48.75 For You

10 4 0
                                    

Ujian semester satu berhasil dilalui dengan susah payah oleh para siswa dan siswi. Hal tersebut merupakan hal yang sepadan bagi mereka kelas sepuluh dan sebelas karena yang sudah terpampang jelas di depan mata adalah pekan paling menyenangkan sepanjang semester—pekan class meet.

Lain dengan siswa kelas sepuluh dan sebelas yang akan menyegarkan pikiran setelah seminggu ujian, siswa kelas dua belas justru harus menghadapi pekan yang lebih memusingkan dari pada pekan ujian. Itu karena mereka—yang berminat—harus menjalani tes untuk mengikuti rekruitmen perusahaan yang bekerja sama dengan yayasan sekolah. Sebuah proyek kerja sama untuk merekrut siswa-siswi yang memiliki potensi di berbagai bidang sesuai dengan jurusan masing-masing.

Aaron memastikan dirinya sudah cukup tenang dan siap sebelum dia memasuki ruang tes. Sebuah helaan napas panjang lolos dari mulutnya waktu Nessa yang ada di sampingnya memberikan elusan punggung lembut sebagai dukungan emosional. "Pasti bisa kok, Ron. Santai aja."

Sepasang sudut bibir Aaron terangkat sedikit, membingkai wajahnya dengan seyuman gugup. "Makasih, Ness."

Begitu Aaron masuk ke ruang tes, Nessa langsung melangkah pergi. Anak perempuan itu mengambil handphone dari sakunya lalu mengetikkan pesan untuk Mita.

Karena pergi keluar untuk menyaksikan pertandingan olahraga dan serangkaian acara class meet terlalu membuatnya malas, Mita—yang tidak berminat ikut rekruitmen—hanya bersenang-senang bersama sisa murid yang ada di dalam kelas. Anak perempuan itu dan beberapa temannya yang lain sedang sibuk menulis berbagai kata-kata aesthetic di papan tulis untuk dijadikan latar berfoto. Genta juga ada di kelas, tapi dia tidak melakukan apa yang sedang Mita lakukan. Anak lelaki itu sekarang sedang adu teriak dengan Satria dan beberapa siswa lain di pojok belakang kelas. Biasa, clash of clans.

Waktu Mita hendak difoto, Qilah—yang sudah bersiap memotret Mita dengan handphone-nya—mendecak sebal. Dia kemudian menarik tangannya dari udara dan menyerahkan handphone kepada Mita. "Ada yang nge-line nih."

"Dih, siapa, sih? biarin aja dul—"

"Nessa," potong Qilah. "Kebaca sama gue lewat pop up. Ngajakin lo ketemu di taman."

Mita terdiam sebentar waktu dia sudah mengambil handphone dari tangan Qilah. Melihat Mita begitu, Qilah tak mau bohong kalau dia berubah jadi agak khawatir. Mita memang terlihat sekuat penampilannya, tapi Qilah tahu lebih dari siapa pun kalau justru aslinya Mita adalah kebalikan dari semua itu. Apalagi ini menyangkut soal Aaron—Qilah tahu permasalahnnya dengan Nessa, jadi itu sangat bohong bagi Qilah kalau dia bilang dia tidak khawatir melihat kenampakan Mita yang bertingkah seperti sekarang ini.

Meski tahu Mita bukanlah orang yang apa-apa harus didampingi, tapi Qilah kali ini ingin sekali menawarkan bantuan. "Mau gue temenin?" tanyanya. Yang langsung disambut gelengan kepala singkat oleh Mita.

"Makasih, Qil. Gue sendiri aja." Dengan itu, Mita melangkah pergi ke luar kelas.

Dari tempatnya duduk, Genta sempat melirik sekilas saat Mita berjalan melewati pintu. Mita kelihatan agak gusar dan buru-buru. Hal tersebut membuat konsentrasi Genta buyar jadi dia meninggalkan map permainan. Hanya untuk menghampiri Qilah dan bertanya ada apa dengan Mita.

Ditanya begitu, Qilah diam sebentar. Dia biasanya akan menggoda Genta dan tidak memberi tahunya dengan mudah. Tapi, kali ini, Qilah langsung mengatakannya—meski dia kelihatan kurang yakin selama beberapa saat. Sambil mengedikkan sepasang bahu, Qilah berujar, "gak tau, tuh. Diajak ngobrol sama Nessa."

Genta tak merespons banyak. Dia hanya menganggut paham kemudian berjalan gontai menuju kursinya. Membiarkan otaknya secara liar menerka-nerka tentang keperluan apa yang harus dibicarakan secara privat oleh Mita dengan Nessa. Seingat Genta, Mita memiliki hubungan yang kurang baik dengan Nessa karena, yah, begitulah.

EvanescentWhere stories live. Discover now