12

450 60 4
                                    

Pekan olahraga tinggal beberapa hari lagi, dan peserta lomba dari klub lari mulai kelihatan sibuk belakangan ini. Termasuk Taufan yang merupakan anggota inti.

Gadis itu mulai terlihat sibuk. Seperti setelah pelajaran berakhir, Taufan akan langsung pamit menuju ruang klubnya. Mungkin juga dalam waktu dekat ini dia akan melakukan latihan intensif mengingat sekolah ini cukup dikenal karena sering menyabet juara dalam lomba lari jarak pendek.

Dan lagi, Hali tau bahwa temannya ini cukup hebat dibidangnya kalau udah terlanjur niat.

Seingatnya rekor larinya saat tes olahraga waktu itu paling tinggi seangkatan.

Tak heran bila pelatih akan sangat mengandalkan temannya kali ini nanti.

Dia akan merasakan apa yang Taufan rasakan sebelumnya.

Disaat ia akan sangat iri karena sang netra saphire bisa tak mengikuti mata pelajaran.

Hali mendaratkan wajahnya pada meja. Rasa malas mulai menerpa. Tak tau apa yang harus ia lakukan disela jam istirahat pertama ini.

Istirahat pertama hanya berlangsung 15 menit. Sekedar untuk menyegarkan otak sebentar sebelum kembali lanjut pelajaran berikutnya.

Dan ya.. temannya itu ke ruang klubnya lagi. Meski Hali merasa bahwa itu hal percuma karena waktu istirahat ini sangat terbatas.

Tak tau apa yang harus dilakukan. Ingin jajan di kantin pun rasanya malas.

Jujur saja, dia tak punya teman dekat selain Taufan.

Tak seperti Taufan yang mudah bergaul, Hali tak bisa melakukannya semudah yang temannya lakukan.

Dan juga.. inisiatif diri sendiri yang merasa bahwa para murid sengaja memberi jarak padanya.

Tak begitu mengerti alasannya namun kata Taufan, teman teman sekelas cukup takut dengannya.

"Mata lu udah kayak mau nglabrak orang.." ujar Taufan menjelaskan alasannya.

"Ini udah bawaan dari lahir.."

Sebenarnya dia bisa saja bersikap sok kenal sok deket, tapi entah kenapa ia merasa lebih baik tidak melakukannya.

Karena itu.. bisa diduga bagaimana keadaannya bila temannya yang berisik itu tak ada.

Tapi.. bisa saja, tanpa temannya ia bisa belajar lebih serius.

Dia sempat diomeli ibunya karena tak pernah belajar dan terus terusan bermain basket.

Ibunya bahkan sudah menemukan hasil ujiannya kemarin entah bagaimana caranya. Padahal dia dan ayahnya sudah sepakat untuk tak memberitau ibu.

Ya meski nilainya pas pas an, tak seburuk yang dikira, namun ibu tak ingin menerimanya. Dia bilang dirinya masih bisa mendapatkan nilai lebih baik lagi kalau dia sungguh sungguh.

Sedangkan, ayahnya sendiri tidak masalah bila ia dapat nilai buruk karena yakin dengan potensinya.

Sebenarnya.. bila dia mau, ia bisa untuk mengikuti pelajaran.

Tapi rasa malasnya terlalu besar. Dia tak dapat berbuat banyak.

"Hei hei!! Bukankah itu Gempa?"

Suara sayup sayup dari beberapa gadis yang tengah berkerumun, cukup dekat dari bangkunya, terdengar oleh telinganya.

Hanya mengandalkan manik tajamnya, mencoba ikut melirik tanpa banyak tingkah. Tanpa ada seorangpun yang sadar.

Dan benar. Pria itu melangkah menyusuri lorong sembari berbincang dengan salah satu temannya. Hanya sebentar dan tak terlihat lagi karena telah berlalu, menjauh dari kelas yang ditempatinya ini.

Meski sebentar, Hali sangat mensyukuri itu.

Senyum pria itu layaknya serotonin baginya.

"Aaa.. ketua osis kita benar benar tampan~" ujar salah satu gadis dari kerumunan itu. Berujar pada teman temannya.

