Kejahilan

1.2K 225 4
                                    


.
.
.
.
.
Ares tersenyum saat adik-adiknya terlihat bahagia, mereka sudah tiba di vila, sekarang mereka tinggal memilih kamar, Ares yang sudah hafal dengan seluk beluk vila bahkan sudah masuk kekamar yang dipilihnya. Yang lain masih heboh untuk menentukan kamar, bahkan mereka memainkan game.

"Kalian kenapa ribut banget sih?" Ares yang baru keluar kamar bingung karena adik-adiknya tampak heboh.

"Bang ayo jalan-jalan." Ares mengangkat sebelah alisnya.

"Sekarang?" Semua mengangguk kompak. Ares menghela nafas, dia tersenyum.

"Kalian aja, aku gak ikut." Igel menatap Ares lekat.

"Bli yakin gak mau ikut?" Ares mengangguk pelan.

"Ya udah kalian aja yang berangkat, aku nemenin bli Ares disini." Rion cemberut, dia ingin jalan-jalan tapi dia tidak ingin jika tidak ada Igel.

"Kalau cuma kita kan gak seru, kita gak tau batu." Alta berucap pelan, tapi yang lain mendengar dengan jelas kali ini.

"Ya udah besok aja sekalian deh." Ares tersenyum mendengar keputusan Leo. Bukan dia tidak ingin keluar malam ini, tapi punggungnya sedang berulah, rasanya sakit, makanya dia menolak pergi.

"Besok aku ajak kalian ke omah kayu."
.
.
.
.
.
Ares benar-benar menepati janjinya dengan mengajak adik-adiknya ke wisata omah kayu, yang ternyata letaknya tidak terlalu jauh dari vila. Ares benar-benar berencana mengajak mereka semua berlibur, meskipun hanya ke batu.

Saat mereka sampai diwisata omah kayu, mereka langsung berdecak kagum, mereka disuguhi pemandangan kota malang dari dataran tinggi, rumah-rumah kayu yang dibuat seperti rumah pohon.

"Bagus banget bli." Rion berdecak kagum, Rion memang mudah mengagumi sesuatu yang indah.

"Aku udah denger tempat wisata ini sejak lama, tapi baru kali ini aku kesini." Leo juga ikut berdecak kagum.

"Daerah wisata di dataran tinggi, mirip sama puncak ya bang." Ucapan Rius diangguki Hadar juga Alden.

"Coba aja bisa nyewa tempat disini." Ares menatap Leo.

"Bisa disewa kok disini, permalam, tapi toiletnya jauh, harus ke deket pintu masuk tadi." Ares menjawab santai, membuat Leo dan Alta menatapnya.

"Beneran bisa disewa?" Ares mengangguk.

"Tapi dari info yang aku denger sih, agak mahal dan lagi kalau malem gelap." Ares sedikit bergidik saat membayangkannya. Ares memang tidak suka gelap, dia membenci gelap, itu lah alasan lampu dikamarnya selalu menyala.

"Kalian bisa foto-foto kalau mau, sebenernya kalau malam itu kelihatan lebih bagus." Ares menunjuk pemandangan kota malang dibawah sana.

"Sekarang aja udah bagus bang."  Ares mengacak rambut Rius, Ares selalu suka saat Rius mulai menempel padanya.

"Udah sana foto-foto dulu sama yang lain Ri, aku mau ke toilet." Rius merengut tidak suka, dia sedang tidak ingin jauh dari Ares saat ini.

"Ikut!" Ares menggeleng, dia tidak mungkin mengajak Rius ke toilet.

"Sini aja dulu, cuma bentar kok beneran deh." Rius akhirnya mengangguk, dia melepaskan pegangan tangannya pada lengan Ares. Rius selalu merasa ada yang Ares sembunyikan, tapi dia tidak tau apa.

"Loh Ri, bli Ares mana?" Rius menunjuk Ares yang sudah berjalan menjauh.

"Mau ke toilet katanya." Igel mengernyit menatap Ares yang berjalan tergesa.

"Bli Ares ya, aku tadi yang ngajak ke toilet tapi dia pergi duluan." Igel segera berlari menyusul Ares setelah mengatakan itu, mengabaikan ekspresi cemberut karena diabaikan.

Rumah BintangWhere stories live. Discover now