36

307 40 5
                                    

"Hali.. Minggu depan ada ujian ya?"

Gadis yang sibuk menikmati roti panggang dan telur sebagai sarapan di hari minggu ini seketika menghentikan kegiatan. Berhenti mengunyah.

Dan pandangannya seketika bertemu dengan manik merah yang lain.

Sosok wanita paruh baya yang bersandar pada tepian kitchen set sembari menunggu telur yang direbusnya untuk sarapan.

Memincingkan mata, menatap dirinya selidik.

"Iya bu.." Hali perlahan mengalihkan pandangan. Nafsu makannya mendadak hilang.

"Masih ingat berapa yang kamu dapat di ujian kemaren?.."

"70.."

"Nilai tertinggimu dan juga batas kkm sekolah?.. Berapa yang lainnya?"

"Aku akan belajar bu.." Alih Hali takut, ingin menyudahi ini. Masih segan bertemu tatap dengan ibunya.

Ya. Nilai tertinggi dari seluruh ujiannya adalah 70. Batas KKM pula.

Tapi waktu itu Hali sudah berusaha. Ia belajar sebelum ujian.

10 menit sebelum ujian.

"Seingat ibu, kamu dapat nilai mati di 3 mata pelajaran IPA.."

"Aku akan berusaha lagi bu.."

Merasakan tatapan mengerikan yang dilayangkan padanya.

Hawa dapur saat ini benar benar tak enak.

Wanita itu menghela nafas panjang. Tak habis pikir dengan putrinya. Pening.

Dia mulai beralih pada telur yang sekiranya telah matang. Ia tiriskan dan memasukkannya ke satu mangkuk berisi air dingin.

"Minggu depan.."

Hali sedari tadi yang masih belum juga lanjut makan karena ketakutan, seketika merinding begitu ibunya kembali bersua.

"Bila ada satu nilai mati.."

Berkeringat dingin. Gadis malang itu mulai membayangkan spekulasi terburuk yang bisa dilayangkan ibunya.

Membuang bola basketnya? Dipaksa keluar dari klub?

"Tidak ada uang jajan sampai ujian selanjutnya!.."

"APA?!!" Hali bangkit tak terima. Ini lebih buruk dari yang ia kira.

"Bila ujian selanjutnya masih dapat nilai mati, tetap nggak ada uang jajan!.." Putus sang ibu final. "Dan, awas saja kalau ayah kasih uang jajan ke Hali!" Tolehnya pada sang suami yang baru saja keluar dari kamar mandi sembari mengusap surai. Kaget tiba tiba di tuding.

"Ayah baru muncul lho.." Ujarnya lirih.

"Yaah.." Rengek Hali memandang ayahnya. Berharap bisa membantu.

Sepertinya sang ayah mengerti bila putri semata wayangnya tengah kesulitan. Balik memandang. Melempar senyum.

"Semangat sayang! Pasti bisa kok! Kan masih ada makan siang disana! "Ujarnya sembari memberi jempol. Menyemangati.

"Ayaah!!.." Bukan itu yang Hali maksud. Bibirnya mengerucut kecewa.

Tak ada uang, dia tak bisa main kemanapun. Atau beli barang keinginannya.

Padahal ia ada keinginan untuk membeli sepatu-

"Ibu juga kepikiran buat ikutin kamu bimbel, Hali!.." Saut ibu kembali. Tengah berfikir sembari mengupas kulit telur. Setelah bersih, ia membelah dua dan menyajikannya di piring. "Ikut lembaga setelah pulang sekolah.."

Don't Notice Me!Where stories live. Discover now