Tanpa sadar Hali mengangguk pelan. Mengiyakan.

"Udah ganteng banget, baik, pinter lagi! Paket komplit!" Tambah salah satu gadis yang lain, menimpali.

Lagi lagi Hali mengangguk setuju. Dagunya dibuat bergesek pelan pada meja.

"Kau benar! Laki yang ideal nggak sih?! Sempurna banget!"

"Sempurna banget.." gumam Hali pelan. Sangat pelan bahkan terdengar seperti lirihan.

Ia tak lagi meniduri meja. Kepalanya bangkit perlahan. Menyandarkan tubuhnya yang sedikit kaku pada sandaran kursi. Merenggangkan otot otonya. Mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menyibukkan diri.

Berlagak tak peduli namun ikut menguping.

"Hei!! Kalian ingat saat dia ekskul sepak bola kemaren? Gilaa.. keren banget dianya~"

"Bikin meleleh nggak sih?"

"Liat Gempa emang bawaannya bikin serangan jantung! Doki doki!"

Hali yang mendengar itu sebenarnya ikutan mengiyakan meski dalam hati. Mempertahankan wajah stoic datar miliknya meski hati ini tengah hangat penuh bunga bunga. Membenarkan perkataan mereka tentang pria itu.

Mereka punya selera yang bagus.

"Hei hei!! Apa menurutmu ia sudah punya pacar?" Lanjut yang lain tak jauh jauh dari topik.

"Aku tidak yakin. Tapi bukankah wakilnya cukup dekat dengan Gempa belakangan ini?"

"Aaa!! Anak kelas 2-a itu?"

"Solar ya?"

"Dia cantik banget. Jujur, aku iri!!"

"Tapi sifatnya nyebelin asli!"

"Gempa suka sama dia kah?!"

"Kata temanku mereka memang lumayan dekat. Tapi kan karena mau ada acara ulang tahun sekolah!"

"Apa mereka pacaran?!"

"Demi apa?!!"

"Tapi nggak bakal kaget sih kalo mereka benar benar-!!.. Kenapa disini hawanya berat banget ya?"

"Benar. Entah kenapa jadi merinding! Dingin!"

"Sejak kapan kelasnya dingin gini?"

"AC nya nyala kah?!"

Salah satu dari mereka tanpa sadar menoleh, dan terkejut mendapati Hali yang tengah diam menyilangkan tangan di depan dada. Memandang papan kosong di depannya. Manik merah itu terbuka rendah. Memandang tak ramah bahkan terkesan menusuk. Dibarengi dengan raut wajahnya datar tanpa ekspresi.

Manik merah itu tiba tiba melirik padanya, buatnya gugup.

"Di-disini agak dingin ya?" Ucapnya memulai pembicaraan.

"Tidak juga.." Hali berujar datar. Menyudahi kontak mata. "Malahan.."

Manik merah itu tanpa sadar memandang begis. "Bukankah disini agak panas?.." ujarnya rendah yang cukup terdengar mengerikan

Sadar darimana hawa dingin itu berasal, yang lain tak mampu berujar. Memilih diam untuk beberapa waktu sebelum akhirnya mengungkit topik yang lain.

"Ngeri.. aku bahkan takut melihat matanya.."

"Bagaimana Taufan bisa tahan dengan mata seperti itu?.."

"Ada apa dengannya?.."

"Moodnya buruk?"

Meski teman sekelas mereka yang bernama Taufan selalu berujar untuk mencoba berteman, mengajak ngobrol dengan Hali, salah satu primadona kelas juga sekolah ini // yang katanya gadis itu bisa asyik diajak ngobrol// namun sekali lagi mereka mengurungkan niat.

Nyali mereka keburu ciut begitu bertemu tatap dengan manik merah itu. Manik yang seolah bisa membunuh mereka.

"Cantik tapi ngeri bener.."

"Aku ingin berteman dengannya tapi aku takut.."

"Kini aku tau perasaan cowok saat mereka mencoba dekat dengannya.."

.
.
.

Jangan lupa RnV nya ya! Thanks!

Don't Notice Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang