8. Blur

151 25 26
                                    

Mampus aja lo Mit sekalian.

Adalah umpatan pertama Mita di hari Senin yang tidak terlalu cerah ini. Jauh dari gerbang utama ia sudah bisa melihat Aaron yang sedang membantu pak Manu menginspeksi kelengkapan atribut siswa.

Mita mau tak mau terus melaju. Padahal ia sudah berniat putar balik dan pulang saja kalau manik mata Aaron tak menemukan presensinya beberapa sekon lalu.

Jadi, yang membuat perempuan ini ribet setengah mati adalah karena ia salah ambil kemeja putih karena bangun kesiangan tadi pagi. Yang sekarang Mita kenakan adalah seragam kemeja polos yang bukan cetakan sekolahnya—yang di bagian saku justru tercetak logo sekolah bukan lambang OSIS.

Memang bukan Pak Manu atau Aaron yang memeriksa, karena siswa perempuan diperiksa oleh guru perempuan juga. Tapi tetap saja Mita tertangkap melanggar aturan dan harus kena pengurangan poin.

Di sini lah ia sekarang. Di hadapan Aaron dengan setelan super rapi dan wajah datarnya yang enggan beranjak. Sedang mencatat namanya dan pelanggaran yang ia lakukan. Lalu menyuruhnya membubuhi paraf di kotak yang ada di bagian bawah kertas.

Mita tak berusaha berkelit kali ini. Perempuan itu sudah pasrah dengan poinnya yang makin tipis. Ia juga tak mau mengganggu Aaron yang sedang dalam mode sangar. Oh, sudahkan Mita katakan bahwa terjadi konflik antara ia dan Aaron pasal Genta mengantarnya pulang beberapa hari lalu?

→←

“Berantem lo ya?”

Mita mendengus kasar begitu Genta selesai berucap. Ia memejamkan matanya sekilas lalu kembali fokus mengerjakan rangkuman sejarah ketika kelas sedang ribut karena sang guru berhalangan hadir.

“Sejak kapan temen sebangku gue berubah jadi tembok?”

“Lo mingkem bisa ga?”

Kali ini Mita sudah tak tahan. Ia akhirnya menaruh pulpen dan mengarahkan atensinya penuh kepada Genta—bersiap untuk menghajar lelaki ini.

“Ya lagian gue dikacangin. Gue tanya, lo berantem?”

“Bukan urusan lo.”

“Yoan udah deh. Di muka lo tuh keliatan tulisan ‘tolong siapapun gue galau’.”

“Genta lo beneran ngajak tubir ya?”

Bukannya takut karena diancam, Genta malah tertawa kecil.

“MALAH KETAWA.”

“Alis lo kayak angry bird.”

Mendengar ledekan Genta barusan, Mita benar-benar ingin meledak. Perempuan itu sudah mengeraskan rahang dan menarik napas dalam-dalam upaya menahan emosi.

“Bangsat emang.”

Genta tertawa lagi. Kali ini lebih keras dari sebelumnya dan membuat seisi kelas jadi mengarahkan pandang kepadanya dan Mita.

“Koperasi yuk? Gue beliin es krim nanas.”

“DARI TADI KEK NGOMONG. AYO BURU.”

Sekilas, Genta mengulas senyum begitu Mita sudah bangkit dan bersiap meninggalkan kelas. Tak berapa lama ia juga bergerak dan berjalan beberapa langkah di belakang Mita. Entah hanya perasaannya saja atau memang Mita orang yang mudah dibujuk, atau mungkin tepatnya ia terlalu polos dan tidak pikir panjang. Bisa saja kan ia bohong, lalu berniat mencelakainya?

Tidak. Tak ada setitik pikiran pun di dalam benak Genta untuk melukai Mita—karena targetnya bukan dia. Tapi tetap saja, perempuan ini terlalu positif.

“Lo ngerampok deh Yoan ini namanya.”

“Yaelah. Ga sampe sepuluh ribu juga. Pelit banget lo.”

EvanescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang