Hanya aku?

1K 183 9
                                    


.
.
.
.
.
Alta menatap kosong kearah pintu ruang icu, dimana sosok pemuda mungil kesayangannya sedang berjuang untuk hidup. Alta tidak percaya mendengar penjelasan Igel tentang keadaan Ares tadi. Alta kembali meneteskan air mata, membuat Igel yang menatapnya tidak tega.

"Mas." Alta menoleh pada Igel, membuat laki-laki itu segera memeluk kakak tertua mereka.

"Udah jangan nangis, bli Ares gak akan suka liat mas kayak gini." Alta menenggelamkan wajahnya ke pundak Igel.

"K-kenapa c-cuma aku yang gak tau?" pertanyaan Alta seolah menampar mereka semua.

"Karena bang Ares gak mau liat lo nangis kayak gini mas." Hadar menjawab pertanyaan Alta, meskioun dia masih setia mendekap Alden yang masih sesenggukan.

"Udah, jangan nangis, kamu harus doain Ares." Alta mendongak ada Angga yang tengah mengelus kepalanya.

"Kalian jahat Gel, kenapa kalian gak kasih tau aku?" Igel diam saat Alta tiba-tiba melepas pelukannya, tatapan pemuda cantik sendu, sarat akan luka.

"Karena kita udah janji sama bli Ares."
.
.
.
.
.
Igel mengedarkan pandangannya, kursi tunggi didepan ruang icu penuh dengan kehadiran penghuni rumah bintang, ditambah papa dan ayahnya, nenek Alden juga orang tua Alta, yang masih mencoba menenangkan putranya. Sedangkan yang lain diminta istirahat di penginapan.

Igel menghela nafas, membuat Rion yang ada dipelukannya menatap kearahnya.

"Gel." Igel berdeham, dia juga berakih menatap Rion. Wajah pemuda itu sembab, mungkin bukan hanya Rion, tapi wajah mereka semua sembab, bahkan Hadar dan Alden yang harusnya tersenyum bahagia hari ini, justru menangis.

"Kamu udah hubungin dokter Azka?" Igel mengangguk, tadi sebelum yang lain datang Igel sudah menghubungi Azka, yang notabennya adalah om dari Ares.

"Mungkin bentar lagi dateng."

Tap

Tap

Tap

Mereka semua menoleh saat mendengar langkah kaki tergesa menuju kearah mereka. Igel tersenyum saat melihat Azka datang.

"Dokter Azka." Igel melepas pelukannya pada Rion dan berdiri mendekati Azka yang datang dengan nafas memburu. Sebenarnya kedatangan Azka membuat bingung yang lain, kecuali Rius, Rion dan Igel, karena hanya mereka yang pernah bertemu Azka.

"Gimana keadaannya?" Igel mengalihkan pandangannya pada ryang icu yang tertutup.

"Dokter bilang keadaannya masih kritis, kondisinya terus naik turun." bukan Igel yang menjawab melainkan Angga, yang memang tadi sempat berbicara dengan dokter yang menangani Ares. Azka menoleh, dia terkejut saat melihat Angga, begitu pula Angga.

"Dokter Angga?" Angga berkedip tidak percaya, bagaimana bisa dia bertemu dengan juniornya saat residensi.

"Azkara? Kamu keluarga Ares?" Azka mengangguk, membuat Angga menghela nafas.

"Dunia itu sempit ternyata."
.
.
.
.
.
Azka menatap lekat pada Alta yang duduk dengan tatapan kosong kearah ruang icu. Dia sendirian, karena mengambil posisi yang jauh dari keluarganya, dia sedang ingin sendiri. Kenyataan bahwa hanya dia yang tidak tau apapun tentang kondisi Ares, justru membuat dia merasa buruk. Ares memperhatikannya, membantunya dan membuatnya nyaman hingga dia jatuh terlalu dalam pada pesona laki-laki mungil itu, tapi dia bahkan sama sekali tidak mengerti apa pun tentamg Ares. Alta sibuk meruntuki dan mencaci dirinya sendiri.

"Kamu Alta kan?" Alta menoleh saat mendapati seorang laki-laki tinggi duduk disebelahnya.

"Aku Azka, dokter sekaligus om nya Ares." Alta mengerjap, jadi laki-laki ini adalah keluarganya Ares. Dia memang tidak menyimak apapun pembicaraan yang lain, fokusnya hanya pada ruang icu dan keadaan Ares.

Rumah BintangWhere stories live. Discover now