40

324 41 6
                                    

"Waduh! Mesra mesraan di sekolah, dibolehin apa enggak ni, pak ketos?!" Tanya satu kawan sambil menepuk pundak si pemilik nama yang kaget tiba tiba ditodong pertanyaan.

Gempa hanya menatap heran, merasa canggung karena seperti ini bukan rana tanggung jawabnya. "Yah.. Kurasa lebih baik hati hati aja biar nggak sampai ketahuan guru.." Jawab lelaki itu sewajarnya.  "Kudengar ada beberapa guru yang tidak mentolerir hal seperti itu di sekolah.. "

"Beneran?"

"Masa?"

"Aku baru tau ada begituan juga.." Saut yang lain. "Oke! Kami pergi dulu ya! Maaf ganggu~"

Hali memandang nanar Gempa yang tersenyum menyapa untuk sebentar sebelum lelaki itu ikut kembali melanjutkan langkah. Hendak menuju lobi utama berjalan pulang.

Terdiam sebentar, Hali pun rubuh. Air matanya meleleh karena 'kebetulan bertemu Gempa' kali ini yang seolah lebih parah daripada sebelumnya.

"Lu kenapa?!!" Blaze mengguncang tubuh lemas Hali yang kini tak berdaya ditempat. Raut wajahnya terlihat sangat panik.

Ini pertama kalinya ia melihat Hali menangis.

Apa ada yang salah?!

"Sakit?! Gue bawa ke uks ya!!" Blaze sudah ancang ancang akan mengendongnya.

Seketika membuat Hali sadar dan menghentikan tangis dalam diamnya. Segera menolak "Kagak!! Kagaakk!!!" Mencegah cepat tangan Blaze yang hendak mendekatinya. Beringsut mundur.

.
.
.

Hali duduk di bangku samping vending mesin. Sembari menunduk, ia mengusap hidungnya yang entah sejak kapan meler dengan punggung tangan.

"Kenapa?! Lu bikin gue takut tiba tiba nangis gitu!" Sebuah suara mendekat kearahnya.

Ia dengarkan tanpa sedikitpun menoleh.

"Sori udah bikin lu takut.." Ujar Hali memandang arah lain. Menyadari kekonyolannya.

Dia tak pernah menyangka bahwa emosi yang tiba tiba meluap tadi, telah dilihat oleh orang lain. Mau taruh mana mukanya sekarang?!

Dia benar benar seperti orang bodoh.

Sudahlah! Lagipula dari dulu hidupnya apes terus-

Satu tisu pocket terlihat dihadapkan. Gadis yang kini mendongakan kepala, melihat Blaze ada disana.

Hanya ada keheningan. Lelaki itu tetap tak bergeming, namun dengan tangan meminta untuk menerima benda yang dibawanya.

Tak enak membuatnya menunggu lama, Hali pun mengambil benda itu.

Mengusap hidung dan pelupuk mata dengan selembar tisu.

"Lu beneran nggak papa?" Tanya Blaze sekali lagi.

"Ya" Jawaban singkat sembari meremas tisu jadi satu bola kecil.

Hali tersenyum kecut. Mulai sekarang orang orang akan mengosipinya.

Kesempatannya dengan Gempa yang semula kecil, makin turun ke tahap mustahil. Hali sudah sangat ber negatif thinking tentang ini.

"Gue minta maaf udah buat lu nangis.." 

Satu kalimat itu buatnya kaget. Spontan menoleh memandang lelaki itu kembali.

Menatap lurus dan serius.

Namun itu berhasil buat dada Hali melencos saat ia sadar sesuatu.

Seketika panik. Jantungnya berpacu tak karuan.

Don't Notice Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang