17

415 50 2
                                    

Tanggal acara ulangtahun sekolah sudah diinformasikan. Dikatakan bahwa acara tersebut terpaksa diundur sampai akhir bulan karena bertubrukan dengan ujian tengah semester. // Hali dan Taufan kaget karena tau tau sudah mau uts, tanpa bisa mengingat materi apa saja yang telah mereka dapatkan sebelumnya//

Setelah penderitaan panjang hampir dua minggu ujian tengah semester, saat itu semua kegiatan klub diliburkan hingga selesai ujian, akhirnya hari ujian sudah memasuki babak akhir. Ditutup dengan ujian matematika yang berhasil membuat kepala para murid mendidih. Tak memberikan mereka sedikit kelonggaran pada hari terakhir ujian.

Hali terduduk di bangkunya pasrah. Kepalanya panas karena dipaksa berfikir terlalu lama. Pandangannya kosong layaknya ikan mati dibarengi kesadarannya yang samar samar, hampir gila.

Tak hanya Hali yang seperti itu, Taufan juga beberapa murid bersikap serupa. Terutama mereka yang kesulitan pada ujian hari ini. Kebanyakan otak mereka mengalami over heat.

Setelah penjaga ujian pada kelas mereka keluar setelah 5 menit bel berbunyi, mereka yang masih disuruh tetap berada di kelas, sibuk dengan urusan mereka masing masing. Seperti, mencocokan jawaban mereka yang sempat disalin di kertas buram, ataupun pasrah meratapi nasib dan move on tak ingin berkutat dengan ujian terkutuk itu. Berbincang dengan yang lain.

"Aku pasrah saja.." gumam Taufan yang tengah membenamkan wajahnya pada lipatan tangan di meja. Batinnya menangis. "Kenapa juga yang jaga malah yang buat soal?!"

Manik Hali melirik kearah temannya, tak ada tenaga untuk membalas perkataan meski ingin. Ujian matematika ditemani guru killer lebih melelahkan dan mengerikan daripada semua ujian yang ia jalani selama 10 hari ini.

"Aku nggak bisa nyontek sama sekali!!" Taufan memukul meja yang ditidurinya kesal. Kemudian terhenti dibarengi suara gumaman yang terdengar seperti suara tangisan yang dibuat buat.

"Menangis tak akan membuat hasil ujianmu berubah!" Hali menyadarkan diri, mencoba damai dengan kenyataan meski perih. Ia terpaksa menerima kemungkinan terburuk bila hasil ujiannya keluar dan ibunya sampai tau.

Meratapi ini terlalu lama juga nggak ada gunanya.

Bodo amat dan pasrah terdengar tak ada bedanya disini.

"Gurunya terus berdiri disampingku saat aku mencoba menyontek.." Taufan mengangkat wajah dengan raut wajah sedih. Kakinya masih tremor merasakan tatapan penuh ancaman dari guru itu padanya.

"Kau terlalu nekat!-"

"Bisa minta perhatiannya sebentar?!"

Pandangan Hali dan Taufan seketika menuju ke asal suara yang kini tengah berdiri di depan kelas. Para murid juga ikut memandang kearah yang sama. Menunggu penjelasan lebih lanjut.

Seorang gadis yang merupakan seorang ketua kelas itu terdiam sebentar setelah masuk kelas, memastikan semua penghuni memperhatikannya sebelum hendak berujar lebih lanjut.

Ia membuka buku saku yang berada ditangan "Aku mulai, ini mengenai acara ulangtahun sekolah. Acaranya berlangsung selama kurang lebih selama 4 hari. Meliputi berbagai macam lomba persahabatan, sampai acara utama yang dilaksanakan pada hari terakhir."

Gadis itu sedikit membenarkan kacamatanya yang merusut sebentar dan membalik halaman buku. "Pada hari terakhir itu juga, tiap kelas harus membuat stand juga mengirim minimal satu orang perwakilan untuk pensi!"

"Banyak banget dah! Ada pertanyaan sebelum aku lanjut lagi?" Tanya sang ketua kelas memandang teman temannya. Menutup buku kecilnya.

"Perwakilan buat pensinya ngapain?" Seseorang mengangkat tangannya sebatas telinga sembari bertanya.

"Unjuk kebolehan mungkin(?). Kirim band juga bisa! Buat pemeriah di akhir acara. Ada hadiahnya juga yang bisa dibilang.. lumayan!"

Suasana sedikit tak kondisif dibarengi dengan rasa antusiasme para murid "Hadiahnya apaan?"

