makin gemas dan tak kuasa menahan senyum. Oh, ia bahkan bisa lihat telinga Mita yang perlahan berubah warna jadi merah.

"Bercanda Yoaaaannn. Yakali lo gue cium di sini."

Sebal, Mita mengangkat kepalanya lalu memberi Genta tatapan tajam. Tak lama kemudian, Genta memekik,"ADUUUHHH!"

Mita baru saja menginjak kakinya, cukup keras.

"Ga lucu, bego."

Dengan wajah jengkel dan telinganya yang masih merah, Mita berkata demikian kemudian melarikan diri. Ia menaiki anak tangga secepat kilat, meninggalkan Genta yang malah terkikik geli di belakang punggungnya.

EvanescentWhere stories live. Discover now