Dia siapa?

975 184 7
                                    


.
.
.
.
.
Ares tidak tau apa yang harus dia katakan saat ini, baru saja semalam Igel mengingatkannya untuk mengungkapkan perasaannya pada Alta, siang ini dia sudah melihat Alta sedang dipeluk oleh seorang laki-laki, dan Alta diam saja hanya wajahnya yang tampak terkejut.

"Bli, itu siapa?" Ares melirik Rion yang sudah berdiri disebelahnya.

"Mana aku tau Yon." Rion cemberut mendengar jawaban Ares, apakah Rion tidak tau jika dibanding yang lain, pertanyaan dikepala Ares tentang siapa yang tengah memeluk Alta itu jauh lebih banyak.

"Kayaknya kenalannya mas Alta deh." Ares hanya bisa mengangguk. Kemudian kembali fokus menghitung pemasukan bulanan, maklum sudah akhir bulan.

"Bli gak cemburu?" Ares menghela nafas mendengar pertanyaan Rion, tapi matanya sama sekali tidak lepas dari layar dihadapannya, dia tidak ingin menatap kedepan karena akan langsung menatap Alta yang sedang dipeluk oleh laki-laki asing itu.

"Cemburu pun, aku gak ada hak Yon." Rion langsung menutup mulutnya mendengar jawaban Ares.

"Sabar ya bli." Ares akhirnya menatap Rion.

"Rion diem dulu ya, aku mau ngitung ini." Rion hanya bisa mengangguk.

Kedua nya diam, tidak ada yang mau membuka suara, bahkan saat Leo dan Hadar menatap kejadian itu, mereka memutuskan tidak bertanya pada Ares, karena aura Ares terlihat sangat gelap dan tidak ingin diganggu.

"Ares!" Ares mendongak saat mendengar suara lembut Alta.

"Kenapa?" Ares menatap bingung saat Alta terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu. Ares juga melihat laki-laki asing itu ada dibelakang Alta.

"Itu, aku boleh ijin? Aku mau bicara sama dia." Ares tersenyum, dia mengangguk,  mengiyakan permintaan Alta, ya meskipun hatinya berantakan sih.

"Boleh, nanti kalau udah kamu bisa langsung pulang kerumah Ta, kita tutup awal kan hari ini." Alta mengangguk, sebenarnya dia ingin sekali meminta maaf pada Ares, bohong jika dia tidak bisa melihat luka dimata Ares.

"Iya nanti aku langsung balik, aku pergi dulu ya." Ares mengangguk, mengiringi kepergian Alta dengan senyum dibibirnya. Dia juga bisa melihat Alta menarik laki-laki itu untuk keluar dari cafe.

"Hati-hati."
.
.
.
.
.
Alta terus saja menarik tangan laki-laki itu untuk mengikutinya, dan sepertinya laki-laki itu tidak sempat protes karena Alta terlihat sangat marah.

Alta berhenti di taman tidak jauh dari cafe, taman itu memang sepi saat siang hari, jadi Alta bisa bisa bebas berbicara pada sosok yang sekarang ada dihadapannya itu.

"Kamu ngapain disini? kenapa kamu bisa tau aku ada disini? kenapa juga kamu peluk-peluk tadi." Alta langsung menunjuk laki-laki itu dengan wajah marah, meski pun mulutnya sudah melontarkan berbagai pertanyaan.

"Aduh Ta, yo satu-satu gitu loh tanya nya." Alta mendelik kesal saat laki-laki itu bukannya menjawab pertanyaannya malah mengucapkan hal lain.

"Jawab aja Lino, tinggal jawab aja banyak alasan." sosok laki-laki yang ternyata adalah Lino, sahabat Alta dari jogja itu hanya mendengus kesal.

"Ok ok aku jawab, gak usah marah-marah, heran aku, hampir setahun gak ketemu kok ya makin galak." Lino langsung menutup mukutnya saat Alta menatap nya tajam.

"Aku kesini karena aku nyari kamu, aku tau dari instagram mu, meskipun itu akun baru, kenapa aku meluk kamu? Ya karna aku kangen lah!"  Alta mengacak rambutnya frustasi.

"LINOOO!!!! KAMU BISA BIKIN GEBETANKU SALAH PAHAM KARENA KAMU MELUK AKU TADI!!!" Lino tersentak kaget saat Alta berteriak dihadapannya.

"Hah? gebetan? Yang mana?" Alta menghela nafas kesal.

"Yang jaga kasir tadi." Lino mencoba mengingat wajah orang yang dimaksud Alta.

