38

290 43 6
                                    

"Kenapa kau datang kemari?"

"Istirahat habis latihan"

"Istirahat itu di rumah! Bukannya ke lapangan dan nelpon gue!" Toleh Hali pada sesosok lelaki yang tengah duduk disamping sembari menyantap eskrim sandwich stroberi di tangan. "Gue sibuk tau!"

Ice yang juga menyantap eskrim sandwich vanilla sempat menatap balik sebentar sebelum beralih memandang lapangan kosong yang tersiram lampu. Tetap terang meski malam telah lama menjelang. "Tapi lu dateng juga kan?"

Keduanya duduk bersebelahan di kursi panjang yang ada yang dibatasi satu kantong plastik berisi eskrim dan minuman isotonik dingin. Didalam sama juga ada beberapa kubus kecil es batu agar tetap dingin dan - untuk es krim - agar tidak mencair.

Hali memalingkan pandangan. Malu. "Aku lagi bokek.." Cicit Hali disana.

Lelaki itu menelpon saat Hali bersiap akan belajar setelah sempat menonton pertandingan disela waktu luang.

Ia mengatakan dua kalimat yang sangat menarik bagi Hali hingga ia tak kuasa menolaknya.

".. Datanglah ke lapangan! Aku traktir!.."

Krisis ekonomi mulai mencekiknya. Keuangan gadis itu mulai menipis dan pesan yang dikirim, foto yang memperlihatkan satu kantong plastik berisi eskrim dan minuman dingin, begitu menguji imannya.

Dan Hali gagal.

Lagipula eskrim yang dibelinya itu memiliki harga yang lumayan dan rasa yang legit. Bagaimana ia tidak tergoda?

Mengigit eskrim di tangan dengan ganas. Meruntuki diri yang lemah.

"Memangnya sibuk ngapain?"

"Belajar"

"Belajar?" Tanya Ice sekali lagi. Menoleh.

"Ya" Angguknya yakin.

Keduanya saling pandang untuk beberapa saat.

Sebelum akhirnya Ice memutuskan kontak mata. Kembali melihat lapangan ".. Kau tidak terlihat seperti gadis yang mementingkan nilai pelajaran!" Menghabiskan kue eskrim miliknya dan meremas bungkusnya.

"Haha. Mau ku pukul?" Hali sudah siap dengan kepalan tangannya. Kesal

Membuang bungkus di kantong plastik "Lakukan saja kalau bisa!" Toleh Ice balik menantang.

Kembali saling tatap dalam diam. Raut keduanya tampak serius.

Hingga gadis itu menendang kuat betis kiri Ice dengan ujung sepatu. Bagian depannya terlapis sol tebal yang sekiranya dapat menyakiti kaki bila dihantam kuat.

Membuat lelaki itu meringis kesakitan sambil memeluk kaki kirinya yang malang. Kakinya yang sebelumnya sempat digebor selama 3 jam lebih makin membuat semua ini terasa menyakitkan.

Dan tentu saja itu mengundang senyum di birai Hali.

"Hehe.. Mampus!"

.
.
.

"Kenapa lu masih mau latihan sama gue? Lu nggak capek?" Hali mendribble bola. Membawa ke tengah lapangan dimana Ice sudah berdiri disana.

"Pingin aja. Kau minta nomerku tempo hari lalu agar bisa main bareng. Sekarang apa salahnya?"

Ya. Hali lupa waktu itu. Saat pertemuan ketiga, keduanya sempat bertukar kontak. Tentu saja ia punya tujuan lain.

Berteman dengan salah satu pemain SMA terbaik di kota itu, bukankah itu terlalu bagus untuk di lewatkan? Apalagi saat itu, keduanya cukup sering ketemu.

Don't Notice Me!Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt