6. Her Savior

156 27 28
                                    

"MIT SANTAY WOY!"

Teriakan barusan dilayangkan oleh Rendra. Anak lelaki itu baru selesai mengambil nilai praktek olahraga. Tenaganya padahal sudah tipis sekali tapi Mita memaksanya untuk main bulu tangkis setidaknya satu set.

"Jangan kayak aki-aki deh, kak. Ayo buruan!" teriak Mita yg sudah siap untuk melakukan servis

"CAPEK GUE WOY ABIS NGAMBIL NILAI. LO MAINNYA NYANTE DONG."

Baru saja mulut Rendra mengatup. Ia sudah harus tergesa-gesa mundur untuk menjangkau shuttle cock yg dipukul lob oleh Mita.

Biasanya Rendra tak pernah kalah. Katakanlah dia expert di bulu tangkis sampai bisa diangkat menjadi ketua ekskul selama satu periode. Tapi karena kali ini tenaganya sudah di batas paling rendah, poinnya terus dicuri Mita—yang bahkan hanya gabung di ekskul bulu tangkis tak sampai enam bulan.

"Udah kak udah. Kasian gue liat lo udah semaput."

Mita berjalan ke pinggir lapangan untuk mendudukkan diri. Rendra juga menyusul langkah dan mengambil tempat persis di samping Mita. Mereka sempat berbincang sebentar. Bukan hal yang serius, sih. Hanya Rendra yang menyayangkan kenapa Mita tak meneruskan ekskul bulu tangkis atau Mita yang meledek Rendra lemah karena mereka bahkan tak menyelesaikan satu set permainan.

Meski beda tingkat dan beda jurusan, Rendra dan Mita lumayan akrab karena tadinya sering main bareng waktu ekskul. Ditambah Rendra punya nama yang sama dengan Orion—adiknya. Yah, tidak ada hubungannya sih. Tapi Mita memang supel dan gampang dekat dengan siapa pun.

Sementara Mita bertukar kalimat dengan Rendra, ia sebenarnya sadar Aaron sedang memandanginya dari lantai dua. Sekali dua kali perempuan itu mengerling lewat ekor matanya ke arah presensi Aaron. Tapi lelaki itu seolah tak melihatnya balik. Tatapannya kosong sekali seperti sedang melamun.

"Yaela macem pilem india lo cuma main liat-liatan dari jauh."

Mita nyengir kuda begitu Rendra baru saja selesai berucap.

"Lo sehat kan ya Mit mau sama orang model kek Inas? Seangkatan gue aja pada males sama dia."

"Pada males apa pada merasa tersaingi?"

"Sial lah pake segala disebut."

"Otak lo transparan banget kak sampe apa yang lo pikirin keliatan jelas tertulis di jidat."

"Ngaco lo."

Rendra menarik diri untuk bangkit dari duduknya setelah mencibir Mita. Ia kemudian pamit untuk mengganti seragam olahraga dan kembali ke kelas.

Sementara Mita sendiri masih duduk sambil senyam-senyum. Ia masih memikirkan soal Rendra yang bilang seangkatannya agak tidak suka dengan Aaron.

Ya jelas saja. Hampir semua juara kompetisi dipegang oleh Aaron. Piala yang paling tinggi dan diletakkan di ruang kepala sekolah juga diraih oleh Aaron. Lelaki itu selalu lolos seleksi untuk mewakili sekolah meski rivalnya para senior. Bukankah itu sebabnya seangkatan Rendra jadi segan dengan Aaron?

Mita mengembangkan senyum idiot karena pikirannya barusan malah terkesan seperti menyombongkan. Ia kemudian beranjak dan meneriaki nama Aaron yang masih bengong di lantai dua.

"ATAAAAA!"

Aaron langsung kelihatan sadar ketika Mita menyerukan namanya sambil mendongak dan melambaikan tangan dari lapangan bawah. Sepasang bola mata kecil mita Mita dengan jelas menangkap lengkungan bibir Aaron yang sumpah mati manis sekali. Lelaki itu juga ikut melambaikan tangan sambil cengar-cengir.

Sejujurnya Mita sudah enggan sekali mengatakan hal ini. Tapi ia sungguhan kalau ia bilang hatinya menghangat setiap kali melihat senyum Aaron. Halah.

EvanescentDonde viven las historias. Descúbrelo ahora