"Oh yang pernah kamu posting itu? yang foto berdua?" Alta mengangguk.

"Iya, aku kan lagi deketin dia, terus sekarang dia pasti salah paham." Alta berjongkok dan menutup wajahnya dengan tangan.

"Aduh jangan nangis dong." Lino menepuk kepala Alta pelan.

"Lagian kamu sih, kan udah aku kasih sim card biar aku bisa hubungin kamu, ini malah gak kamu pake!" Alta langsung berdiri dan menatap Lino tajam.

"Sengaja biar kamu gak bisa hubungin aku, kamu kira orang tua ku bakal diem aja kalau kamu bisa hubungin aku, kok jadi kamu yang marah!" Lino menghela nafas, dia akhirnya mengalah, mendebat Alta disaat seperti ini adalah hal yang tidak mungkin.

"Ya udah maaf."
.
.
.
.
.
Ares sudah beberapa kali menghela nafas, dadanya terasa sesak terutama saat mengingat laki-laki yang memeluk Alta tadi.

"Bang?" Ares berdehem dan melirik Rius.

"Gak papa?" Ares mengangguk.

"Gak papa dek." Rius menempel pada lengan kiri Ares.

"Jangan dipikirin bang, nanti abang drop." Ares hanya mengangguk, dia mengelus rambut hitam Rius.

"Dek besok ikut aku sama Igel, mau gak?" Rius mengerjap bingung.

"Kemana bang?" Ares hanya tersenyum.

"Ke surabaya, besok waktunya check up, obat ku habis." Rius yang mendengar bisikan Ares langsung mengangguk setuju.

"Mau bang, tapi cafe gimana?" Ares mengedikan bahunya acuh.

"Tutup lah dek." Rius langsung mencibir.

"Bos mah bebas!"
.
.
.
.
.
Alta mengacak rambutnya frustasi, penjelasan Lino barusan benar-benar membuat Alta pusing. Dia jadi bingung harus bagaimana, tapi dia tidak ingin meninggalkan rumah bintang, galaxy's cafe dan juga Ares tentunya.

Katakan Alta sudah terlanjur nyaman berada diantara penghuni rumah bintang, adik-adiknya itu bisa memberikan rasa yang selama ini tidak pernah Alta rasakan. Alta mendapat pengalaman yang tidak pernah dia dapatkan saat dirumah.

Katakanlah Alta terlanjur jatuh pada Ares, meskipun laki-laki mungil itu belum memberikan respon yang sesuai keinginan Alta, tapi Alta tidak masalah, dia bisa menunggu sambil berusaha.

"Orang tua mu lagi ada disurabaya Ta, mereka nyari kamu, aku kesini sebenernya karena Rafi ngajak kursus, cari sertifikat, tapi waktu aku tau kamu disini, aku sekalian kasih tau kamu soal ini, kamu tau sendiri orang tua mu kayak gimana Ta." Lino menjelaskan tujuan utamanya datang ke pare dan menemui Alta, agar laki-laki cantik itu bisa memikirkan cara untuk menghadapi orang tuanya, agar tidak ada yang terluka.

"Makasih udah kasih tau aku No, makasih banget, aku jadi bisa antisipasi." Alta menatap pada Lino, sebenarnya Lino tidak tega melihat Alta sedih seperti ini.

"Aku sama Rafi sepakat buat bantu kamu, tapi Rafi baru dateng besok Ta." Alta tersenyum.

"Gak papa, besok kalau Rafi dateng, kamu dateng aja ke tempat tinggalku, aku juga mau kenalin kamu sama Rafi ke adek-adekku yang lain." Lino menatap Alta bingung.

"Adik?" Alta mengangguk.

"Iya, housemate ku sekarang, adik-adik ku, kalau aja gak ada mereka mungkin aku bakal luntang-lantung gak jelas karna gabut." Lino tertawa.

"Aku harus ke tempat kursus, besok aku hubungin kalau Rafi udah dateng, makasih udah kasih tau aku nomor hp mu." Alta mengangguk, dia hanya tersenyum menatap kepergian Lino.

"Ya gusti, aku harus gimana?" Alta berguling diranjangnya, setelah Lino pergi, Alta juga memutuskan untuk pulang. Dia butuh berfikir agar adik-adiknya tidak terluka.

"Semoga aja, mereka gak ngerusuhin Ares sama yang lainnya." Alta memutuskan menutup matanya, tidur sebentar tidak masalah.

"Aku gak mau pulang dan ninggalin kalian."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Rumah BintangWhere stories live. Discover now