"Entahlah! Mereka tak memberi tau.." jawab si ketua kelas. "Kita bahas lomba persahabatannya terlebih dulu. Ada lari estafet, sama seperti tahun lalu.." seketika pandangan gadis itu mengarah pada gadis lain yang duduk di bagian belakang. Dibarengi murid murid lain yang memandang kearah serupa.

Taufan sontak menoleh kanan kiri dengan bingung mengapa semua orang menatapnya. Termasuk Hali.

"Sayang sekali anak klub lari, tidak diperbolehkan mengikuti lomba ini!" Tambahnya.

"Ini diskriminasi!!" Taufan spontan memukul meja dengan kepalan tangan, berujar tak terima. Padahal ia menantikan perlombaan ini. Dia lebih antusias mengikuti ini dibandingkan lomba lari diluar sana.

Ketua kelas hanya tersenyum sebagai reaksi "Aku bercanda! Klub olahraga manapun bisa ikut! Osis sempat bercanda tentang ini karena salah satu teman kita mendapatkan juara pertama pekan olahraga kategori lari 200 m kemarin!"

.
.
.

"Pemilihan perwakilan lomba lomba dan pemutusan stand, sudah selesai. Besok kita mulai kerja untuk stand yang sudah dirundingkan. Ayo sekarang kita pulang!!"

Sesuai perintah ketua kelas, murid murid kelas 2-c berhamburan keluar. Beberapa berencana untuk mampir ke suatu tempat seperti mal atau semacamnya karena waktu belum sore.// Baru jam 1 siang //. Terlihat mentari masih memancarkan sinar teriknya.

"Kau mau langsung pulang?" Tanya Taufan yang kini melangkah menyusuri lorong dengan Hali.

"Mungkin iya. Lapangan outdoor lagi dipakai osis dan aku nggak bisa menyusup ke lapangan indoor karena dikunci."

"Kau mau main basket?"

"Mau apa lagi?"

"Dimana?"

"Lapangan umum biasanya"

"Panas panas begini?! Kulitmu bisa kebakar nanti! Pucat begitu!"

Tanpa sadar Hali memandang lengan tangan kanannya. Memang benar bahwa kulitnya tergolong putih bahkan nyaris pucat. Tapi dia tak ada masalah kesehatan serius karena itu. Sebab, ini faktor genetik dari ibunya.

Anak basket yang sering main outdoor namun memiliki kulit putih nyaris pucat. Hebat bukan?!

"Kalau begitu aku mainnya sore aja-!"

Pandangan Hali tertuju pada satu arah, membuat Taufan memandang ke arah yang serupa.

Sebuah ucapan selamat berbentuk memanjang pada klub lari mengenai kemenangan mereka pada pekan olahraga dua minggu kemarin, terpampang di depan gedung. Disana juga menjelaskan bahwa perwakilan mereka akan mengikuti pertandingan nasional.

"Kau memang hebat, Taufan!" Ujar Hali masih dengan memandangi baliho putih tersebut.

"W-wah!! Aku tersanjung di puji sang primadona sekaligus kapten basket putri.." Taufan tanpa sadar berujar gugup. Ini tak disangkanya namun sekaligus membuatnya senang.

"Aku akan menang juga!"

Taufan menoleh memandang Hali yang kini menatapnya lurus penuh keyakinan.

Mendengar itu membuat Taufan seketika menyunggingkan senyum lebar. Tangannya terayun menepuk punggung kawannya beberapa kali.

"Pertandingan awal tahun? Aku menantikan itu!!" Taufan menyemangatinya, balik memandang Hali dengan senang. "Kau pasti bisa melakukannya!"

Sempat terjadi keheningan selama beberapa saat, Taufan merangkul leher Hali erat. Menggiringnya hendak melewati gerbang, ke luar sekolah.

Sebelum si pemilik manik darah itu memberontak, Taufan segera berbicara. "Akhirnya aku melihat semangat di matamu! Ayo kita ke game center! Kau bisa latihan basket disana tanpa kepanasan teman!!"

"Memangnya bisa?!"

"Tentu saja! Ada tiket sebagai hadiah yang nanti bisa ditukar dengan barang barang disana! Aku akan mentraktirmu kali ini! Asal kau tau diri!!"

"Apa maksudmu huh?!"

"Lu kadang kalo gue traktir sering nggak tau diri soalnya!!"

"Sialan! Lu juga punya utang ke gue minggu lalu!"

"Ugh! Sial! Napa masih ingat dah?!.."

.
.
.

Jangan lupa RnV nya ya! Thanks!

Don't Notice Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang