3

486 71 2
                                    

"Kapan pertandingan selanjutnya?"

Kedua gadis itu melangkah keluar dari ruang lab, menuju kelas selanjutnya. Berada di sisi lain lantai dua, pojok ke pojok. Ruang bahasa kelas 2. Mereka berdua adalah yang terakhir keluar dari kelas karena Hali masih malas untuk berjalan keluar setelah pelajaran biologi yang menguras otak pagi pagi begini.

Bahkan bel pergantian jam sudah berbunyi 5 menit lalu dan hanya mereka saja yang masih berada di lorong lantai 2.

"2 hari lagi.. kenapa? Mau nonton?"

"Oiya dong! Sekalian beliin tiket buat gue ya.. lu kan nggak perlu tiket masuk.."

"Beli sendirilah! Nggak modal lu!"

"Gue dateng buat kasih elu semangat! Seenggaknya kasian sama gue dikit kek!"

"Kalo lu nggak nonton juga nggak masalah si.. bukannya kau juga harus berlatih untuk lomba lari minggu depan?"

Taufan sendiri juga merupakan anggota inti klub lari. Ia bisa saja menjadi ketua namun dia tak menginginkannya. Waktu bermainnya bisa terbatas nanti, katanya..

"Apa sih yang enggak buat sohib gue satu ini~"

"Beri gue pin atm lu!"

"Ya nggak gitu juga!!"

Sedikit kesal karena candaan nggak ngotak temannya ini, membuat Taufan ingin menjahilinya. Kebetulan ia dapat ide bagus, mampir di otaknya.

"Bukankah itu Gempa!?" Tuding Taufan menuding sembarang arah.

Seolah otomatis bertindak begitu mendengar kata Gempa, Hali menoleh kanan kiri mencari sang pemilik nama.

Kikikan pelan yang terdengar begitu menyebalkan itu menyadarkannya. Hali menatap dongkol Taufan yang masih belum berhenti tertawa.

"Lu berani bener ngerjain gue!?" Hali mencengkram kerah baju Taufan geram meski tak mampu menahan rona merah diwajah. Malu karena secara tidak langsung ia menunjukkan bahwa ia memang ada obsesi dengan pria itu.

"Beranilah! Masa kagak!?" Bukan menciut, malah balik menantang.

"Kau ini--!!"

"W-woi!! Belakangmu-!!"

"Apa?! Kau mau membodohiku lagi!?" Hali menarik narik kerah kemeja maju mundur hingga punggungnya menabrak seseorang.

Suara tubrukan sedikit terdengar membuat Hali tanpa sadar berbalik. Melepas kemeja Taufan yang belum siap berdiri hingga jatuh rubuh menghantam lantai.

"Ge-Gempa?!" Delik Hali begitu sadar siapa yang di tabraknya.

Sial! Suaranya tanpa sadar bergetar saking kagetnya!

"So..sori.." Hali berujar lirih malu malu.

Taufan mengusap punggungnya yang mencium lantai dengan elitnya. Entah mengapa ia merasakan hawa mencekam.

Mencari sumbernya dan ternyata berasal dari Hali. Manik merah itu memincing tajam. Manatap Gempa tak suka.

Mungkin itu yang akan dilihat orang lain dengan tatapan ogah ogahan seperti itu. Namun entah bagi Taufan, ia merasa tatapan itu ada maksud lain.

Gadis penggila basket itu tengah malu dan tak ingin membuat kontak mata..

Apa dia terlalu malu hingga tanpa sadar menatap sinis pria yang disukainya itu?

"Aa.. nggak papa. Kalian juga kelihatannya seru sekali.." ucap Gempa santai.

"Dia mencekikku.."

"Ma..mana ada!?" Hali menendang kaki Taufan yang kebetulan tak jauh darinya. Sedikit keras agar tak mengucap hal hal aneh.

"Biar ku bantu-!!"

Gempa menawarkan bantuan pada Taufan yang masih terduduk dilantai, namun dengan cepat dicegah oleh Hali.

"Tak perlu! Dia emang lagi kepingin duduk di lantai!.." ceplos Hali asal karena cenderung panik. Meski begitu dengan hebatnya, mau panik, sedih, senang, gembira, ekspresi gadis itu tetap sama.

"? Baiklah.. sebaiknya kalian segera ke kelas.."

"Habis ini kita ke kelas kok!" Hali berujar santai sembari tersenyum tipis.

"Aa! Suratmu jatuh.."

Melihat surat beramplop itu tak jauh dari kakinya, Hali segera mengambilnya dan memberikan benda itu pada pria di depannya.

Menghiraukan Taufan yang mulai bangkit dari duduknya sembari menggerutu.

"Makasih banyak, Hali"

"Pasti sangat sibuk menjadi ketua.."

"Tidak juga sebenarnya. Ah ya! Untuk dua hari lagi kepala sekolah berujar untuk menggunakan pemandu sorak untuk perempat final ekskul basket. Aku akan bilang lebih jelasnya nanti sore, bagaimana?"

"Ya.. itu bagus. Terimakasih.."

'Pftt!! Itu bagus!?' gumam Taufan pelan dibelakangnya. Menertawakan jawaban spontan namun kikuk dari Hali.

"Istirahat ke 3?"

"Baiklah"

"Bagus! Sampai jumpa nanti Hali!" Gempa menepuk pundak Hali dan berjalan melewatinya.

Sempat dilihat Taufan bahwa pria itu mengetuk pintu ruang matematika sebelum akhirnya hilang ditelan pintu kayu tersebut.

Balik menatap Hali yang masih diam di tempat.

Mulai lagi deh..

Taufan menghela nafas panjang kemudian berjalan, menghadap Hali.

Terkejutlah ia melihat Hali yang seluruh matanya memutih.

"Hali! Woi!! Jangan mati woi!!" Taufan mengoyang goyang pundak Hali untuk menyadarkannya.

"Dia menyentuh pundakku.. hehehehe.." lirih Hali senang dengan tawanya yang terdengar aneh.

Ini tidak masuk akal! Apa sebesar itu rasa suka Hali pada pria itu?

Dan lagi ia bahkan bisa bersikap normal di hadapan Gempa namun dibelakangnya ia sampai error juga gila begini!? Segitu tingginya gengsi Hali hingga ia tak ingin memperlihatkan rasa sukanya?!

Ini benar benar aneh..

.
.
.
.

Jangan lupa RnV nya ya! Thanks qwq))b

Don't Notice Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang