33. Rain is Falling

138 25 50
                                    

Hujan turun deras sore itu. Buliran air yang bergerak vertikal dari atas langit menuju bumi itu tak lelah menjatuhkan diri sejak pagi. Mungkin efek kekuatan doa Aaron yang teramat dahsyat.

Ya, Aaron berdoa supaya hujan terus berlanjut. Sebab pribadinya yakin seribu persen, bahwa Mita yang sekarang ada di hadapan matanya bakal pergi semisal hujan berhenti turun dan meninggalkannya dengan sejuta luka hati.

→←

"Kamu ikut aja. Aku nggak apa-apa," kata seorang Suryakanta Aaron Pratama yang tengah meringis kesakitan sebab luka di lutut kanannya.

Seisi rumah budenya sudah bersiap-siap hendak berangkat piknik, sementara dirinya sendiri malah terududuk lemas di sofa ruang tengah. Dengan sesosok Mita di sandingnya, tentu saja.

"Ya aku ngapain ikut kalo kamu nggak ikut?" kesal Mita sambil membasahi kapas dengan alkohol—untuk membersihkan luka Aaron.

Mendengar ucapan Mita yang terdengar sangat jengkel, Aaron mengulas senyum. Lain dengan Mita yang di dalam hatinya tengah merutuki diri sendiri. Ia niatnya tak ingin muncul di hadapan Aaron hari ini setelah kejadian menyedihkan kemarin sore. Tapi, lagi-lagi ia kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Karena, faktanya ia tetap menemui Aaron, membiarkan luka hatinya mengering—hanya untuk ditimpa dengan luka hati yang baru—dan bertingkah seolah tak terjadi apa-apa.

"Lagian kamu lagi ngapain coba bisa jatuh segala? Mikirin apa sih? Kalo udah gini siapa coba yang repot?!" oceh Mita dengan suara toaknya

Aaron bukannya ciut, malah terkikik geli. Ia baru berhenti tertawa setelah Mita mencubit perutnya.

"Aku mikirin kamu. Mikirin kamu terus," jawab Aaron lurus

"Apaan, gembel."

"Hah? Gembel?"

Mita mengangguk.

"Gombal, kali?" tanya Aaron bingung

"Gatau ah. Mau gembel kek, gombal kek, gimbal kek."

Aaron lagi-lagi meloloskan tawa. Ia hanya kelewat senang melihat Mita yang mudah sekali digoda sampai jadi kesal begitu.

Ah, Iya. Waktu itu sekitar pukul tujuh pagi di hari minggu. Aaron dan Mita yang seharusnya ikut piknik bersama bude, tak jadi berangkat karena Aaron dapat luka yang lumayan besar di lututnya sebab jatuh dari motor saat hendak beli sarapan.

“Ita.”

Mita cuma berdeham dan masih serius membersihkan luka waktu Aaron memanggil namanya. Aaron yang sadari tadi ketawa-ketiwi sebenarnya juga memiliki beban hati yang ia tahan sekuat tenaga. Awalnya tak terbesit sedikit pun di benak Aaron soal membicarakan perasaannya. Tapi, entah angin dari mana, ia tiba-tiba merasa ingin jujur soal berbagai hal—soal hubungan mereka—yang belakangan ini mengganggu pikirannya.

“Ada sesuatu yang mau kamu bilang ke aku, nggak?” tanya Aaron

“Hah?”

“Uh-Uhm, itu. Abis, menurutku kamu jadi nggak kayak biasanya.”

EvanescentDonde viven las historias. Descúbrelo ahora