In Here-Prologue

290 43 11
                                    

Swastamita Yoan Franseesca ingat betul hari pertama ia masuk sekolah di semester akhir tingkat dua adalah hari Senin—yaiya masa Jumat. Mulai hari itu, semua hal bahkan sampai yang terkecil sekali pun dalam hidupnya jadi jungkir balik. Hari di mana ia mendapat tiga hukuman sekaligus dan mendapat pengurangan poin yang cukup banyak—dan diikuti serentetan kejadian yang betul-betul mengubah sisi pandangnya terhadap satu kata yang memiliki makna cukup berat ; hidup.

Pertama, begitu masuk gerbang dan memasang senyum palsu ke guru kesiswaan yang memeriksa kelengkapan atribut seragam. Mita lupa melingkarkan gesper di pinggangnya. Selain sebuah sentilan kecil di telinga, poinnya juga mendapat pengurangan.

Bukan, bukan itu yang membuatnya jengkel. Hal yang benar-benar mengganggu Mita bahkan sejak ia menjejakkan kaki hari itu adalah karena yang memberi hukuman padanya jelas-jelas pacarnya sendiri, si ketua OSIS.

"Ata, aku lupa pake. Tadi buru-buru."

"Tolong ya, Swastamita. Profesional. Lima poin hangus. Paraf di sini."

Perempuan itu cuma bisa memutar kedua bola mata jengkel selepas memberikan kertas dan pulpen tanda pelanggaran secara kesal kepada Aaron. Ia kemudian misuh-misuh sambil menyusuri jalan untuk sampai ke lobi. Tak lupa senyuman palsu ia sematkan lagi begitu mendapati guru yang sedang berjaga di meja resepsionis depan.

Kedua, ketika ia sampai di lorong yang diapit tangga dan koridor menuju kantin. Satu masalah datang lagi. Satria, teman sekelasnya, dengan tidak tahu diri lari begitu saja ketika sambal kacang dari gorengan yang ia tenteng tumpah ke seragam Mita karena mereka bertabrakan.

"BANGSAT LO YA SATRIA ORANG MACAM APA PAGI BUTA UDAH NGEMIL SAMBEL KACANG?! SIALAN! SINI GAK LO?!"

Mulutnya yang tidak punya kontrol penuh itu mengeluarkan umpatan yang sangat jelas dan masalahnya, tak jauh dari sana ada guru BK yang baru hendak absen ke kantor.

Bingkai kejadian waktu itu benar-benar membeku kala guru BK yang terkenal killer ini langsung menghadap Mita sambil bersedekap sambil geleng-geleng kepala.

"Masih pagi, loh. Kamu udah kumur-kumur belum? Kok mulutnya masih kotor?"

"Bu, itu tadi saya—"

"Bicara kasar atau mengolok-olok teman pengurangan 10 poin. Bawa buku penghubung kamu ke ruangan saya jam istirahat nanti."

Apes. Satu kata itu yang selalu Mita gumamkan selama seharian. Tapi tak sampai masalah lain datang. Karena setelah itu ia bahkan rasanya ingin menceburkan diri ke kolam ikan yang ada di taman belakang sekolah. Biar saja ia bergaul dengan ikan koi di sana. Karena kalau tidak kepalanya sudah siap pecah sebab—

"Kamu senengnya dapet coretan di buku penghubung ya, Mita? Kalo poinmu habis, kamu di drop out, lho."

—Ketiga, inspeksi dadakan yang berlangsung selepas jam istirahat. SMK Antares betulan gila. Ini padahal hari pertama di semester baru dan sudah ada pembersihan yang tidak terduga-duga.

Mita lagi-lagi kena pengurangan poin karena kedapatan menyimpan silet—yang tergolong ke dalam senjata/benda tajam—di sisi terpencil dari tas ranselnya. Bukan, itu bukan milik dia sendiri. Itu punya Qilah—teman sebangkunya.

Sekarang perempuan itu cuma bisa menghela napas panjang. Bahunya merosot sampai ke titik terendah begitu guru BK menuliskan poin pengurangan dan membubuhinya dengan tanda tangan di buku penghubung.

"Mit, kan gue—"

"Lo diem, atau mau gue cekek?"

Qilah refleks mengatupkan bibir selepas mendengar ancaman Mita barusan.

EvanescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang