Aldebaran

1.7K 316 13
                                    


.
.
.
.
.
Seorang laki-laki tinggi sedang memperhatikan keributan dirumahnya dengan bingung. Dia baru saja pulang dari kampus saat melihat orang yang dipanggilnya ayah sedang berdebat dengan neneknya. Dia bukan anak yang akan mencampuri urusan orang tua, itu yang diajarkan neneknya selama ini.

Laki-laki itu hanya diam menatap ketiga orang dewasa itu, tidak ada satu suara pun yang dia keluarkan. Mata bulat cantiknya hanya memandang ketiganya dengan nanar. Orang tuanya pasti sedang membahas tentang harta peninggalan kakeknya. Ayahnya sudah sangat sering menghubunginya hanya untuk menanyakan hal itu, padahal dia sendiri tidak tau apapun soal itu.

"Alden." Laki-laki itu tersentak saat suara sang nenek memasuki indra pendengarnya.

"Nenek, ayah kesini pasti mau minta harta ya?" Sang nenek tersenyum, beliau mengelus wajah tampan dan manis cucu tungalnya.

"Alden sayang sama nenek?" Alden, laki-laki tinggi itu menganguk.

"Alden teh sayang banget sama nenek." Laki-laki itu mengikuti tarikan halus yang neneknya lakukan padanya.

"Berarti Alden harus nurut apa kata nenek, ngerti?" Lagi-lagi Alden mengangguk, selama ini dia tidak pernah sekalipun membantah ucapan sang nenek.

"Jadi kalau nenek minta Alden pergi dari sini, Alden harus pergi ya!" Alden mengangguk kecil, sebelum netranya menatap neneknya tidak percaya.

"N-nenek ngusir Alden?" Mata Alden sudah berkaca-kaca, dia tidak percaya bahwa dia juga akam diusir oleh neneknya, sosok yang selalu dia jadikan rumah.

"Aldebaran dengerin nenek, kamu gak diusir sayang, nenek cuma mau kamu pergi buat kursus bahasa inggris, tapi pulangnya harus tunggu nenek jemput ya." Alden mengerjap, di bingung, apakah neneknya akan mengirimnya keluar negri.

"T-tapi Alden bisa bahasa inggris nek, lagian Alden gak mau tinggal diluar negri." Alden mengerucutkan bibirnya, dia kesal.

"Alden sayang, bukan keluar negri, nenek cuma akan kirim kamu ke jawa timur, kepare lebih tepatnya, kekampung inggris." Sang nenek tersenyum melihat wajah polos cucunya.

"G-gak, Alden gak mau ninggalin nenek." Alden menggeleng heboh.

"Kalau gitu Alden mau nikah?" Mata Alden melotot mendengar ucapan neneknya.

"Gak mau, Alden mau nikah sama pilihan Alden sendiri." Suara Alden sudah terdengar serak, pemuda itu sedang menahan tangisnya.

"Kalau gitu Alden pergi ke pare, biar kamu gak dinikahin sama ayah kamu." Alden mengangguk, tapi difikirannya masih penuh tentang bagaimana sang nenek jika dia pergi.

"Kalau Alden pergi, nenek gimana?" Sang nenek tersenyum, cucu tunggalnya itu sangat perhatian.

"Nenek akan baik-baik saa, nenek janji." Alden tersenyum saat sang nenek tersenyum dihadapannya.

"Janji ya, nenek harus baik-baik aja sampe Alden pulang." Sang nenek mengangguk.

"Iya, sekarang sana kamu masuk kamar terus beresin barang yang mau kamu bawa ke pare, kalau sudah cepet turun kebawah, nenek antar kamu kebandara." Alden melotot, neneknya serius? Dia harus berangkat hari ini juga?

"T-tapi–"

"Gak ada tapi sayang, sekarang cepat, nenek tunggu 30 menit." Mendengar itu, Alden segera berlari kekamarnya, memasukan pakaiannya secara acak kedalam koper, memasukan barang-barang berharga seperti laptop, charger, dompet juga buku tabungannya kedalam ransel.

Alden menggeret kopernya keluar kamar, di bahkan tidak mengganti baju, tiba-tiba saja dia sudah diminta pergi kepare. Alden melihat sang nenek berdiri diruang keluarga. Wanita itu segera meminta Alden mengikutinya kedalam mobil.

Rumah BintangWhere stories live. Discover now