4. Batu Loncatan

185 28 19
                                    

"Ga mau makan dulu?"

Aaron menggeleng singkat sambil membenarkan posisi kacamatanya yang sedikit merosot. Tangan pemuda itu masih sibuk menulis rangkaian angka dan huruf sebagai konstanta dan variabel pada selembar kertas. Ia bahkan tak melirik lawan bicaranya barang sedetik.

Mita sudah menyerah membujuk pacar keras kepalanya ini untuk mengambil waktu rehat. Jadilah ia meninggalkan kotak bekalnya tepat di meja Aaron lalu berdiri dari duduknya dan hendak pergi. Tapi belum sempat Mita melangkah, pergelangan tangannya dicekal Aaron.

"Kamu mau ke mana?" tanya Aaron sambil mendongak.

"Makan di kantin. Aku laper. Kamu kan masih ngerjain tugas. Bekal punya aku kamu simpen aja. Dimakannya nanti kalo udah sempet."

Mita mengulas senyum. Berbanding terbalik dengan Aaron yang sekarang sudah memberengut.

Melihat hal itu tentu saja membuat sepasang alis Mita menyatu saking herannya. Anak-anak yang berada di kelas saat jam istirahat itu juga tak kalah heran dengan Mita. Bahkan sejak kedatangan perempuan itu, bohong namanya kalau tak ada satu pun orang yang memerhatikan. Karena faktanya hampir seluruh pasang mata yang ada di dalam kelas diam-diam sedang mengamati Mita dan Aaron.

"Kenapa?" tanya Mita

"Aku bentar lagi beres. Tungguin. Maunya makan bareng kamu."

Mungkin hal yang dapat mendeskripsikan ekspresi Aaron saat ini adalah emotikon :(

Pasalnya bibir bawah lelaki itu betulan mencebik jadi lengkungan yang lumayan tajam.

Lihat, kan? ini kenapa Aaron dipangil Inas oleh teman-teman yang lain.

Belum ada semenit ia berperilaku dingin dan kelewat cuek. Lalu tahu-tahu sudah bertingkah kekanakan sambil merengek begitu. Dia pikir itu lucu apa?

Sialnya di mata Mita, apapun yang Aaron lakukan tak pernah ada salahnya. Jadi perempuan itu kembali mendaratkan bokong di kursi sambil mengiyakan permintaan Aaron untuk tinggal sebentar lagi.

Setelah menyerukan kata YES yang kelewat semangat, Aaron kembali melanjutkan tugasnya. Menyisakan Mita yang hanya bisa menggantung senyum sambil berpangku tangan memerhatikan Aaron yang sedang serius.

"Bibir woy, bibir."

Aaron menoleh dan mendapati Mita yang memanyunkan bibirnya—menirukan apa yang ia lakukan barusan. Setelah beberapa sekon beradu pandang, mereka berdua tergelak kecil.

Kebiasaan Aaron saat sedang fokus. Tanpa disengaja sepasang bibirnya pasti maju beberapa inchi dari posisi normal. Saat sudah puas tertawa, Aaron kembali menggoreskan tinta pulpennya ke atas kertas dan tak lama setelah itu tugasnya selesai.

Kalau dihitung-hitung, mungkin belum ada sepuluh suap makanan yang masuk ke masing-masing mulut Mita atau pun Aaron. Mereka baru saja memulai pembicaraan tentang hal-hal random dan berusaha mengembalikan kedekatan hubungan yang belakangan merenggang.

Namun tiba-tiba aksi keduanya terpaksa harus berhenti karena pada waktu yang bersamaan, nama mereka diserukan oleh dua orang berbeda yang sekarang sudah berdiri di depan pintu kelas.

"Aaron." / "Yoan."

Refleks, dua kepala mereka menoleh dengan sinkronisasi yang cukup akurat.

Manik mata Mita mendapati presensi Genta dan manik mata Aaron menemukan keberadaan Nessa. Karena tak ada salah satu dari mereka yang menjawab, Nessa akhirnya mengambil langkah dan berhenti tepat di samping Aaron.

"Pak Manu minta salinan proposal pengajuan dana buat event yang kemarin kita bahas. Ada di lo, kan?"

Aaron yang sekarang menatap Nessa cuma mengangguk singkat. Perempuan di depannya itu kemudian menyuruhnya menghadap Pak Manu langsung di ruang kesiswaan.

EvanescentWhere stories live. Discover now