35. Lost

88 20 25
                                    

Genta baru saja hendak membuka ritsleting untuk buang air kecil kalau saja Tara yang ada di sebelahnya tidak berjengit kaget. "Kenapa lo?" tanyanya yang langsung dibalas dengan gelengan singkat. Sepertinya ia terkejut karena kehadiran genta yang tiba-tiba.

Tara kelihatan begitu gugup sambil memasukkan sesuatu ke saku celananya. Tanpa ba-bi-bu, dia melangkah pergi ke luar kamar mandi dan meninggalkan Genta dengan beberapa kerutan halus di dahi.

Waktu ingin menarik ritsleting kembali, Genta hampir saja menjepit masa depannya. Sebuah pekikan keras terdengar dari ruang sebelah. Ruang loker jurusan teknik, kalau Genta tak salah ingat. Setelah menutup ritsletingnya dengan benar, Genta langsung keluar dari toilet dan menemukan kegaduhan kecil.

Ada lumayan banyak siswa-siswi yang berkerubung di depan pintu ruang loker yang sempit. Penasaran, Genta berjinjit untuk bisa melihat apa yang sedang terjadi di dalam. Begitu melihat beberapa tetes darah di lantai, Genta terbelalak. Bukan hanya itu, seolah belum cukup mengejutkan, Genta bahkan sekarang membatu karena ia melihat Aaron sedang memegangi kakinya di dekat ceceran darah segar yang baru saja ia lihat.

Refleks, Genta menerobos kerumunan di depannya. Ia tertelan masuk dengan mudah setelah desak-desakan. Ada beberapa anak lelaki yang mengelilingi Aaron dan mencoba membantu anak itu untuk bangkit, tapi tak berhasil. Genta masih menatap lurus ke arah Aaron yang telapak kakinya sudah berlumuran darah. Ada sekitar lima paku payung yang sepertinya menancap dalam di sana.

Sementara Aaron meraung kesakitan, Genta masih tergeming. Matanya tak berhenti melotot, telapak tangan serta dahinya mulai mengeluarkan keringat. Kepalanya pening seketika. Dadanya juga mendadak sesak.

"Enggak. Ini enggak mungkin terjadi. Gue enggak ngelakuin apapun."

→←

Aaron cuma bisa meringis waktu lukanya selesai dibersihkan dan ditangani oleh kakak kelas yang sedang jaga di ruang kesehatan. Nessa di sebelahnya malah sudah sesegukan melihat kaki malang Aaron yang terbalut perban.

"Udah. Kenapa jadi lo yang nangis?" kata Aaron waktu matanya bertemu dengan Nessa

"It-itu s-sakit kan pas-pasti. Hiks.." mendengar Nessa bicara begitu, Aaron menggeleng sekilas sambil tersenyum tipis. Ia meyakinkan Nessa bahwa dirinya tak apa-apa dan menyuruh anak perempuan itu untuk berhenti menangis.

"Mau gue panggilin Mita?" Aaron sedikit terkesiap waktu Nessa tiba-tiba bertanya seperti itu. Jujur saja, Aaron tak tahu harus memberikan respons seperti apa. Setelah kejadian ini, hatinya benar-benar kosong. Makanya sekarang Nessa sedang terheran-heran melihat Aaron yang kelihatan ling-lung, alih-alih menjawab pertanyaannya.

"Kalian putus gara-gara gue ya, Ron? Iya, kan?"

Aaron mengambil waktu beberapa saat untuk mengontrol diri sebelum ia menanggapi perkataan Nessa. Bukan apa-apa, ia hanya merasa bersalah saja. Semua jadi kacau begini bukan karena siapa-siapa, melainkan karena dirinya sendiri.

"Ness, udah ya. Gue gak mau ngomongin itu. Lo balik ke kelas, gih. Ikut kelas, nanti gue minta tolong jelasin ulang pelajarannya, sama pinjam catatan lo. Bisa, kan?"

Nessa tentu saja langsung menurut, meski ia ingin sekali membicarakan perihal hubungan Aaron dan Mita yang berakhir belum lama ini. Anak perempuan itu memang begitu menyukai dan mengangumi Aaron. Ia juga sering kali berandai-andai semisal ia bisa menjadi seorang beruntung yang dapat mengisi hati Aaron dan menjadi pujaan hatinya. Tapi, itu bukan berarti ia senang saat mendengar Aaron betulan putus dengan Mita.

EvanescentWhere stories live. Discover now