Let's-Aaron

561 54 21
                                    

Suryakanta Aaron Pratama

Lahir di Jogjakarta, 22 oktober 1996. Tinggi 177 cm dan berat badan disembunyikan. Golongan darah O dan anak sulung dari dua bersaudara. Siswa jurusan teknik mesin yang tahun ini sudah masuk semester akhir di tingkat dua. Ketua OSIS di tahun angkatannya. Juga aktif di ekskul Pramuka.

Suryakanta. Terdengar sangat kuno dan aneh, ya. Tapi kebanyakan orang tidak tahu kalau suryakanta adalah kata baku yang ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan memiliki arti kaca pembesar.

Nama panggilannya adalah Aaron. Atau mungkin Tama—nama kecilnya. Tapi ia lebih sering dipanggil Inas oleh teman-teman sekelas, sejurusan, dan seangkatan. Bahkan ada beberapa junior dan senior yang juga menyebutnya demikian.

Dengar-dengar sih, karena aron itu kan artinya nasi setengah matang. Ia dengar dari Ita—pacarnya—kalau anak-anak memanggilnya inas, ya dari kata nasi yang sedikit diputar balik. Pasal nama tengahnya yang malah dibuat bercandaan itu tentu saja bukan tanpa sebab musabab.

Yea. Everythings happen for a reason, right?

Alasan anak-anak lain menyebut kalau Aaron itu setengah waras tidak lain dan tidak bukan ya karena tingkahnya memang setengah gila. Maksudnya, bukan dalam artain harfiah. Bagaimana menjelaskannya, ya?

Aaron itu anaknya diam. Dia tegas, disiplin, dan kaku—plus sensian. Tapi tak jarang juga dia
bercanda dan malah kelihatan aneh. Masalahnya bercandaannya itu garing, haha.

Aaron itu seperti bipolar. Sebut saja begitu. Dia bisa jadi pribadi yang sangat serius kalau urusan pelajaran atau organisasi. Dia bisa juga jadi sangat kekanakan dan kelihatan idiot di waktu yang lain. Tapi dia tidak benar-benar punya penyakit mental atau semacamnya, kok. Hanya saja di dalam satu tubuh itu memang seperti ada dua kepribadian yang sangat bertolak belakang.

Itulah mengapa dia dipanggil Inas. Yang asal usulnya dari kata nasi. Berasal dari kata aron yang definisinya adalah nasi setengah masak. Setengah. Sama seperti sifatnya yang setengah. Setengah waras.

Ambil cotoh saja dari hal yang saat ini terjadi.

“Nas, lo dipanggil Pak Manu. Suruh jaga gerbang depan katanya.” Teriak salah satu siswa dari depan pintu kelas

Yah, hari ini hari Senin. Sebagai ketua OSIS yang budiman, Aaron memang sesekali disuruh mendampingi guru kesiswaan untuk mengecek kelengkapan atribut para siswa yang baru masuk gerbang. Ga penting banget kan ya, sebenernya.

“Iya bentar.” Sahut Aaron sambil sibuk mencari sesuatu di dalam tas

“Buruan ih nanti gue yang kena omel, Nas.”

Lima detik. Sepuluh detik. Tak ada jawaban.

“Inas lo denger gue ga, sih?”

“LO DENGER GAK GUE BILANG IYA, BENTAR?”

Mendengar Aaron yang seketika berbicara dengan nada tinggi, si siswa yang berani-berani cari masalah dengan orang bipolar ini setengah tersentak di depan pintu sana. Oh, tidak hanya dia seorang. Sebagian isi kelas juga sekarang sudah mulai tegang.

“Bukannya gitu. Lo tau sendiri Pak Manu kalo kita lelet tuh—“

“YA TUNGGU DULU INI GUE NYARI TOPI GA KETEMU-KETEMU.”

Hening. Aaron masih sibuk membongkar-bongkar isi tasnya. Lelaki itu betulan sinting di mata orang-orang. Bagaimana tidak? Topi yang dia cari-cari sampai membentak orang lain itu dari tadi sudah nyangkut di kepalanya sendiri.

“Ron,”

Yang barusan itu Nessa. Perempuan cantik ini adalah wakil ketua kelas—ya karena ketua kelasnya jelas-jelas Aaron sendiri. Di kelas ini yang memanggil Aaron dengan nama panggilan normal ya cuma siswi yang satu ini. Selain itu, Nessa juga dianggap satu-satunya orang yang bisa menjinakkan Aaron selain Ita. Makanya di situasi seperti ini yang berani buka mulut cuma dia sendiri.

“APA LAGI?”

“Topinya udah lo pake dari tadi.”

Krik.

Aaron membulatkan mata sambil mengangkat alis—kaget. Tangannya kemudian refleks menyentuh kepala. Sepersekian detik kemudian, lelaki itu tertawa keras.

“HAHAHA ANJIR BEGO BANGET DAH.”

Lihat kan? Aaron itu betulan seperti bipolar. Ruang kelas hening sekali selain suara Aaron yang menggema karena mengumpati diri sendiri.

“Hahaha makasih ya, Ness.”

Lelaki itu lantas menyeret langkah untuk ke luar kelas dan segera menjalankan mandat yang dikirimkan oleh Pak Manu.

“Lo juga, thanks udah nyampein pesan bapak kesiswaan.” Kata Aaron sambil menepuk bahu siswa yang tadi menyuruhnya untuk segera ke gerbang.

Tak sampai hitungan menit, Aaron sudah melesat pergi.

“Ih anjir ga sih orang kaya dia, tuh? Jantung gue hampir lompat gegara tiba-tiba marah-marah ga jelas.”

“Parah sih sakitnya serius si Inas gue rasa. Dari dulu gils ga sembuh-sembuh.”

“Boyotnya ga ilang-ilang ya tu orang, heran.”

“Booking kamar RSJ kali buruan haha.”

”

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
EvanescentDonde viven las historias. Descúbrelo ahora